Jugul celingak-celinguk mencari sumber suara. Tidak ada apa-apa. Â
"Ngiiik... nciiittt," terdengar lagi bunyi aneh itu. Rasa penasaran Jugul muncul. Kali ini dia menyapu pandangan sampai ke atas, ke pohon-pohon besar di dekat kali. Tatapannya terhenti pada banyak kelebat bayangan di pohon. Tidak hanya satu, tapi banyak.
Bayangan itu seperti kepompong besar. Bergelantungan dengan kedua kaki di atas. Tubuh mereka terbungkus semacam lembaran selimut. Ada yang sedikit melebarkan "selimut" itu. Pada saat Jugul menangkap bayangan itu, area itu sontak lebih terang, seperti kena sinar senter.
Belum selesai mencerna, sebuah bayangan sangat besar tiba-tiba muncul, terbang di atas pohon. Bayangan yang bergelantungan itu satu demi satu bergerak, melepaskan kaki dari pohon, mengembangkan "selimut" hingga menyerupai sayap, lalu terbang ramai-ramai mengikuti bayangan besar tadi.
Jugul menghitung jumlahnya. Satu, dua, tiga, ... sepuluh, duapuluh ...
"Astagaaaa. Banyak sekali," pikir Jugul yang tidak sanggup lagi menghitungnya. Dia bertambah heran, jumlah makhluk itu makin banyak, lebih banyak daripada yang tadi dilihatnya. Entah dari mana saja datangnya.
Makhluk-makhluk itu terbang berputar-putar di langit di atas kepala Jugul. Bocah itu berusaha mencari makhluk besar tadi di antara pasukan yang terbang seperti pesawat itu, namun sulit. Binatang itu bergerak terlalu cepat. Kadang menjauh, kadang mendekat. Sehingga sulit diterka ukurannya, mana yang lebih besar.
Mereka berkeliling bebas di udara seperti tanpa tujuan. Jugul masih terheran-heran ketika bunyi yang sama terdengar lagi. Kali ini dari arah belakangnya.
"Ngiiik... nciiittt."
Jugul menoleh. Berusaha mengelak. Terlambat. Makhluk besar tadi secepat kilat menyambar Jugul, mengapit bocah itu dengan kedua kakinya. Lalu melesat, membawanya menjauhi daratan. Mengudara.
"Lepaskan, lepaskan," teriak Jugul sambil meronta-ronta di antara kedua kaki kokoh yang sesekali mengeluarkan kuku-kuku panjang dan tajam. "Toloooong, toloooong."