Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bukti Bahwa Moderasi Beragama Belum Selesai

22 Juli 2024   17:59 Diperbarui: 15 Januari 2025   09:30 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi - Dokpri

Belum lama berselang, Jamaah Islamiyah (JI) menyatakan dirinya bubar. Kita telah menyimak di media tentang buyarnya Jamaah Islamiyah dengan tanda curiga dan masih ada dugaan yang lain. 

Apa kabar Kementeriaan Agama, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama? Ya, ketiganya paling getol menyuarakan moderasi beragama. Tentu, sapaan saya tidak hanya tertuju pada kementerian dan organisasi tersebut. Saya yakin, masih ada sederet organisasi sosial keagamaan lainnya turut membela moderasi beragama.

Nyatanya, momok pasca-Jamaah Islamiyah sebagai bukti bahwa moderasi beragama belum selesai. Terlepas dari kewasapadaan pada terorisme, maka tanda zaman kita diantaranya adalah pelepasan dan penolakan berupa obyek dan aura kekerasan.

Kita juga telah diberitahukan, bahwa apapun bentuk teror dari kelompok garis keras dan dari individu manapun akan memproduksi ketakutan luar biasa. Wujud teror melipatgandakan "bom bunuh diri," serangan bom dan senjata lainnya.

Bom bunuh diri sungguh-sungguh sebagai sebuah mekanisme sangat menantang maut. Ia sungguh-sungguh sebuah mesin pembunuh di sekitar kita bagai momok.

Demikian pula, mimpi kita betul-betul nyata, ketika mereduksi teror dengan tanda zaman. Dalam mimpi dan khayalan yang terepresi seketika, membuat luar biasanya terorisme menjadi model kekerasan yang diboncengi oleh rezim diskursus ekonomi dan politik, yang dilepaskan sebagai represi utama.

Lalu, akhir dari halusinasi terindah tentang adegan yang tidak nampak dari terorisme tanpa terpaksa dibayar dengan harga seberapapun. 

Dalam keseimbangan kekuatan ideologis, mesin perlawanan terhadap teroris datang dari pengingkaran atas realitas (kaya-miskin, kemajemukan) pada saat kita tidak mampu membayangkan seluruh korban kekerasan dari adegan yang tidak nampak di atas panggung (panggung ada dimana-mana). 

Kemana pun kita pergi akan selalu melihat suatu kekuatan dari ritual perlawanan untuk menundakan ritual kematian akibat teror bom (dimulai dari ciutnya nyali).

Ada sesuatu yang terjadi secara diam-diam. Di sini tentang kekerasan tanpa fisik dari perang ideologi (terorisme) yang terencana dan tersembunyi justeru berubah menjadi sesuatu yang tidak terpikirkan. 

Toh, di balik produksi material belaka yang dipercaya oleh sebagian manusia sebagai faktor utama dari kesejahteraan sosial perlahan-lahan akan terjatuh dalam kehampaan. Kita tahu, bibit-bibit kekerasan sosial dipicu diantaranya oleh sering perut lapar. Nah, ia bisa menyerang pikiran dan tidak mustahil mengarah pada korslet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun