Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jadi Humor dan Omong Kosong Kolonial

18 Agustus 2024   15:17 Diperbarui: 18 Agustus 2024   16:20 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sini, siapa yang salah? Untungnya, seperti kolonial Belanda, selain membangun peradaban modern di abad ke-19, sebutlah kereta api, kendaraan roda empat dan dua, juga paling penting cara berpikir maju, lebih modern. Yang kala itu, bangsa kita tidak mengenal dan membuat apa yang dihasilkan oleh Belanda.

Siapa yang bisa membantah fakta sejarah? "Kok betah sampai 10 tahun sih pak, padahal tiap hari dibayangin." Kemarin, acara  mewah mitoni tujuh bulanan menantu berlangsung di Istana Bogor, benar atau tidak?"

Jadi, poinnya, warisan kolonial itu bukan dari bentuk-bentuk fisik belaka. Warisan kolonial bukan sekadar peninggalan monumental bangunan istana, kantor-kantor, perumahan dinas, penjara, dan sebagainya. Bersyukurlah, kira harus belajar ke kolonial Belanda soal ilmu konstruksi. 

Katakanlah, bangunan benteng perkasa, yang berdiri kokoh hingga berabad-abad lamanya. Taruhlah contoh kecil, sistem drainase atau gorong-gorong warisan kolonial Belanda sudah ratusan tahun bertahan.

Semuanya itu adalah hasil pemikiran kolonial. Memang benar, bangsa yang ingin melompat jauh ke depan mesti dimulai dari revolusi pemikiran filsafat dan ilmiah. Andaikata, bangsa, sang nusantara memulai membangun peradaban sekurangnya dari kedua revolusi tersebut.

Lihatlah! Revolusi industri di Inggris, itu berangkat dari buah pemikiran filsafat dan ilmiah.

Sekarang, karena ada alasan bangunan baru hasil karya anak bangsa, yang beraroma kolonial terasa enggan lagi untuk dikenang sebagai bukti-bukti modernitas. Kita tahu apa? Konflik melulu di atas alasan dinamika? 

Paling tidak kita menyontek hasil karya dari pihak paling, jika bukan adaptasi atau inovasi? Bukankah kerja paksa dari Anyer sampai Panarukan sebagai hasil karya sebagian besar rakyat nusantara?

Kita sadar, jalanan dan bangunan di zaman kolonial itu dari sebagian besar kerja kerja para rakyat jelata. Selebihnya dari pikiran dan komando bangsa kolonial. Sisanya, para bos kolonial, para tuan tanah, dan para penguasa lokal yang menikmatinya. Jika itu hasil bangunan modern dari pemikiran maju kita, mustahil kita gampang dijajah?

Adalah masuk akal, ketika Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Berarti secara otomatis pemerintah memberi izin Hak Guna Usaha (HGU) bagi investor termasuk investor asing di IKN selama 190 tahun.

Apa hubungannya dengan "bau" kolonial?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun