"Sebaiknya kau tidak tidur disini, aku rasa Karin masih perlu banyak waktu untuk menenagkan diri."ucap Mirna.
"Aku mengerti Mir, aku pamit. Ini nomor teleponku. Kau bisa menghubungiku lain kali. Ohya Mir, besok aku mau ke makam bapak dan ibu." kata pria itu. Pria itu lalu berjalan menuju pintu dan keluar dari rumah.
Mirna hanya memandangi kepergiannya.
Dua bulan berlalu, Karin diterima bekerja di sebuah perusahaan periklanan di kota Yogyakarta. Dia dengan cepat memahami dan mengerti pekerjaan yang diberikan kepadanya. Teman-teman kerja Karin juga senang dengan Karin karena dia mau membantu teman-teman kerjanya yang kesusahan.Â
Sore itu Karin pulang dari bekerja, dia lalu duduk di ruang tamu rumahnya. Dia memikirkan mengenai perkataan tante Mirna seminggu yang lalu. Tante Mirna menceritakan mengenai ayah Karin. Dari hati yang terdalam, Karin masih belum menerima mengapa ayah dan ibunya meninggalkannya sejak kecil, apa salahnya. Karin masih ingat ketika dia masih SD, teman-temannya mengejek karena tidak mempunyai ayah dan ibu. Setiap ada acara penerimaan rapor, yang selalu hadir adalah kakeknya. Tetangga sebelah rumah juga mengatakan bahwa Karin sejak kecil tidak merasakan kasih sayang orang tuanya.
Rasa marah dan sedih menyelimuti hati Karin.
Handphone Karin berdering. Dilihatnya nama tante Mirna muncul di layar handphonenya. Lalu dianggkatnya telepon itu.
"Ya, tante. " kata Karin. " Rin, kamu sudah pulang? kamu segera menyusul tante ke rumah sakit ya." kata Mirna. "Siapa yang sakit tante?" tanya Karin. "Tante kirim pesan di whatsapp." Telepon lalu mati.
Buru-buru Karin melihat aplikasi whatsapp nya. 'Ayahmu masuk IGD, segera kemari.' Hati Karin serasa hampir hancur.
Dirinya lalu bergegas menuju rumah sakit yang diberitahukan oleh tante Mirna.
Dia berlari mencari IGD. Dilihatnya tante Mirna berdiri di depan IGD. "Tante, bagaimana kondisi....bapak." ucap Karin sedikit ragu.