Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bukti Bahwa Moderasi Beragama Belum Selesai

22 Juli 2024   17:59 Diperbarui: 15 Januari 2025   09:30 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok garis keras dalam kekerasan simbolik dan bahasa muncul bersamaan sekaratnya hal-hal yang sakral (agama, moral) dicerminkan dengan menggumpal dan meledaknya bentuk-bentuk kekerasan ideologi dan orang-orang yang meneriakkan perlawanan padanya.

***

Belakangan saya agak bagaimana begitu. Soal ideologi Islamis garis keras (yang ditengarai talah "nyatroni" tubuh organisasi moderat). Terus, siapa yang salah. Ya, organisasi moderat itu sendiri yang salah?

Kenapa? Ini toksik-toksikan pikiran saya dan red flag segala. Ini salah satu alasannya. Asyik masyuk, ngegas hingga eporia
pembangunan amal usaha dengan segala sarana dan prasarananya yang mentereng (kita boleh banggalah). Tapi, tajdid al-afkar ad-dini (pembaharuan pemikiran dalam agama) belum greget. Belum dahsyat! Produk fikih, oke banget, tetapi tidak cukup. Cuma, istilahnya, adaptasi dengan lingkungan strategis, di luar.

Maka, ruang kosong yang melengahkan itu bikin organisasi moderat anggap "biasa-biasa" saja. Sehingga enteng "tertular" dan akhirnya "benteng jebol." Ribut-ribut pun jadi osongan dan "berisik" di medsos.

Lucunya, kita yang dianggap macam-macam karena punya pikiran bebas, liberal, dan sekuler disuruh istigfar. Kita disuruh hati-hati dalam berbicara dan bernarasi secara tertulis. Kita juga malah dianggap antek-antek sekuler dan kapitalis (menggelikan sekali).

Di luar semua hal tersebut, maka sebagian orang memang tidak suka berdebat. Tidak apa-apa sampai berdebat soal agama. Itu menandakan ruang dialog masih hidup.

Kita pada tahu, bahwa doeloe (persfektif sejarah), para bapak pendiri bangsa berdebat secara tajam soal landasan pemerintahan Republik Indonesia pasca kemerdekaan.

Aha! Perdebatan antara Soekarno dan ulama soal dasar negara? Ayo, kita buka kitab gondrongundul! Eh, siapa juga kita karena kita bukan Mbah Google, plus referensi lain!

Habis para bapak pendiri bangsa cukup doyan berdebat, dingin pula kepala mereka. Ya, sudahlah!

Bayangkan, sampai 22 Agustus 1945 belum ada kesepakatan apa landasan pemerintahan Republik Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun