Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan-Perempuan yang Memegang Gelas

25 Maret 2024   15:53 Diperbarui: 26 Maret 2024   01:35 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: https://www.kibrispdr.org - Diedit) 

Kemajuan teknologi mempercepat perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Kini, bidang humaniora mempunyai turunan ilmu berupa Humaniora Digital. Dengan perangkat digital yang makin canggih, pendekatan humaniora menjadi lebih kompleks. Humaniora Digital adalah studi kritis yang mempertemukan disiplin ilmu yang lain, yakni teknologi digital, Seni dan Humaniora, dan komunikasi ilmiah.

Aku bersyukur menjadi doktor perempuan pertama di negaraku untuk bidang baru ini. Mungkin, Cecarat sudah membaui tapak akademikku sejak muda. Namaku memang sering muncul di media massa karena prestasi dan tulisan-tulisanku. Aku hobi menulis.

Cecarat  memiliki satelit sendiri untuk mencitra berbagai fenomena di bumi, dari fenomena alam sampai fenomena buatan. Namanya Satelit Melihat. Dengan teknologi ini, aku bisa memonitor fenomena di bumi dan mengulas hal-hal menarik terkait humaniora.

Suatu kali, aku menangkap keanehan dari citra satelit. Ada area tertentu yang kadang berwarna hijau, kadang kuning atau merah.

“Benar, Bu, kami juga melihatnya. Tetapi, kami kira itu citra biasa,” kata seorang rekan ketika kuutarakan fenomena itu. 

Sebagai pegelut humaniora, aku penasaran. Dari pembesaran citra bisa terbaca, area-area itu terletak di lapangan berbentuk bundar, yang terletak di tengah-tengah sejumlah pemukiman yang mengelilinginya. Tidak hanya satu lapangan. Tapi, begitu banyak. Zona-zona itu terlihat seperti pusaran-pusaran inti dari bundaran-bundaran lebih besar yang mengelilinginya.

“Cantik juga, ya, dan unik,” kata sahabatku ketika kuperlihatkan foto-foto hasil pencitraan satelit. “Mirip inti-inti sel pada jaringan yang kulihat di bawah mikroskop,” tambah karibku yang dokter itu.

Aku mengiyakan. Keputusanku makin mantap untuk terjun ke salah satu lapangan bundar itu, yang terletak di Kabupaten Beban Batin. Entah kenapa namanya demikian. Nalarku berkata, tentu berkaitan dengan masalah batin dan beban hidup.

Lapangan Gelas Kenangan dikelilingi oleh sepuluh desa. Semuanya bernama Desa Kenangan. Pembedanya cuma nomor. Jadi, ada Desa Kenangan 1, Desa Kenangan 2, dan seterusnya.

Di kabupaten yang sama, ada lapangan gelas lain dan rata-rata dikelilingi oleh sepuluh desa. Lapangan Gelas Memori, misalnya, dikelilingi oleh Desa Memori 1, Desa Memori 2, dan seterusnya. Ada juga Lapangan Gelas Akar Pahit, Lapangan Gelas Dendam, dan sebagainya.

“Menurut cerita nenek-moyang kami, daerah ini pernah terkena serapah orang sakti. Kalau punya masalah tetapi tidak mau merelakannya pergi, yang punya masalah akan tewas akibat gelas ajaib,” kata Kepala Desa Kenangan 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun