Sudah bukan rahasia umum, netizen mencoba untuk meruntuhkan klarifikasi dari pejabat soal akun Fufufafa seraya menyingkirkan tembok penghalang antara rasa takut dan insting. Netizen juga menjadi bagian dari keterlibatannya untuk mengguncangkan dunia seperti ributnya tentang akun Fufufafa di antara kebenaran algoritma perlahan-lahan menghilang dalam permainan tulisan atau kata-kata.
Mungkin ini terlalu jauh membayangkan akun Fufufafa. Wah, demi menanggapi pernyataan dari seorang profesor tentang hitam putih sudah ada sejak ribuan tahun silam. Kecuali lapar, takut atau berani. Insting dan insting.
Katakanlah, seekor kijang lari karena takut pada singa. Singa yang lapar. Kijang juga lapar. Pun manusia takut sama singa sekaligus manusia berani membunuh singa. Begitulah terus kisahnya. Singa sebagaimana manusia punya insting untuk membunuh, makan dan seterusnya. Ini di zaman Homo Erectus. Lalu, datanglah Homo Sapiens yang menyatukannya dengan imajinasi, ingatan, dan pikiran paling tidak 10.000 tahun yang lampau.
Jika akun kaskus Fufufafa seperti angin berlalu begitu saja tanpa sama sekali digubris oleh netizen, mungkin tidak ada istilah Wapres kosong. Sejauh ini, ia bukan isapan jempol belaka. Adalah patut diakui, saking hebatnya akun Fufufafa, sehingga juru bicara dan tukang klarifikasinya dari istana dan Menkominfo.
Begitu kocaknya, yang klarifikasi dari ketua relawan dengan modal retorika yang ngelantur bahkan somplak logika. Karena itu, netizen bisa saja memata-matai setiap "senti" kata-kata atau tulisan di akun kita, tetapi mendompleng dari keberhasilan yang menyakitkan setelah mengunggah atau cuitan di akun pribadinya. Â
Bayangkan, seandainya akan terjadi 20 Oktober. Apa yang terjadi?
"Itukah foto yang akan terpampang di setiap perkantoran, sekolahan, kampus, dan lain-lain selama lima tahun ke depan! Karena keduanya adalah presiden dan wakil presiden terpilih pilihan mayoritas penduduk Republik Indonesia!"Â
Netizen mungkin akan butuh beberapa dekade ke depan untuk menjelaskan peran dan tugasnya di jagat maya, terutama di medsos. Penyelidikan netizen yang jitu tidak terjadi dalam semalam suntuk. Mereka butuh pikiran dan pengalaman yang banyak untuk membuktikan bahwa pemilik akun adalah ini dan itu.
Coba kita perhatikan satu kalimat dari netizen: "Perbanyak ta'awudz (memohon perlindungan dari bisikan sang jahat) kalau masuk kantor, sekolahan atau apa yang ada foto yang sebelah itu!"Â
Secara khusus, seandainya lagi muncul cuitan netizen menohok karena berani menyamakan foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan roh jahat, setan, genderuwo atau sebangsanya. Apa yang Anda bayangkan?
Seseorang harus berkomat-kamit dengan ayat atau doa perlindungan dari kejahatan tatkala memasuki ruangan perkantoran dan sekolah. Atau ini cuma penyelidikan netizen yang meresahkan sepihak tanpa diangkat sebagai masalah yang serius? Betapa lucunya yang tidak lucu seputar klarifikasi juru bicara dan analisis netizen.