Namun, pecinta warung-warung kopi yang menyediakan roti, susu dan pisang bakar ternyata sangat banyak. Mereka menyukai suasana dan orientasi gaul anak muda.Â
Anak muda yang nongkrong di Melawai berbaur amtara kaum jetset, menengah, dan biasa-biasa saja. Ini mungkin yang membedakan pergaulan di Melawai dan Citayam.
3. Bentuk Kreativitas dan Eksplorasi Anak Muda
Jujur, remaja di Melawai saya nilai lebih kreatif. Mereka tidak asal sekadar nangkring, ngobrol, lantas cabut, tetapi mereka mampu menyajikan sebuah tontonan gratis yang menginspirasi ide lain untuk mengangkat kehidupan mereka, dan dijadikan karya baru (film, lagu).Â
Katakanlah bagaimana tarian kejang yang mereka gelar di emperan trotoar dapat menjadi tarian yang begitu digilai oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan popularnya tarian kejang ini, memancing para pelaku ekonomi kreatif untuk berkarya.Â
Mulai dari bando/ikat kepala, baju, celana, sepatu, hingga tikar, mereka jadikan produk yang laris manis di pasaran.Â
Begitu pula sepatu roda. Bermain sepatu roda di Kawasan Blok M pun tidak kalah menariknya. Para pemain sepatu roda mempertontonkan aksinya dengan begitu aktif, atraktif, dan kompak hingga mempersatukan para penonton.
Kreativitas remaja di Melawai bisa dijadikan inspirasi bagi remaja Citayam. Untuk saat ini, berdasarkan analisis saya sebagai pengguna media sosial, remaja Citayam belum mampu membuat kreativitas.Â
Mereka baru tahap mampu membuat jati diri /eksistensi saja. Bahkan banyak yang menilai negatif (dari hasil konten wawancara para Tiktokers).Â
Banyak dari remaja Citayem yang sudah pacaran padahal masih usia sekolah, penampilan kampungan, dan banyak yang merokok.
4. Agen Promosi Wisata