Dalam rombongan yang sama, ada juga Mbak-Mbak dengan senyum merekah. Senang dan bahagia mereka dianggap oleh netizen yang kontra membungkam kekejaman zionis Israel.Â
Entah berapa banyak lagi warga di Gaza dan wilayah Palestina lainnya yang mati gara-gara menjadi korban genosida. Semuanya itu sangat mengerikan dan sulit untuk diungkapkan.
Penjajahan, genosida hingga pembersihan etnis Palestina sebagai fakta hilangnya rasa kemanusian dan perikeadilan.Â
Hujatan dan kecaman bertubi-tubi dari sebagian besar warga medsos sudah tentu juga menjadi alasan mengapa zionis Israel sebagai musuh nyata, simbolik atau imajiner bagi dunia. Jelaslah, kekejaman zionis Israel adalah musuh bagi kemanusian dan dunia muslim.
Setelah memerhatikan konten berita kelima intelektual Nahdliyin, mendadak saya ingat Gus Ulil (sapaan akrab Ulil Abshar Abdalla). Dia seorang jebolan Ph.D Amerika. Gus Ulil salah seorang pentolan pemikir Islam liberal di tanah air. Saya pun nge-klik untuk komentar atas berita panas itu. "Syukurlah, Gus Ulil nggak ikut." Begitu bunyi komentar saya di medsos X.Â
Nyatanya juga, komentar saya tidak sebanyak dan sedahsyat komentar para netizen di medsos dengan rasa bete abis tingkat tinggi.Â
Yang penting kita tidak ikut larut dan mencoba menarik benang merah seraya menjadi pelajaran bersama. Terus, yang lunak dan keras suaranya di medsos dibawa santai saja.
Saya dan mungkin Anda tidak ingin "mengkompori" suasana yang sudah panas di medsos. Kami sok-sokan pahlawan. Daripada mengungkit luka dan ikut nimbrung dalam lautan emosi para warga medsos, kita lebih mending berkomentar apa adanya.
***
Kita akui, anak-anak muda Nahdliyin itu cerdas-cerdas. Mereka memang beda dengan gaya yang lain.Â
Pokoknya, mereka kocak dan unik. Karena problematis sehingga anak-anak muda Nahdliyin menantang kita berpikir.Â