Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Runtuhnya Akun Fufufafa di Hadapan Netizen

17 September 2024   06:02 Diperbarui: 27 September 2024   21:24 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekan-pekan ini ada yang heboh di jagat media sosial. Sebab turunnya sampai di tingkat kehebohan dari kabar yang sudah membludak di jagat medsos tentang seorang anak nomor satu di republik, yang diduga sebagai empunya akun Kaukus Fufufafa. Di akun itu tersebar postingan tanpa tarif puluhan juta. Padahal akun itu sudah lama terpendam, mendadak dibongkar oleh netizen. Tidak ayal, netizen sibuk melahap sasaran empuk berupa kata-kata atau tulisan yang "berdansa" di akun medsos sudah menjurus hinaan dan serangan lainnya ke pihak-pihak tertentu.

Akun Kaskus Fufufafa yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka nyaris luput dari sorotan. 

Ah masa sih? Dari mana permulaannya, kita tidak tahu persis? 

Tidak dinanya, cuma netizenlah yang mulai membongkar kedok dan melacak jejak-jejak digital seputar akun. Tidak habis pikir, kata-katanya ternyata saling bertautan antara satu akun dengan akun yang lain.

Sesungguhnya juga netizen membongkar kedoknya sendiri lewat akun Fufufafa karena dua hal. 

Pertama, netizen seakan tidak pernah tidur dan diam saat kebohongan melanda dan ketidakadilan merajalela di negeri kita. Netizen berkoar-koar di medsos dengan menunjukkan watak "garang" terhadap ketidakberesan aparat negara. 

Kedua, netizen dianggap sebagai netizen yang tidak tahu sopan santun di jagat medsos. Mereka melabrak begitu saja dengan cuitan atau tulisan bernada sindiran nyelekit. Bagaimana netizen yang "benci," benar-benar cinta? Geli bercampur kesal dari netizen karena negeri damai dan sejahtera yang bebas korupsi tak kunjung datang.

Sebaliknya, malah netizen suka misuh-misuh, memaki pihak lain tanpa ampun dan tanpa ramah tamah nyaris setiap hari di medsos, termasuk platform X. Konyolnya, antara satu akun dengan akun berikutnya untuk Fufufafa saling bersahut-sahutan dalam topik panas yang sama di jagat medsos.

Diakui, netizen nampak sulit diinterupsi. Sekali bersuara, ledakan sosial lewat medsos tidak terelakkan.

Tetapi, semuanya itu diharap maklum lantaran netizen adalah tetap netizen. Suara keras netizen lebih hidup daripada orang-orang yang "tiarap" dan cari aman. Wajarlah, netizen sebagai intelijen rakyat.

Lah, mengapa kita tiba-tiba disuruh melupakan gegernya akun Fufufafa gara-gara ada gejala adu domba Prabowo Subianto lawan Gibran Rakabuming? 

Baiklah. Misalkan, orangnya memang tidak meleset, ditambah kejadiannya ketika momen Pemilihan Presiden satu dekade yang lalu. Justeru sepuluh tahun sulit dilupakan apalagi dikatakan belum tentu akun Gibran. Ingin ngeles apalagi Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Budi Arie Setiadi dan pihak yang membelanya mati-matian.

Padahal, kita tahu hasil perkembangan mutakhir menunjukkan akun tersebut adalah milik orang yang sama. Sekarang, coba kita pertanyakan validitas data dan keakuratan informasi lewat akun Fufufafa? Silahkan mempermasalahkannya ke mas Roy Suryo atau ke netizen?

Siapa yang menulis di akun Fufufafa? Bahwa jawaban pasti memang pada orang yang ditautkan dan dicocokkan dari satu akun ke akun lainnya. Hasilnya, 99,99 persen adalah akun milik Gibran. Jika kita menyimak video, apa yang dikatakan mas Roy Suryo itu sohih banget. Siapa lagi yang bisa membantah analisis netizen dan mas Roy Suryo? Ayo, tidak usah sungkan-sungkan!

Didahului oleh nitezen dengan investigasi-investigasi yang tajam, apa tidak bisa dipercaya ketimbang omongan para pelayan dan tukang klarifikasi? Coba lagi, kita bertanya pada diri masing-masing? Pakai jurus algoritma dan teknik analisis apalagi yang tersisa sekaitan akun Fufufafa yang kerap bernada menjelekkan Prabowo Subianto. 

Tidak heran, para netizen juga menilai bahwa buat apa Gibran menulis di akunnya tidak layak sebagai anak presiden. Ini yang agak sulit masuk akal.

Andaikata dalam posisi terduga pemilik akun Fufufafa, Anda merasa gampang menulis pakai pikiran jernih agar tidak sampai pusing tujuh keliling. Kadangkala yang terduga pemilik akun membuka kamus atau mencari sumber referensi sesuai ukuran kepalanya. Belum lagi harus menemukan ide atau konsep dasar tentang dunia menurut apa yang ada di kepalanya.

Selanjutnya, dia berusaha untuk memverifikasi hingga mempertajam analisis atas lingkungan strategis. Daripada menikmati honor yang tidak jelas, lebih baik menulis di akun dengan konten ecek-ecek sembari ongkang kaki sudah dapat puluhan juta. Betul, ini kisah nyata.

Jika tidak percaya, jadilah anak presiden! Bukan anak presiden direktur perusahaan, melainkan anak presiden Republik Indonesia. Hal itu saja yang bisa kita katakan, yang terdengar cukup enteng diucapkan daripada pakai jurus mabuk di jagat medsos. Lagi pula, apa faedahnya mengeksploitasi kata-kata demi kesenangan pribadi untuk menyudutkan orang yang dianggap lawan politik di akun Fufufafa, misalnya, tanpa disadari bakal berdampak paling tidak secara psikis di tahun-tahun selanjutnya.

Netizen juga manusia yang memiliki mata dan otak sebagaimana Homo Sapiens menggunakan sejak beribu tahun yang lampau untuk mengetahui hingga memburu obyek seperti seekor kijang dengan senjata tajam yang sudah maju di zamannya. 

Di era medsos, netizen memiliki pengalaman setelah banyak berselancar di dunia maya dan sering menghadapi pembicaraan yang tertulis di salah satu akun atau platform medsos.

Sejak dulu, ketika leluhur kita memegang teguh apa yang disebut kata jujur. Makanya, sekali orang apalagi pejabat mulai berbicara bohong di medsos, orang yang sama akan tidak dipercaya lagi omongannya oleh netizen. Mereka tidak lagi melihat pejabat bak singa yang lapar atau kijang yang takut sama singa. Lebih dari itu, netizen mampu melihat, yang mana "musang berbulu domba" dan mana yang tulus dan murni berbicara, sesuai lidah dan tindakan.

Dikatakan bohong jika seseorang yang ada di akun Fufufafa sekadar candaan biasa. Bohong jika ada pejabat atau juru bicara mengatakan akun Fufufafa bukan milik Gibran. Ini bukan soal hitam putih dan perkara etis. 

Setiap klarifikasi sudah dibantah dengan bukti-bukti secara teknis dan analitis melebihi dugaan awal tentang akun Fufufafa sebelumnya. Netizen sudah mengetahui dari akun Fufufafa, akun Chili Pari hingga nomor telepon Gibran ternyata terjalin kelindan antara satu dengan yang lainnya.

Ketika seseorang berbohong, secara ilmiah muncul sinyal-sinyal elektrik dari mata atau mulut ke otak. Lalu, sinyal-sinyal yang terhubung dengan akun di medsos mampu merangsang neuron-neuron   yang melancarkan serangan sinyal-sinyal melalui tulisan atau kata-kata yang terhubung dengan setiap akun yang dimilikinya. Saling mengaitkan lintas akun yang dimilikinya akhirnya terbangunlah sebuah kesimpulan jika yang punya akun adalah orang yang sama.

Kendatipun Gibran Rakabuming dibolak-balik ke sana dan ke sini, dia tetap tertaut antara satu akun dengan akun lainnya. Menariknya, tulisan dengan pemilik akun yang beragam dalam orang yang sama sudah mengunggah lebih empat juta tayangan. Sejak 2013, tulisan unggahan Fufufafa sudah ditemukan netizen. Ini benar-benar berganti dari taraf penyelidikan ke taraf penjelajahan netizen.

Apa bukti sehingga tukang klarifikasi sulit berkelik dari akun Fufufafa adalah milik Gibran? 

Hasil penyelidikan netizen, bahwa ada 2.100 unggahan akun Fufufafa dihapus secara sengaja. Muncullah tanda tanya besar. Mengapa? Terserah dari nerizen untuk menilainya. Apakah pemilik akun dan pihak yang ada dibelakangnya sudah panik atau merasa terdesak? Hanya waktu yang akan berbicara. 

Kabar paling anyar, akun Fufufafa akhirnya juga membuat kisah sukses saat dibocorkan oleh Anonymous and AnonGhost Indonesia dengan menyempurnakan temuannya, meliputi link telegram berisi data pemilik akun Fufufafa lengkap nama, tanggal lahir, alamat, data istri, orangtua hingga kendaraan milik Gibran. 

Begitulah jawabannya: "Ya tanya yang punya akun," tutur Gibran. Bukti apalagi yang Anda kelabui?

***

Netizen lahir dari ledakan medsos. Netizen sekalipun sebagian tanpa sadar bermain dengan algoritma dan hasrat untuk mengetahui ditandai dengan kekeraskepalaan untuk melacak jejak-jejak digital Fufufafa bersama tautan akun lainnya. Netizen memiliki petualangan dengan menggabungkan algoritma dan hasrat untuk mengetahui tentang siapa pemilik akun Fufufafa. 

Pada satu fase, netizen mampu mengubah keterbatasan dirinya dengan memanfaatkan alat digital untuk memisahkan dirinya dengan mesin. Ia tidak berarti netizen menjadi "kelinci percobaan" di tengah jagat maya.

Sudah bukan rahasia umum, netizen mencoba untuk meruntuhkan klarifikasi dari pejabat soal akun Fufufafa seraya menyingkirkan tembok penghalang antara rasa takut dan insting. Netizen juga menjadi bagian dari keterlibatannya untuk mengguncangkan dunia seperti ributnya tentang akun Fufufafa di antara kebenaran algoritma perlahan-lahan menghilang dalam permainan tulisan atau kata-kata.

Mungkin ini terlalu jauh membayangkan akun Fufufafa. Wah, demi menanggapi pernyataan dari seorang profesor tentang hitam putih sudah ada sejak ribuan tahun silam. Kecuali lapar, takut atau berani. Insting dan insting.

Katakanlah, seekor kijang lari karena takut pada singa. Singa yang lapar. Kijang juga lapar. Pun manusia takut sama singa sekaligus manusia berani membunuh singa. Begitulah terus kisahnya. Singa sebagaimana manusia punya insting untuk membunuh, makan dan seterusnya. Ini di zaman Homo Erectus. Lalu, datanglah Homo Sapiens yang menyatukannya dengan imajinasi, ingatan, dan pikiran paling tidak 10.000 tahun yang lampau.

Jika akun kaskus Fufufafa seperti angin berlalu begitu saja tanpa sama sekali digubris oleh netizen, mungkin tidak ada istilah Wapres kosong. Sejauh ini, ia bukan isapan jempol belaka. Adalah patut diakui, saking hebatnya akun Fufufafa, sehingga juru bicara dan tukang klarifikasinya dari istana dan Menkominfo.

Begitu kocaknya, yang klarifikasi dari ketua relawan dengan modal retorika yang ngelantur bahkan somplak logika. Karena itu, netizen bisa saja memata-matai setiap "senti" kata-kata atau tulisan di akun kita, tetapi mendompleng dari keberhasilan yang menyakitkan setelah mengunggah atau cuitan di akun pribadinya.  

Bayangkan, seandainya akan terjadi 20 Oktober. Apa yang terjadi?

"Itukah foto yang akan terpampang di setiap perkantoran, sekolahan, kampus, dan lain-lain selama lima tahun ke depan! Karena keduanya adalah presiden dan wakil presiden terpilih pilihan mayoritas penduduk Republik Indonesia!" 

Netizen mungkin akan butuh beberapa dekade ke depan untuk menjelaskan peran dan tugasnya di jagat maya, terutama di medsos. Penyelidikan netizen yang jitu tidak terjadi dalam semalam suntuk. Mereka butuh pikiran dan pengalaman yang banyak untuk membuktikan bahwa pemilik akun adalah ini dan itu.

Coba kita perhatikan satu kalimat dari netizen: "Perbanyak ta'awudz (memohon perlindungan dari bisikan sang jahat) kalau masuk kantor, sekolahan atau apa yang ada foto yang sebelah itu!" 

Secara khusus, seandainya lagi muncul cuitan netizen menohok karena berani menyamakan foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan roh jahat, setan, genderuwo atau sebangsanya. Apa yang Anda bayangkan?

Seseorang harus berkomat-kamit dengan ayat atau doa perlindungan dari kejahatan tatkala memasuki ruangan perkantoran dan sekolah. Atau ini cuma penyelidikan netizen yang meresahkan sepihak tanpa diangkat sebagai masalah yang serius? Betapa lucunya yang tidak lucu seputar klarifikasi juru bicara dan analisis netizen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun