Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Maafkan Aku, Aurellia"

14 Mei 2023   17:26 Diperbarui: 14 Mei 2023   20:26 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalena," sambut lelaki tua itu begitu melihat sosok putri semata wayangnya muncul di balik pintu.

Seperti biasa, Kalena menaruh tas dan bawaannya di meja, kemudian menghampiri dan memeluk Luis, ayahnya.

Luis sedang duduk di samping tempat tidur. Tangannya masih memegang sisir. Dia baru saja selesai mandi dan tengah bersiap-siap menuju ruang makan.

Kalena mengambil kursi roda dan membantu ayahnya duduk di atasnya. Luis masih bisa berjalan. Namun, untuk sampai ke ruang makan, dia membutuhkan kekuatan ekstra jika berjalan kaki. Apalagi, hari itu, rencana Luis dan putrinya lumayan panjang.

Sabtu dan Minggu adalah dua hari ayah-anak itu berkumpul, dari pagi hingga menjelang tidur malam. Ada peraturan di rumah jompo itu, bahwa keluarga tidak boleh menginap. Jam jenguk dimulai pukul enam pagi hingga pukul sembilan malam.

Luis berusia 75 tahun. Belum terlalu uzur. Dia terlihat jauh lebih tua dari usianya. Mungkin lantaran terlalu banyak yang dipikirkan. Khususnya, kenangan tentang isterinya yang mati muda, meninggalkan Kalena yang belum selesai kuliah.

Tak ada habisnya Luis memikirkan isterinya dengan kata "seandainya ...." berulangkali. Ya. Luis penuh penyesalan, karena dia belum mengucapkan kata maaf sekali lagi pada saat-saat terakhir sebelum isterinya wafat. Juga, pernyataan cinta. Padahal, hal itu yang diinginkannya.

Aurellia, isteri Luis, pergi begitu cepat. Hanya beberapa hari di rumah sakit. Luis baru saja pulang untuk membawa pakaian kotor ke rumah, ketika perawat meneleponnya dan memberitahukan Aurellia sudah tiada.

Ketika Aurellia menunjukkan tanda-tanda kritis, perawat segera melakukan tindakan darurat yang sudah ditandatangani oleh Luis. Bahwa, jika sewaktu-waktu terjadi kondisi kritis, keluarga mengizinkan pihak rumah sakit melakukan tindakan darurat tersebut. Tindakan itu tidak bisa lagi menunggu Luis tiba kembali di rumah sakit, karena setiap detik sangat berharga untuk mengembalikan detak jantung Aurellia.

Penyesalan itu dibawa Luis hingga masa tuanya. Dia menyesal tidak bisa mengucapkan kata "maaf" kepada Aurellia pada saat-saat terakhirnya. Meskipun sebenarnya, hampir setiap hari Luis mengucapkan kata maaf kepada Aurellia selagi isterinya masih hidup. Permintaan maafnya itu untuk perbuatannya yang pernah satu kali terbilang kasar. Luis sama sekali tidak bermaksud melakukannya. Tapi, saat itu dia lepas kontrol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun