Saya ingat bahwa mindset yang tersetting di kepala kita 'kalau ga makan nasi belum makan', itu harus dirubah agar tubuh pun terbiasa. Maka kondisi yang lumayan membuat saya merasa agak cemas itupun akhirnya bisa saya kalahkan. Di hari kelima, tubuh saya tak lagi gemetaran dan lemas, mulai bugar dan terasa sangat ringan. Sebulan kemudian kulit saya mulai terasa perbaikan. Tiga bulan kemudian saya kaget sendiri tetiba menstruasi tanpa ada tanda nyeri apapun.
Dari semua kejadian dan pengalaman itu saya pun sadar bahwa kita khususnya kebanyakan orang Indonesia mungkin bermasalah dengan mindset. Label bahwa makan harus dengan nasi atau makan-makanan manis adalah hal biasa ini menjadi bumerang di hari-hari ini.
Di Lombok sendiri, khususnya keluarga besar ibu saya, setiap lebaran wajib membuat berbagai penganan manis yang double kill bagi saya. Seperti misalnya ladran, tarek, bolu jadul, iwel dan berbagai makanan manis dari tepung dengan gula pasir, dan di goreng pulak.
Belum lagi dengan teh atau kopi yang gula pasirnya hampir 2-3 sdm, yang begitu saya cicipi membuat kepala saya pusing dan tersengat. Tidak diminum takut menyinggung, diminum menyengat ke kepala, jadi cukup diseruput sedikit untuk menghormati. Pun dengan ibu saya yang memang sudah tidak suka makanan manis, kadang hanya mengambil air putih saja.
Kurangnya kesadaran masyarakat memang tidak bisa lepas dari mindset dan culture. Pikiran bahwa tak makan nasi akan bikin lemas atau tak bertenaga memang tidak sepenuhnya salah, karena banyak juga bapak-bapak yang kerjanya angkat beban di pasar memang sehat-sehat (ototnya terlatih tiap hari karena kebutuhan hidup). Atau makan manis itu tidak apa-apa yang penting tetap sehat. Bah, ironis sekali seperti katanya Bang Ade Rai.
Ada orang mau kaya tapi nggak mau kerja lalu bilang "ga apa-apa ga kerja yang penting kaya" itu sama dengan "ga apa-apa makan manis dan ga olahraga yang penting sehat"
Pilihan Ada Di Tangan Kita
Pada akhirnya, saya sangat berharap melalui tulisan dan kisah nyata yang saya alami banyak dari anda yang bisa mengambil pelajaran berharga tentang pentingnya kesehatan dan menjaga kesehatan.
Pilihan ada di tangan kita, anda dan masing-masing orang. Ingin sehat hingga di usia senja, atau ingin memanjakan lidah dan mempertahankan mindset namun tak bebas bergerak di saat senja.
Faktanya, tiap orang berhak memilih, berhak menentukan ingin menjalani hidup yang bagaimana. Pesan saya bagi anda yang masih dengan mindset dan culture yang salah, cobalah untuk berubah. Karena belum tentu di usia senja, ada yang akan benar-benar tulus merawat anda. Atau pikirkanlah agar di usia senja kita masih bisa beribadah dan jalan-jalan tanpa merepotkan anak, pasangan atau keluarga kita.
*Saya tuliskan sebagai sharing ilmu dan pengalaman, bentuk syukur saya atas kesehatan ibu yang tetap prima hingga kini. Semoga tahun depan beliau bisa pergi umrah lagi jika diberi rezeki.
Tulisan ini juga saya kirimkan dengan judul yang sama di Kumparan.com. Semoga bermanfaat.