Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... Penulis - ASN Yang Doyan Nulis Sambil Makan, Humas Kanwil Kemenkumham NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Agar Anak Berhenti Kecanduan Gula, Orangtua Harus Kompak Juga

4 Agustus 2024   19:01 Diperbarui: 5 Agustus 2024   12:34 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Shutterstock via Kompas.com

Agar anak berhenti kecanduan gula, orang tua harus kompak juga. Disclaimer, ini syarat mutlak untuk anda ketahui sebelum membaca lebih jauh tulisan saya. Tidak ada kompromi apalagi negosiasi.

Kenapa saya sampaikan hal itu di depan bahkan dalam judulnya, karena kekompakan orang tua ini punya peran besar dalam menghentikan kecanduan akan gula pada anak.

Sepenting itu? Iya, sampai saya katakan tidak bisa di negosiasikan apalagi kompromi. Pasalnya saya yang punya tiga anak ini pernah mempraktekkan hal tersebut dan worth it banget.

Mungkin kemarin ada yang sudah membaca tulisan saya yang berjudul 1,5 Tahun Tanpa Nasi dan Gluten, Cuma Modal Nekat Ingin Sehat, maka sebenarnya ketika saya menjalani itu, suami dan anak-anak saya pun ikut menjalaninya.

Meskipun mereka tetap makan nasi putih yang dicampur dengan beras merah organik sebagai tambahan nutrisinya. Namun pada akhirnya yang saya tuai adalah anak-anak saya jadi tidak suka makanan manis, apalagi sering-sering.

Kecanduan Gula Anak Dimulai dari Asuhan Orangtua

Kecanduan gula anak sebenarnya dimulai dari asuhan orang tua loh. Kenapa? Karena anak adalah peniru yang paling ulung. Selain itu anak adalah sosok seperti canvas putih yang siap dilukiskan oleh kita sebagai orang tuanya.

Faktanya, anak terlahir tidak mengenal rasa, entah itu manis, asam, asin, kecut maupun pahit. Maka kitalah sebagai orang tua yang mengenalkan kepada mereka rasa makanan itu.

Oleh sebab itu, wajar jika seorang anak doyan manis, doyan gula, karena dari awal mereka mengenal makanan tambahan saja (MP-ASI) sudah dikenalkan sama tepung-tepungan. Sudah dikenalkan sama biskuit dengan titel iklannya 'khusus untuk bayi'.

Atau yang hits lagi biskuit yang mendukung pertumbuhan gigi bayi, alamak. Betapa propaganda iklan ini mampu membuat kita sebagai orang tua mengenalkan anak terhadap rasa manis, buka rasa asli makanan.

Maka pola asuh orang tua menurut saya adalah faktor penyebab utama, perilaku makan anak yang doyan manis-manis. Contoh gampangnya, seorang ibu yang suka makan cake, sadar atau tidak dia akan menyuapkan nya juga ke mulut si balitanya dengan alasan 'sedikit saja, yang penting tau rasanya'.

Atau seorang bapak yang suka minum es teh manis, kopi, atau minuman kekinian seperti boba misalnya, belum lagi menjamur gerai es krim ala korean saat ini. Maka anak akan terus mengamati itu, yang diminum selalu berwarna, yang dilihat anak bahwa orang tua suka yang manis-manis.

Hari-hari ini, banyak orang tua yang mengeluh 'anak saya susah dibilangin' atau 'susah di kasitau'. Hey, halloo, apakah anda sendiri sudah bisa mengurangi konsumsi gula dalam makanan dengan kesadaran penuh?

Sumber gambar: iStock
Sumber gambar: iStock

Pentingnya Kekompakan Orangtua

Namun belum terlambat untuk memulai sesuatu yang lebih baik atau memperbaiki situasi dan kondisi. Kuncinya adalah orang tua harus kompak dalam komitmen menghilangkan kecanduan gula anak ini.

Caranya? Orang tua yang harus terlebih dahulu merubah pola pikir dan pola perilaku dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa cara yang pernah saya gunakan dalam merubah mindset saya terhadap konsumsi makanan manis.

  • Belajar Banyak Hal Tentang Pentingnya Sehat, karena hanya orang-orang yang memiliki pengetahuan luas dengan literasi baik, yang akan mampu memahami betapa berharganya menjadi sehat. Baik bagi diri sendiri maupun orang-orang tercintanya;
  • Niatkan dengan motivasi untuk menjadi sehat bersama pasangan anda, bangun komitmen yang sama agar bisa menua dalam kondisi sehat, pun agar bisa menyaksikan tumbuh kembang anak dan cucu anda dalam kondisi sehat;
  • Mulai kebiasaan konsumsi makanan sehat dengan mengganti isi kulkas dan dapur anda, dengan jenis buah-buahan segar, sayuran, camilan less olahan yang alami (aneka rebusan), buang gula pasir atau minimal ganti dengan gula aren;
  • Stop menyediakan camilan kemasan atau apapun yang diolah dan dikemas yang bersifat less nutrisi. 
  • Belajar cara mengolah makanan sehat yang enak dan kaya nutrisi melalui berbagai media, karena membiasakan anak dengan perubahan rasa juga tidak bisa seinstan itu;
  • Edukasi anak-anak kita sejak dini tentang bahayanya makanan manis dan kemasan atau junk food. Berikan contoh atau teladan melalui diskusi ringan.
  • Jangan melarang tanpa penjelasan dan substitusi atau makanan pengganti. Karena anak-anak yang terlanjur kecanduan dan suka makanan manis, akan cenderung jadi tantrum, entah itu ngambek atau menangis rewel.
  • Jangan mudah terpengaruh ketika mereka ngambek atau menangis, teguhkan komitmen anda dengan fikiran positif. Seperti : orang tua bertanggung jawab atas kesehatan anak-anaknya, atau anak-anak tidak akan sakit hanya karena menangis, justru makanan tak sehatlah yang akan membuat mereka menderita penyakit nantinya.
  • Edukasi mereka melalui berbagai video viral tentang anak-anak yang menderita sakit hanya karena makanan dan minuman yang tidak sehat atau less nutrisi. Karena biasanya edukasi dengan audio visual lebih mereka sukai daripada ceramah panjang kita.
  • Biasakan berolahraga secara teratur, bagi orang tua ini sangat penting untuk memberikan contoh yang baik kepada anak. Luangkan juga waktu untuk mengajak mereka berolahraga bersama.

Berat? Memang, tapi kalau anda pikir lagi, lebih berat mana jika anak anda kena diabetes usia dini, di mana anda harus bolak-balik rumah sakit untuk menunggunya, mengantarnya kontrol, belum lagi cuci darah dan sebagainya.

Lebih berat mana berkomitmen dengan pasangan, dibandingkan dengan harus menyaksikan anak anda nantinya dipasangi selang infus atau disuntik di sana-sini, bahkan sampai meja operasi. Belum lagi duit tetap juga harus keluar biarpun pake asuransi kesehatan.

Satu lagi, yang paling berat biasanya saling mendukung dengan pasangan. Karena tak jarang salah satu pihak merasa kasihan dengan anak, atau bahkan patah semangat. Oleh sebab itu, biasakan mengingatkan pasangan anda akan tujuan awal dari ketegasan komitmen yang dibuat.

Kebutuhan Harian Gula Tubuh Manusia 

Sebenarnya, gula harian yang dibutuhkan tubuh sudah didapat secara alami dari berbagai makanan asli (real food) seperti buah, sayur, nasi, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Namun apabila diperlukan, bisa saja mendapat asupan gula tambahan selama tidak berlebihan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan American Heart Association (AHA) jugag telah memberikan pedoman tentang asupan gula tambahan ini sebagai berikut:

  1. WHO:

    • Dewasa dan Anak-anak: Dianjurkan untuk mengurangi asupan gula tambahan menjadi kurang dari 10% dari total asupan energi harian. Pengurangan lebih lanjut hingga di bawah 5% dari total asupan energi harian akan memberikan manfaat kesehatan tambahan.
    • Contoh: Untuk seseorang yang mengonsumsi 2.000 kalori per hari, 10% dari asupan energi adalah 200 kalori. Karena 1 gram gula mengandung sekitar 4 kalori, ini setara dengan 50 gram (sekitar 12 sendok teh) gula tambahan per hari.
  2. AHA:

    • Pria Dewasa: Disarankan tidak lebih dari 9 sendok teh (sekitar 36 gram atau 150 kalori) gula tambahan per hari.
    • Wanita Dewasa: Disarankan tidak lebih dari 6 sendok teh (sekitar 25 gram atau 100 kalori) gula tambahan per hari.
    • Anak-anak: Disarankan tidak lebih dari 6 sendok teh (sekitar 25 gram atau 100 kalori) gula tambahan per hari.

Perlu diketahui bahwa Gula alami ini biasanya lebih sehat dibandingkan dengan gula tambahan, karena makanan yang mengandung gula alami juga menyediakan nutrisi penting lainnya seperti serat, vitamin, dan mineral.

Lalu apabila kelebihan gula apa dampaknya? Meskipun saya rasa anda bisa cari sendiri di google, perlu juga saya tuliskan di sini untuk menambah literasi anda sebagai berikut:

  • Gula tambahan dapat menyebabkan kelebihan kalori yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Tau kan kalo sudah obesitas, maka sejumlah penyakit mematikan pun diam-diam sudah hinggap di tubuh.
  • Diabetes Tipe 2: Asupan gula tambahan yang tinggi dapat meningkatkan risiko resistensi insulin dan diabetes tipe 2, seperti kasus yang lagi viral, sejumlah bocah di vonis menderita diabetes tipe ini.
  • Penyakit Jantung: Konsumsi gula tambahan yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, bukan hanya jantung sebenarnya, tapi berdampak pada pencernaan dan hampir semua organ vital.
  • Karies Gigi: Gula adalah penyebab utama kerusakan gigi karena bakteri di mulut mengubah gula menjadi asam yang merusak enamel gigi.

Lingkungan  Sangat Mempengaruhi

Selain itu, Lingkungan juga sangat mempengaruhi terhadap bagaimana seorang anak akhirnya kecanduan gula alias yang manis-manis. Bagi anda yang tinggal di kampung atau pedesaan yang masyarakatnya masih kurang teredukasi, maka siap-siap dengan usaha ekstra ya.

Karena biasanya, jika di rumah kita sudah seketat itu, akan ada saja yang memberi anak makanan manis atau sejenisnya ketika di luar rumah. Bahkan keluarga kita sendiri seperti orang tua, saudara atau sanak keluarga yang lain.

Bahkan, kadang orang tua harus kebal terhadap gunjingan yang akan diterima jika menerapkan perubahan makanan tersebut pada anak. Jangan baper dengan kalimat 'tega sekali sama anak, masak makan sedikit saja ga boleh', atau 'Apaan sih, anaknya masih kecil sudah dipaksa-paksa'.

Ga perlu baper ya bapak ibu, cukup timpali dalam hati dengan kalimat 'Mereka hanya bisa bicara, tapi kalau ada apa-apa dengan anak saya, paling juga cuma bisa nyumbang kata kasian tanpa bantuan apa-apa'. 

Tidak bisa kita pungkiri memang, lingkungan di sekitar kita hari ini belum terlalu baik apalagi mendukung untuk sebuah keluarga mengasuh anak dengan baik, khususnya terkait makanan yang baik dan tidak bagi anak.

Ya jujur saja, mindset dan pola pikir masyarakat kita memang masih awam terkait bahaya gula bagi anak. Padahal kalau dipikir, banyak sekali penyakit yang asalnya justru dari makanan olahan yang manis-manis. 

Hal ini memang masih awam untuk disadari masyarakat, bahwa dalam nasi sebenarnya sudah ada kandungan gula, dalam  buah juga begitu, bahkan di sayur ada juga kandungan gulanya. Realitanya, hidup less sugar ternyata sangat berdampak bagi kesehatan dan kualitas hidup sebuah keluarga.

Oleh sebab itu, penyuluhan terkait keberadaan gula pada makanan alami dan bahaya gula tambahan ini penting sekali untuk dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Butuh kampanye publik yang besar agar masyarakat melek terhadap hal ini.

*Bagi anda orang tua yang sedang berusaha konsisten untuk merubah mindset dan kebiasaan anak makan manis, jangan cepat menyerah. Ingatlah, kesehatan mereka juga atas peran kita. Karena kebahagiaan saat tua nanti adalah menyaksikan mereka sehat bersama cucu tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun