Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

TB, Urusan yang Belum Selesai

24 Maret 2023   23:52 Diperbarui: 25 Maret 2023   15:53 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Target Strategi Akhir Tuberkulosis (TB) untuk mengurangi insidensi penyakit TB sebesar 80 persen dan kematian akibat TB sebesar 90% sebelum 2030 dinilai pesimis bisa tercapai, bila dunia tidak melakukan terobosan baru dalam menanggulanginya. Kantor Regional Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) untuk Eropa dalam pernyataannya hari Jumat (24 Maret 2023) menegaskan, mengakhiri TB merupakan urusan yang belum selesai.

Meskipun pernyataan itu secara eksplisit ditujukan untuk kawasan Eropa, penekanan itu sebenarnya secara implisit juga berlaku bagi kawasan lain, termasuk Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Seperti diketahui, pada 2021 Indonesia menduduki posisi kedua sebagai negara dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia, jauh lebih buruk daripada kondisi tahun sebelumnya di mana negara kita berada di posisi ketiga setelah India dan Cina.

Peringatan serius tentang TB di Eropa dikeluarkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (the European Centre for Disease Prevention and Control/ECDC) dan Kantor Regional WHO untuk Eropa, dalam rangka Hari TB Sedunia yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Meskipun memiliki alat, obat, dan keperluan lainnya untuk mengakhiri TB, Wilayah Eropa diakui masih jauh dari memenuhi target yang ingin dicapai pada 2030.

"Meskipun hal ini sebagian disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 terhadap sistem kesehatan di kawasan, termasuk kapasitas untuk mencegah, mendiagnosis dan mengobati TB, negara-negara perlu segera memperbaharui upaya mereka jika ingin memenuhi target tersebut," kata ECDC/WHO dalam siaran persnya.

Laporan ECDC/WHO terbaru tentang surveilans dan pemantauan TB menunjukkan, bahwa  meskipun ada kecenderungan penurunan insiden TB secara keseluruhan di Eropa, tingkat penurunan yang terjadi saat ini tidak akan cukup untuk memenuhi target yang sudah digariskan sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) PBB untuk mengakhiri epidemi TB pada 2030.

Ilustrasi infeksi Mycobacterium tuberculosis pada manusia (Foto: Dreamstime)
Ilustrasi infeksi Mycobacterium tuberculosis pada manusia (Foto: Dreamstime)
Di Indonesia

Melihat kecenderungan tersebut, di mana target penurunan kasus TB disangsikan tercapai di negara-negara Eropa, bisa diasumsikan beban lebih berat dirasakan pada kawasan Asia, khususnya negara-negara yang sebelum pandemi sudah menduduki peringkat atas dengan kasus TB terbanyak di dunia, terutama Indonesia.

WHO dalam pernyataannya Jumat (24 maret 2023) memperkirakan ada 10,6 juta orang yang terkena TB pada 2021. Sebagian besar kasus terjadi di Wilayah Asia Tenggara (45%), Afrika (23%) dan Pasifik Barat (18%). Angka lebih kecil ada di Mediterania Timur (8%) dan Amerika (3%). Wilayah Eropa menyumbang 2% dari semua kasus.

Asia Tenggara adalah rumah bagi 26% populasi dunia dengan lebih dari 40% beban kejadian TB (Laporan TB Global WHO 2021). Diperkirakan pada 2020, hampir 4,3 juta orang terkena TB dan sekitar 700.000 meninggal akibat TB (tidak termasuk kematian akibat HIV+TB) atau lebih dari setengah kematian akibat TB secara global yang mencapai 1,3 juta per tahun. Kematian akibat TB memperlihatkan tren peningkatan dalam lebih dari satu dekade dan berdasarkan laporan itu kini mendekati angka pada 2015. Keberhasilan pengobatan untuk kasus TB yang baru dan yang kambuh adalah 85% (kohor 2019).

Pada laporan itu WHO tidak menginformasikan perkiraan beban kasus TB yang resisten terhadap rifampisin (Rifampicin-resistant/RR-TB) dan multi-drug-resistant (MDR-TB) pada 2021. Namun disebutkan, kondisinya mirip dengan tahun sebelumnya. Untuk itu diasumsikan bahwa jumlahnya juga berkisar 170.000 pada 2021, atau hampir 37% dari kejadian global. Dari jumlah tersebut, 64.970 terdeteksi pada 2020 (turun dari 86.623 pada 2019) dan hanya 58.181 yang terdaftar dalam pengobatan (turun dari 70.120) pada tahun yang sama.

Enam negara di Asia dengan beban TB tinggi secara global adalah Bangladesh, Korea Utara, India, Indonesia, Myanmar dan Thailand. Untuk beban RR-/MDR-TB, Nepal menggantikan Thailand untuk WHO Wilayah Asia Tenggara.

Sebagaimana diketahui, TB di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks, baik secara medis, sosial, ekonomi, dan budaya. Laporan TB Global WHO pada November 2021 menyebutkan, TB masih menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia.

Pada 26 Oktober 2022, Menteri Kesehatan dari Indonesia, India, Nepal, dan petinggi Kantor Regional WHO di Asia Tenggara mengadakan pertemuan tentang "Renewed TB Response".

Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara, Dr. Poonam Khetrapal Singh waktu itu juga menggarisbawahi perlunya upaya meningkatkan layanan pencegahan, diagnostik dan pengobatan untuk TB, dan secara signifikan mendukung langkah-langkah perlindungan sosial sambil secara khusus menangani kekurangan gizi di antara populasi yang rentan.

Dilansir dari situs WHO, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin waktu itu menyatakan, Indonesia siap memainkan perannya dan mengajak semua pihak di kawasan Asia Tenggara untuk bertindak bersama secara solid. "Saya yakin kita akan bisa mengakhiri TB dan mencapai target SDGs".

Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Depkes, Dr. Maxi Rein Rondonuwu, menyampaikan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memberantas TB. Pemberantasan TB selalu menjadi bagian dari prioritas masalah kesehatan di Indonesia. Namun, tantangan masih muncul dengan adanya ketidakmerataan distribusi dari 270 juta lebih penduduk, keragaman budaya dan tradisional, lokasi negara yang rawan bencana alam, dan struktur pemerintahan terdesentralisasi dua lapis.

Enam Strategi di Indonesia

Untuk mengatasi tantangan, Indonesia telah menetapkan enam pendekatan strategis berkelanjutan, yakni:

  • Memperkuat komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota;
  • Meningkatkan akses layanan TB yang berkualitas dan berpusat pada pasien;
  • Mengintensifkan upaya kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian TB;
  • Memperluas penelitian, pengembangan, dan inovasi;
  • Meningkatkan kontribusi masyarakat, pemangku kepentingan (swasta, LSM lokal dan internasional, perguruan tinggi, organisasi profesi dan kementerian), serta mitra multisektoral lainnya dalam pengendalian dan penanggulangan TB
  • Memperkuat manajemen program TB.

Diagnosis dan Pengobatan

Di kawasan Eropa, untuk mengakhiri TB, dipandang perlu upaya menghentikan penularan dari pengidap TB aktif sedini mungkin dan mencegah perkembangan TB pada yang sudah terinfeksi. Meskipun banyak negara di Eropa yang dilaporkan mengalami peningkatan jumlah kasus TB dari tahun ke tahun, tingkat insidensinya pada 2021 tercatat 23% lebih sedikit dibandingkan pada 2019. Kawasan ini terdiri dari 53 negara dengan populasi hampir 900 juta orang, di mana sekitar 508 juta di antaranya tinggal di Uni Eropa (European Union) dan Wilayah Ekonomi Eropa (European Economic Area) atau UE/EEA yakni 27 Negara Anggota UE ditambah Islandia, Liechtenstein, dan Norwegia.

Tantangan besar lainnya di kawasan ini adalah meningkatnya beban akibat kasus-kasus TB yang resisten terhadap obat dan tingkat keberhasilan pengobatan yang masih di bawah target, yang diperparah dengan gangguan layanan TB seiring terjadinya pandemi COVID-19.

Direktur ECDC, Andrea Ammon, mengatakan, pada 2021 pandemi COVID-19 berdampak besar pada negara-negara anggota ECDC.

"Sumberdaya TB teralihkan, dan pasien mengalami kesulitan dalam mengakses layanan klinis, sehingga memungkinkan terlambatnya diagnosis dan pengobatan pada sejumlah kasus TB," kata Ammon seraya menambahkan, diperlukan upaya untuk meningkatkan survailans dan pengobatan yang tuntas pada pengidap TB. "ECDC tetap berkomitmen untuk bermitra dengan dan mendukung negara-negara UE/EEA untuk mengakhiri epidemi TB."

Sebenarnya, tiga tahun lalu (sebelum pandemi), kawasan Eropa mengalami penurunan kejadian dan kematian TB tercepat di dunia. Namun pada 2021, angka kematian TB di wilayah itu meningkat dibandingkan tahun 2020, dan kurva insidensi yang menurun terhenti untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.

(Foto: PNG Tree)
(Foto: PNG Tree)
Eropa Bertindak

"Ini adalah masa-masa yang luar biasa," kata Dr Hans Henri P. Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa. "Kita harus memanfaatkan sepenuhnya teknologi baru, seperti diagnosis molekuler cepat; intervensi yang lebih baik dan lebih pendek untuk pencegahan, pengobatan dan perawatan; dan solusi kesehatan digital yang inovatif."

Menurut Kluge, pihaknya sebenarnya mempunyai kemampuan untuk memulihkan keadaan, namun mereka sangat membutuhkan kemitraan yang lebih kuat, konsisten, antara Negara Anggota, lembaga donor, dan masyarakat yang terdampak jika mereka ingin menjangkau setiap orang yang terkena TB dan memberikan pengobatan dan perawatan yang mereka butuhkan. Pada September tahun ini, pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB kedua tentang TB, para pemimpin Eropa dan sekitarnya akan berkomitmen pada target baru dan menetapkan tonggak sejarah baru untuk mengakhiri TB.

"Komitmen ini akan menjadi janji kami untuk membantu orang-orang yang paling membutuhkan -- karena TB sebagian besar adalah penyakit kemiskinan dan penelantaran, diselimuti oleh stigma dan diskriminasi, yang mempengaruhi mereka yang paling rentan. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memetakan lintasan baru untuk mengakhiri TB di Eropa, dan secara global, untuk selamanya," tegas Kluge.

Kasus di Eropa

Pada 2021, WHO melaporkan lebih dari 166.000 kasus TB baru dan kambuhan di Eropa. Atau, lebih tinggi daripada 164.187 kasus pada 2020, tetapi lebih rendah daripada 216.368 kasus pada 2019. Banyak negara melaporkan peningkatan jumlah kasus TB pertahun sejak 2020, dan secara keseluruhan ada sedikit (1,1%) pemulihan notifikasi TB.

Pada 2021, ada 33.520 kasus TB yang dilaporkan di EU/EEA, lebih rendah dari 33.800 kasus lebih ada 2020 dan 45.192 pada 2019. Meskipun tingkat notifikasi spesifik per negara sangat berbeda, tingkat notifikasi keseluruhan di banyak negara telah menurun selama lebih dari lima tahun terakhir, terutama selama dua tahun belakangan. Meskipun ini menunjukkan masih terjadi tren penurunan sejak peluncuran surveilans TB, kondisi beberapa tahun terakhir harus dilihat dalam konteks pandemi COVID-19 dan tantangan yang ditimbulkannya untuk layanan dan surveilans klinis TB.

Terkait prevalensi HIV pada kasus TB, diperkirakan angkanya mencapai 13%, atau tidak ada perubahan berarti setelah terjadi peningkatan drastis dari 4% menjadi 12% selama periode 2007--2016. Ada sekitar 29.000 kasus TB HIV-positif di Wilayah Eropa. Di EU/EEA, terdapat 12.277 kasus di mana 3,8% di antaranya dilaporkan sebagai HIV-positif.

Diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan pelaporan koinfeksi HIV, TB di penjara, dan hasil pengobatan.

Hari TB Sedunia

Dalam perang melawan TB, terobosan baru dan mendesak diperlukan, baik dalam hal ketersediaan sumberdaya, dukungan, maupun perawatan. Khususnya, dalam konteks pandemi COVID-19, yang sempat mengganggu pencapaian dalam Strategi Akhiri TB WHO.

Hari Tuberkulosis Sedunia diperingati pada 24 Maret setiap tahun di seluruh dunia. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran tentang beban TB secara global dan meningkatkan pencegahan dan pengendaliannya. Eliminasi TB didefinisikan sebagai ditemukannya kasus TB kurang dari 1 kasus per 1 juta penduduk per tahun.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun