Mohon tunggu...
Erdya InekaS
Erdya InekaS Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Sarjana

Seorang mahasiswa yang sedang menempuh gelar sarjana Ilmu Hubungan Internasional. Memiliki minat dalam mempelajari sejarah dunia, mengkaji sejarah, dan menganalisis isu-isu Internasional saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Jejak Neo-Merkantilisme dalam Perang Dagang China-Australia

7 Maret 2024   16:45 Diperbarui: 7 Maret 2024   16:49 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya merkantilisme merupakan suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan besarnya volume perdagangan global sangatlah penting. Sedangkan menurut Mirabeau, merkantilisme ialah konsep kebijakan ekonomi politik di mana pemerintah atau negara mengintervensi langsung kegiatan ekonomi dengan melindungi pedagang domestik. 

Ajaran merkantilisme ini telah menjadi sebuah pembelajaran yang dominan di seluruh sekolah Eropa mulai abad ke 16 sampai 18. Dimana pada era ini sudah mulai timbul kesadaran dalam bernegara. Dalam hal ini untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya sehingga lahirlah yang disebut sebagai kapitalisme. 

Namun seiring perkembangannya, pemikiran merkantilisme ini mendapat kritikan dari beberapa tokoh seperti David Hume dan Adam Smith. Hingga pada akhirnya kritikan-kritikan tersebut mengawali berakhirnya era merkantilisme. Walau demikian, praktik-praktik merkantilisme masih dilakukan hingga saat ini oleh beberapa negara. Dengan mengikuti perkembangannya pemikiran-pemikiran merkantilisme modern  inilah  yang biasa disebut sebagai Neo-merkantilisme.

Mengenal Teori Neo-merkantilisme 

Pada dasarnya Neo-merkantilisme memiliki asumsi dasar yang sama dengan merkantilisme. Dimana konsep kebijakan ekonomi politik di mana pemerintah atau negara mengintervensi langsung kegiatan ekonomi dengan melindungi pedagang domestik. Namun, untuk lebih relevan dengan situasi zaman dimana terdapat istilah negara bangsa berdaulat, maka neo-merkantilisme memiliki perbedaan dalam hal praktikal.

Neo-merkantilisme melaksanakan merkantilisme melalui kebijakan proteksi. Dimana kebijakan proteksi ini ialah kebijakan penekanan impor melalui peraturan tarif dan non-tarif. Kebijakan tarif dilaksanakan dengan countervailling duty, bea anti dumping, dan surcharge. Sedangkan pada kebijakan non-tarif dilaksanakan melalui pembatasan kuota, ketentuan teknis, larangan tertentu, dan sebagainya.

Beberapa poin penting terhadap konsep Merkantilisme :

1. Merkantilisme adalah teori ekonomi yang menekankan self-sufficiency melalui keseimbangan perdagangan yang menguntungkan.

2. Kebijakan ekonomi merkantilisme bergantung pada intervensi pemerintah membatasi impor dan melindungi industri dalam negeri.

3. Kebijakan merkantilis modern mencakup tarif dan subsidi industri dalam negeri, devaluasi mata uang, dan pembatasan migrasi tenaga kerja asing.

Ketegangan Hubungan Dagang China dan Australia

Ketegangan hubungan China dengan Australia dimulai ketika Australia menuduh China atas dumping. Australia juga menyerukan kebijakan investigasi asal COVID-19 di Wuhan. Hal tersebut dianggap sebagai campur tangan terhadap urusan dalam negeri dan provokasi terhadap pemerintah Tiongkok. Sejak saat itu, hubungan ekonomi antara Australia dengan China mengalami ketegangan yang semakin meningkat. Tiongkok mulai menerapkan berbagai pembatasan impor produk-produk seperti selai, anggur, daging sapi, kapas dan batu bara Australia. Bagi produk-produk yang tidak dikenakan pembatasan maka dikenakan tarif yang tinggi, bahkan hingga 80 persen. Hal tersebut ditegaskan melalui surat kabar nasional China, China Daily “Salah sendiri Australia ikut-ikutan propaganda Amerika Serikat mengisolasi China. Mereka sendiri yang akhirnya rugi. Ekspor selai Australia ke China biasanya senilai 1,2 miliar Australia per tahun. Sekarang nihil”.

Pada sisi lain, Australia menuding China pada acara tinjauan rutin World Trade Organization (WTO) di Jenewa bahwa sejumlah sanksi tersebut berlandaskan politik. Australia menganggap bahwa pembatasan impor dan tarif tinggi pada produk-produk Australia berlandaskan atas kepentingan politik. “China semakin menguji aturan dan norma perdagangan global dengan terlibat dalam praktik yang tidak sesuai dengan komitmen WTO-nya, ” pernyataan pemerintah Australia dalam AFP. “Dengan merusak aturan perdagangan yang disepakati, China juga merusak sistem perdagangan multilateral yang diandalkan oleh semua anggota WTO”. Padahal China sendiri berkomitmen untuk segera membuka pasarnya, termasuk impor yang proaktif.

Para analis menilai bahwa Canberra berhasil menekan ketegangan hubungan dagang tersebut dengan mengalihkan ekspornya ke negara lain. Australia berhasil mengalihkan fokus dari China menuju ke negara-negara lain seperti India dalam hal batu bara. Hal tersebut membuat ekspor batu bara Australia ke seluruh dunia salah satunya India pada 2021 mencapai 9,5 miliar dolar AS. Hal ini lebih tinggi setahun daripada sebelum diblokir China. “Ekspor ke China diprediksi runtuh pada daerah yang terkena sanksi, tetapi sebagian besar perdagangan yang hilang ini tampaknya telah menemukan pasar lain, ” kata Roland, ekonom utama di Lowy Institute.

Walaupun Australia secara berhasil mengalihkan komoditas ekspornya ke negara-negara lain, namun tidak semua sektor mampu menghadapi. Menurut analis mencatat bahwa Australia mengalami kesulitan dalam mengirimkan daging sapi dan anggur. Bahkan pada awal 2021 China memberlakukan bea masuk anti-dumping terhadap beberapa anggur Australia. Negara tersebut mengklaim telah membuang dan mensubsidi ekspor anggurnya yang berimbas pada kerugian sektor anggur China. “Industri anggur Australia telah berusaha untuk menebus kehilangan pasar premium China, ” tambah Rajah.

Jejak Neo-merkantilisme Dalam Perang Dagang China-Australia

Langkah Proteksionisme: Kedua negara menerapkan kebijakan proteksionis untuk melindungi industri dalam negeri mereka dari persaingan asing. Melalui peningkatan tarif dan pembatasan impor barang terhadap China. Begitu juga sebaliknya, beberapa produk yang di batasi oleh China terhadap Australia seperti selai, anggur, daging sapi. Contoh lainnya, Australia menerapkan tarif impor yang lebih tinggi atau memperketat regulasi impor untuk melindungi industri pertanian dan manufaktur mereka dari persaingan dengan produk-produk impor dari China.

Ekspor dan Impor : Australia dan China berusaha untuk meningkatkan ekspor barang-barang mereka sambil mengurangi ketergantungan pada impor dari lawan dagangnya. Misalnya, sebagai akibat dari pembatasan impor Australia mencari pasar ekspor alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor ke China. Sementara China mencari sumber impor alternatif untuk mengurangi ketergantungan mereka pada impor dari Australia.

Pembentukan Blok Dagang Regional: Negara-negara yang mengadopsi pendekatan neo-merkantilisme mungkin cenderung untuk membentuk blok dagang regional atau mengejar kemitraan dagang yang lebih kuat. Hal ini dapat terlihat dalam upaya Australia untuk meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara-negara Asia Pasifik dan China dalam rangka mengamankan pasar ekspor yang stabil. Hal ini selaras dengan ambisi besar China dalam Belt and Road Initiative yang sudah digaungkan sejak 2013

Penggunaan Keunggulan Kompetitif: Dalam kerangka neo-merkantilisme, negara-negara cenderung memanfaatkan keunggulan kompetitif mereka dalam perdagangan internasional. Australia, misalnya, lebih menekankan pada ekspor sumber daya alamnya seperti batu bara dan bijih besi, sementara China mendorong ekspor produk manufaktur yang lebih modern dan bernilai tambah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat persaingan ekspor barang utama Australia dan China.

Melihat Situasi Hubungan China-Australia Saat Ini

Hubungan China-Australia mulai berbenah ketika Morrison kalah dari Anthony Albanese pada pemilihan umum 2022. Sejak saat itu, hubungan Sydney-Beijing mulai menghangat seiring waktu. Australia meminta agar usahanya mendisverifikasi pembeli agar ekspor tidak bergantung pada China. Namun, pada saat yang bersamaan Sydney juga tengah berupaya untuk memuluskan kembali perdagangan kedua negara.

Kebekuan hubungan ekonomi yang terjadi dengan China telah memukul perekonomian Australia. Sehingga hal ini membuat Australia mau menyelesaikan sebagian masalahnya dengan China. Pertemuan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada 2023 di Beijing, menjadi titik pencairannya kebekuan itu. ”Hubungan China-Australia menuju arah peningkatan dan pengembangan,” kata Xi.

Dengan demikian, sejak menang pemilu 2022, Albanese berupaya untuk memperbaiki hubungan dengan China. Titik puncaknya ketika, Albanese mendatangi China. Albanese mengatakan bahwa siap bekerjasama dengan China pada sektor-sektor yang memungkinkan. Australia juga siap berbeda pandangan dari China. “Kemajuan untuk meningkatkan hubungan kita jelas sangat positif. Perdagangan berjalan lebih lancar dan menguntungkan kedua negara. Kita telah memulai berbagai dialog dan jumlah lawatan bilateral meningkat,” kata Albanese, dikutip dari ABC dan Sydney Morning Herald.

Melihat pada perang dagang yang dilakukan oleh Australia dan China terdapat tirai atau unsur merkantilisme di dalamnya. Kedua negara saling memberikan sanksi, pembatasan ekspor, peningkatan tarif sebagai langkah proteksionis. Walaupun saat ini hubungan Beijing dengan Sydney mulai terbuka kembali, namun kepentingan persaingan ekonomi pasti akan berlanjut. Terlepas dari kepentingan politiknya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun