Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

PR Besar Badan Gizi Nasional: Kampanye Masal Edukasi Publik

23 Agustus 2024   17:54 Diperbarui: 23 Agustus 2024   18:04 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar ada pembentukan Badan Gizi Nasional oleh Pemerintah, sebenarnya membuat saya pribadi jadi punya harapan baru. Apalagi, kalau bukan perbaikan gizi bagi masyarakat di negara ini, khususnya anak-anak sebagai calon generasi penerus bangsa.

Namun sepertinya pemerintah juga menurut saya akan punya PR besar dengan adanya Badan Gizi Nasional ini, karena fakta di lapangan menunjukkan masih rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap pentingnya kesehatan atau faktor pendukung kesehatan itu sendiri.

Dampak Kurang Gizi

Sebelum membahas lebih jauh soal PR besar tadi, ada baiknya kita tahu dulu apa saja sih dampak negatif dari kurang gizi yang dapat merugikan kesehatan berikut ini :

1. Dampak pada Anak-Anak

  • Pertumbuhan Terhambat (Stunting) pada Anak-anak yang mengalami kurang gizi kronis, di mana pertumbuhan fisik mereka terhambat sehingga mereka lebih pendek dibandingkan anak seusianya. Stunting juga dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kemampuan belajar.
  • Kurang gizi akut dapat menyebabkan wasting, yaitu kondisi di mana berat badan anak sangat rendah dibandingkan dengan tinggi badannya. Ini meningkatkan risiko kematian pada anak, terutama di bawah usia lima tahun.
  • Kurangnya gizi dapat menghambat perkembangan otak, mengakibatkan kesulitan dalam belajar, ingatan yang buruk, dan keterlambatan dalam keterampilan motorik.
  • Anak-anak yang kurang gizi lebih rentan terhadap penyakit infeksi seperti diare, pneumonia, dan malaria karena sistem kekebalan tubuh mereka yang lemah.

Secara logika, kekurangan gizi adalah faktor besar yang menjadi biang kerok banyaknya kasus penyakit pada anak khususnya yang bersifat degeneratif.

2. Dampak pada Ibu Hamil

  •  Ibu hamil yang kurang gizi cenderung melahirkan bayi dengan berat badan rendah, dapat meningkatkan risiko kematian bayi serta berbagai komplikasi kesehatan jangka panjang.
  • Kekurangan gizi, terutama kekurangan zat besi, dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil, yang meningkatkan risiko komplikasi saat melahirkan dan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi.
  • Selain itu, Kekurangan nutrisi selama kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan organ dan sistem tubuh janin, berpotensi menyebabkan kelainan atau penyakit di kemudian hari.

3. Dampak pada Orang Dewasa

  • Kurangnya gizi dapat menyebabkan kelelahan, penurunan kekuatan otot, dan penurunan konsentrasi, yang berdampak negatif pada produktivitas kerja.
  • Orang Dewasa yang kekurangan gizi yang berkepanjangan dapat meningkatkan risiko penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan osteoporosis.
  • Bahkan Kekurangan zat gizi tertentu, seperti vitamin B12, asam folat, dan zat besi, dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, termasuk depresi dan gangguan kognitif.

4. Dampak terhadap Masyarakat dan Ekonomi

  • Kurangnya gizi memberikan kontribusi terhadap peningkatan biaya perawatan kesehatan, penurunan produktivitas, dan kemiskinan. Hal ini dapat memperlambat perkembangan ekonomi suatu negara, khususnya beban bagi penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat.
  • Anak-anak yang tumbuh dengan gizi kurang cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dan keterampilan yang kurang, yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan, alias generasi penerus bangsa yang kurang terampil.

Faktor Penyebab Rendahnya Kesadaran Masyarakat

Tidak bisa kita pungkiri bahwa terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya pemenuhan gizi. Khususnya bagi anak-anak, siswa sekolah, remaja maupun ibu hamil, bahkan lansia sekalipun.

Berikut ini beberapa faktor penyebab yang umumnya perlu diketahui antara lain :

  • Kurangnya Pendidikan dimana sebagian besar masyarakat usia dewasa dan lansia hari ini kebanyakan mengenyam pendidikan yang rendah atau kurang memadai, sehingga pola pikir dan pola hidup ini akhirnya diturunkan kepada anak atau generasi berikutnya

  • Minimnya sosialisasi dan edukasi : karena Banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi yang memadai tentang pentingnya gizi, terutama di daerah pedesaan atau terpencil. Kampanye kesehatan sering kali kurang menjangkau masyarakat di wilayah ini.

  • Kebiasaan Makan yang Tidak Sehat : Pola makan yang sudah mendarah daging seperti konsumsi tinggi karbohidrat sederhana (nasi putih, mie instan) dan rendahnya konsumsi sayur, buah, serta protein berkualitas sering kali tidak seimbang.

  • Keterbatasan ekonomi juga berperan besa dimana Banyak keluarga yang kesulitan mengakses bahan makanan bergizi karena harga yang tinggi atau keterbatasan ketersediaan di daerah mereka.

  • Budaya dan Kebiasaan Lokal : Beberapa kebiasaan dan kepercayaan lokal terkait makanan dapat mempengaruhi pola makan dan asupan gizi seseorang.

  • Kurangnya edukasi terkait Gizi Seimbang di Pendidikan Formal : Meski sudah ada pendidikan kesehatan di sekolah, namun fokus pada gizi sering kali tidak menjadi prioritas.

Pengaruh Iklan Produk Instan Yang Merajalela 

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) menemukan bahwa iklan makanan cepat saji di televisi memiliki pengaruh yang besar terhadap preferensi makanan anak-anak di Indonesia. Anak-anak yang terpapar iklan ini cenderung meminta makanan tersebut kepada orang tua mereka. 

Lebih lanjut Studi dari Survei Lembaga Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa iklan dengan pesan emosional dan penggunaan selebriti memiliki daya tarik yang kuat, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda, membuat mereka lebih mudah terpengaruh untuk mencoba atau membeli produk yang diiklankan. 

Realitanya, sebagai negara dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia memiliki salah satu populasi terbesar di dunia. Pasar yang luas ini menyediakan peluang besar bagi produsen makanan dan minuman instan untuk menjual produk mereka. 

Hal ini seakan memvalidasi fakta bahwa Iklan makanan yang tidak bergizi memang dapat berkontribusi pada masalah gizi di Indonesia. Fenomena ini dapat mempengaruhi pola makan masyarakat dan berpotensi memicu angka kurang gizi, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja.

Yang miris lagi, iklan-iklan produk olahan dan instan alias junk food ini justru merajalela tanpa diimbangi dengan iklan edukasi masyarakat yang juga massif. Bahkan iklan-iklan pemerintah dari humas pelat merah tak jarang memang kurang kreatif dan menarik untuk ditonton.

Wajar saja sih, jika dilihat lagi, tak ada cerita anggaran humas pelat merah itu besar sehingga mampu menyaingi biaya konten kreator iklan dari sebuah perusahaan swasta besar. Tak usah kita bahas lebih jauh, karena semua juga pasti tau.

Hanya saja yang ingin saya garis bawahi adalah, iklan produk instan yang merajalela ini memang tak jarang di dukung oleh harga yang murah dan distribusi yang terstruktur dengan baik. Sehingga semua kalangan di semua daerah bahkan yang terpencil sekalipun bisa membelinya alias terjangkau.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi hari ini, dimana hampir 79% masyarakat Indonesia adalah pengguna internet. Yang notabene kita tahu bersama, bahwa iklan ini akan muncul di hampir semua laman media sosial dan bergentayangan dengan leluasa di internet umumnya.

Wajar saja, bila iklan produk instan yang merajalela memang menjadi rival berat pemerintah dalam menggalakkan pola makan yang cukup gizi di masyarakat. Atau lebih luas, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemenuhan gizi masyarakat.

PR Besar Badan Gizi Nasional dan Kampanye Masal Edukasi Publik

Tak heran bila saya berani bilang, salah satu PR besar nantinya yang harus dirumuskan oleh Badan Gizi Nasional adalah tentang bagaimana mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya kecukupan gizi melalui makanan real food bergizi.

Dalam hal ini, seingat saya, makanan bergizi yang seimbang hanya bisa di dapati melalui berbagai jenis makanan real food dan bukan junk food (makanan instan olahan). Maka tak bisa dipungkiri bahwa paling tidak, harus ada rumusan program kampanye masal dalam rangka edukasi publik yang dibuat.

Hal ini sebagai langkah dasar dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi yang baik, maupun dalam rangka mengimbangi maraknya iklan-iklan produk instan di berbagai media. Bagaimanapun juga, edukasi masal dan masif adalah hal yang paling krusial dalam rangka merubah mindset publik soal pentingnya gizi.

Karena apabila hanya mencakup program pemberian makan bergizi misalnya, atau iklan layanan masyarakat yang terbatas dan monoton, rasanya sudah bisa dipastikan tetap akan kalah jauh efeknya jika dibandingkan dengan iklan produk instan tadi.

Paling tidak kampanye masal harus dilakukan dengan konten kreatif yang minimal menarik untuk dilihat, ditonton maupun dapat memberikan pesan mengenai soal dampak kekurangan gizi. Selain itu, kampanye konsumsi produk pangan lokal dan minim olahan juga sangat penting dilakukan agar masyarakat memahami bahwa makanan bergizi itu justru ada di sekitar kita, dan bukan di supermarket.

Jika membaca kembali dari uraian dampak negatif kurang gizi tadi, dapat kita lihat efek negatif yang ditimbulkan dari kurang gizi tidak hanya bagi diri pribadi namun sampai ke penerus bangsa selanjutnya. Sampai pada perekonomian dan nasib bangsa ini selanjutnya.

Singkatnya, nasib bangsa ini bahkan ditentukan dari hari ini, dari generasi yang hari ini masih minim literasi dan edukasi soal pentingnya gizi bagi kehidupannya. Oleh sebab itu, tak berlebihan jika kita katakan bahwa soal kesadaran gizi ini memang benar PR besar Pemerintah.

Tidak ada yang instan memang soal merubah mindset 270 juta penduduk Indonesia, namun dengan program mitigasi dan kampanye massal yang terencana, paling tidak akan merubah sedikit demi sedikit pola pikir masyarakat secara digital atau lebih umumnya audio visual. 

Bukankah hari ini masyarakat Indonesia lebih suka diajari oleh medsos dan internet? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun