guru termasuk guru honorer secara berat sebelah berarti membunuh masa depan.Â
Memberhentikan
Kebijakan "cleansing" guru honorer jadi masalah serius. Ampun! Ia sama seriusnya masa depan gelap gulita di negeri kita. Jika dianggap enteng atau sekadar kelas ecek-ecek masalahnya, perlahan-lahan akan berubah jadi semraut hingga ambyar.
Apa hal itu penting? Buat apa ada bonus demografi?Â
Jika slogan bombastik kurikulum merdeka, misalnya, jelas bisa terbukti tergerus karena cleansing guru honorer.Â
Untungnya, cleansing atau pembersihannya bukan cleansing etnis suku bangsa. Sungguh terlalu memberhentikan guru honorer tanpa awan, tanpa petir menyambar-nyambar, tiba-tiba banjir bandang!
Menurut pembacaan saya dan kurang lebih Anda bagaimana? Jika dirangkum pembacaan atas cleansing guru honorer seperti begini.Â
Itupun jika dianggap sebagai kasus. Mungkin masalah, itu sama saja dengan kasus cleansing guru honorer.
Secara sosiologis, katakanlah daya hidup dari kelas menengah yang mampu mengelola kecerdasan di luar lingkungan keluarga kita adalah guru. Baik itu guru ASN maupun guru honorer.
Lebih khusus lagi, yang membuat tugas mulia itu berubah menjadi kisah pilu, diantaranya kebijakan cleansing atau pemberhentian guru honorer di DKI Jakarta. Atas kejadian ini, guru honorer merupakan posisi strategis dari guru secara umum, akhirnya berkesan seakan dipandang "sebelah mata" karena cleansing dengan berbagai alasan dari atasan.
Tentu saja, pemberhentian guru honorer muncul banyak versi. Dari versi perangkat daerah seperti Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengatakan bahwa pemberhentian guru honorer salah satunya sebagai akibat guru honorer tersebut bukan Aparatur Sipil Negara (ASN).Â