Bisnis buku LKS di sekolah-sekolah Negeri, apa urgensinya? Pertanyaan ini membuat saya pribadi sebenarnya juga tidak habis pikir, sebagai seorang ibu dengan 3 anak yang bersekolah.
Sudah lama sebenarnya saya ingin sekali mengkritisi soal bisnis jual beli buku di Sekolah negeri, khususnya buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang harus dibeli tiap semester. Namun akhirnya bisa saya tuliskan malam ini, setelah tak sengaja nonton reels emak-emak berdaster di facebook.
Aksi Protes Emak-Emak Berdaster
Aksi emank-emak berdaster yang berdemo dengan membuang sejumlah buku-buku LKS ini di posting oleh media KaltimPost. Meskipun tidak saya lihat secara detil dimana lokasi kejadiannya.
The power of emak-emang memang tidak ada matinya. Bahkan sampai membawa alat-alat masak dari rumah utnuk memeriahkan aksi protes mereka terhadap kebijakan sekolah terkait buku LKS ini.
Meskipun di kolom komentar ada dua kubu yang juga berperang, yaitu kubu pro LKS dan yang menentang adanya jual beli buku-buku LKS ini.Â
Dalam aksi protesnya yang saya tonton, seorang orator berdaster dari atas mobil pick up meneriakkan ketidaksetujuannya terhadap adanya bisnis jual beli buku ini. Begini kira-kira bunyinya'
"Ini tujuannya bisnis, bukan mendidik", tegasnya singkat, padat dan jelas.
Meskipun dalam aksi ini banyak sekali buku LKS yang dibuang di hadapan sejumlah Pol PP yang berjaga di lokasi, namun saya dengar komitmen para pendemo ini memang tidak ingin menimbulkan kerusakan.
Dalam caption short reels ini sendiri sudah dituliskan, bahwa 'bukannya kami tidak menghargai buku. Hanya ini sudah menumpuk dan tidak tergunakan. Karena setiap tahun tidak bisa diwariskan kepada adik kelasnya. Hari ini buku mau kami hadiahkan pada pemerintah agar mereka bisa menyumbangkan kepada warga tidak mampu'.
Urgensi LKSÂ
Dari pertanyaan saya yang dulu-dulu tidak pernah terjawab, sebenarnya caption dalam reels tersebut ada benarnya, dan bahkan mewakili banyak sekali orang tua murid, khususnya SD sampai SMA.