Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cogito dan Kegilaan: Descartes, Foucault

14 Oktober 2024   16:45 Diperbarui: 20 Oktober 2024   08:13 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi - Dokpri

Sekitar tiga bulan lalu, kosa kata kegilaan itu muncul. Gara-gara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin mengutak-atik aturan main dengan mencoba merevisi Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah pasca-terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) justeru menjadi rangsangan kegilaan. 

“Nah ini kegilaan yang perlu kita luruskan,” kata Bivitri Susanti, seorang pakar hukum tata negara.

Maret 2024, kegilaan dipicu oleh adanya dugaan penyimpangan Pemilihan Presiden 2024. Ujaran tentang kegilaan meluncur saat Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, membacakan permohonan sengketa dalam sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK). Apa katanya? 

“Cukup 5 orang hakim konstitusi yang berani menentang tirani demi konstitusi untuk menghentikan kegilaan ini.” 

Kedua kalimat atau kasus itu saja menjadi gambaran awal, betapa pembicaraan tentang kegilaan tidak dipisahkan dari kehidupan politik di tanah air.

Marilah kita membicarakan sejenak tentang kegilaan dalam persfektif yang lain. Kegilaan ternyata bisa menyibak “setan pikiran.” Kemudian, mimpi sebagai ilusi datang kembali. Mimpi dari Rene Descartes memiliki syarat, yaitu ‘keraguan’. Mimpi itu tidak pasti atau jelas. 

Seberapa besar nyali pikiran kita dibangkitkan dari kegilaan?

Ia menjadi musuh, tetapi ia bukan dari luar dirinya. Descartes menolak representasi di luar pikiran. Kecuali ‘setan pikiran’ yang menggoda Descartes. Dia sepenuhnya memiliki peran besar untuk membangkitkan kegilaan menantang indera (tungku, api dan asapnya ditemukan di bumi).

Terlalu lama kita menjauhi di luar diri, maka waspadailah tirani bercokol di dalam dirinya! Khayalan menari-nari di sekeliling kemajuan “tubuh baru”; ia menggantikan rasa haus dari tubuh berubah menjadi haus darah: darah saudaranya sendiri. Satu hal yang belum berubah, bahwa kita menggunakan rambu-rambu kegilaan? 

Pikirkanlah rambu-rambu lain! Kita berutang budi kepada spesies kegilaan atas keakuannya sendiri daripada menjadi pemamah biak dan benalu keabadian bersama dengan nabi-nabi gadungan. 

Ataukah selama ini kita hanya mampu berbisik di tengah musuh dalam selimut?

Jejak-Jejak

Bagi subyek-subyek yang berkata ‘ya’ pada firasat yang telah tercemar melalui pencernaan, yang mempertuankan gejala sensasi justeru tidak pernah puas atas apa-apa yang ada dalam perut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun