Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Pasca Manusia dari Juara Miss AI Pertama Berhijab

11 Juli 2024   10:25 Diperbarui: 11 Juli 2024   19:56 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi - Dokpri

Mimpi apa kita semalam? Saya benar-benar tidak percaya. Sekilas nampak wanita anggun bak bidadari nyaris tanpa cacat. Di kepala saya bertengger bukan sanjungan dan pujaan berlebihan, kecuali pengakuan tulus. 

Ah, masak iya? Miss Universe ada sebagaimana Miss Artificial Intelligence (AI) itu nyata. Bagaimana simpelnya? Wujud artifisial yang dialamiahkan. Jika manusia bisa senyum, Miss AI juga bisa senyum seperti manusia melalui tubuh non biologisnya.

Miss Universe, 'Ratu Kecantikan Sejagat' secara alamiah ditiru dan dilipatgandakan dengan Miss AI. Kita melihat wujud murni ditunda oleh wujud mesin, yang berwajah manusia. Asyik juga ini makhluk. Miss AI adalah sesuatu yang tidak nyata, tetapi ada. 

Ia bahkan lebih nyata dari yang nyata. Contohnya, kakinya berdiri di atas lantai, matanya bisa melihat kita.

Biar saja orang menilai soal apa motif perempuan berhijab antara fesyen dan syar'i. Untuk hal ini, busana hijab antara fesyen dan syar'i sudah lewat di hadapan perempuan bionik sebagai Miss AI menyabet juara pertama di kontes kecantikan sejagat mesin. Lagi pula, Miss AI itu tidak merasa dipaksa apalagi tertekan untuk berhijab karena kosong dari nurani, emosi atau pilihan bebas.

Sejauh yang kita lihat tatkala 'ketidakhadiran kontes kecantikan secara alamiah adalah kelahiran Miss AI'. Padahal kita tahu, Ratu Kecantikan Sejagat secara alamiah juga tidak luput dari polesan atau tata rias tubuh.

Mengkhayalkan itu tidak apa-apa, yang penting kepala kita tidak mengumbar fantasi berahi yang ganas. Satu kontestan kecantikan AI atau lebih berlengga-lenggok di atas cat walk seperti para model kecantikan secara alamiah ditampilkan di atas panggung. 

Beberapa media dan media online meliput atau menjepret kontestan kecantikan AI yang digelar oleh Fanvue World AI Creator Award (WAICA). Seumur-umur, baru kali ini digelar Miss AI hingga mencapai 10 finalis.

Akhirnya, Kenza Laily sebagai influencer imajiner mengungguli 1.500 model lainnya dalam proses seleksi kecantikan virtual sejagat. Diakui, pakaian, tangan, dan mata Kenza Layli menjadi pintu masuk kecermatan dalam membuahkan detail.

Saya mencoba menyimak Kenza Layli sebagai juara Miss AI Pertama berhijab dari Maroko di video, medsos. O, mimik, gerakan tangan, dan gestur tubuh lainnya lumayan hidup! 

Miss AI, Kenza Layli berbicara dalam bahasa Arab. Tentu saja, dia doyan berbahasa Inggris dan bahasa lainnya sesuai AI.

Sepintas memang Kenza Layli yang robot AI beda tipis dengan "Laela" anak desa. Cuma sang Miss AI ini tidak buru-buru nafsu seperti manusia pada umumnya.

Karena wujud artifisial, maka Kenza Layli tidak punya fase anak-anak, pertumbuhan, dewasa hingga tua. Di fase dewasa, ia sengaja dirancang sebagai perempuan artifisial yang tidak pernah terdengar bahwa ia punya hasrat untuk mengkonsumsi alat kecantikan atau belanja di mal, misalnya. Ia datang dari sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya.

Jika kita menunggu jawaban darinya, seperti mengapa ia berjenis kelamin perempuan. Ia tidak punya sepotong rasa untuk bersedih atau ketawa ngakak saat ia berwujud manusia artifisial.

***

Zaman anyar adalah zaman yang sudah berubah. Tubuh yang melekat pada Kenza Layli telah keluar dari tubuh biologis. 

Dari situlah bentuk 'pasca-manusia' dilahirkan, yang memencar dari satu ruang ke ruang lainnya. Suatu tubuh robot yang dipolesi layaknya tubuh alamiah manusia, yang lenyap dari tubuh biologi ke jelmaan yang terus menyebar.

Suatu sudut pandang yang mengatakan bahwa pikiran manusia dicangkokkan ke robot perempuan dalam ajang kecantikan AI melalui non tubuh alamiah dan murni. Kita tidak anggap Kenza Layli sebagai juara Miss AI Pertama di antara kelompok makhluk pasca-manusia semata-mata pemuas hasrat melalui fesyen.

Apa yang kita impikan dari perempuan artifisial tanpa mimpi buruk justeru keluar dari fantasi kosong di balik jenis kelamin dalam kenampakan yang nyata. Kenza Layli dan para model sejenisnya bertumpu pada wujud material (wajah, mata, hidung, bibir, tangan hingga kaki) diharapkan tetap hidup, sekalipun dalam bentuk yang berbeda.

Bisa jadi, Ratu Kecantikan Sejagat dengan tubuh biologisnya terancam tidak lagi memancarkan pesona atau memantulkan kecantikan alamiah akibat mereka bisa direkayasa oleh mesin lewat bedah plastik. Mungkin kita akan menyaksikan tontonan pasca-manusia yang tidak terpikat dengan pilihan bebas kelamin yang disenangi.

Suatu saat, manusia akan melihat "akhir manusia" yang tersapu oleh zaman mesin baru dengan kehadiran sosok kecantikan artifisial. 

Kata lain, manusia diantaranya juri kontes kecantikan AI sejagat telah memanggungkan ketidakhadiran manusia secara biologis.

Dalam kata-kata polos terjalin kelindan antara perempuan bionik sebagai Miss AI termasuk berhijab dan perempuan alamiah sebagai Miss Universe malah menjurus pada 'hilangnya jenis kelamin'.

Hilangnya oposisi kami dan mereka dipicu oleh kelamin dan tanpa kelamin atau berhijab dan yang tidak, melainkan perbedaan di balik materi tubuhnya. Apa itu? Nurani, jiwa, intuisi. 

Yang menarik adalah Kenza Layli dan perempuan AI lainnya yang dimuliakan persis para perempuan agung yang dihormati sama-sama melengkapi kehidupan.

Jebakan kontes kecantikan AI dan yang bukan terletak pada permainan membuat-buatan yang datang dari dirinya sendiri. Baiklah, Miss AI sebagai mesin yang bisa berpikir dan berbicara. Lalu, apa yang luput dari benak kita adalah tetap ada upaya untuk membedakan manusia dan mesin. 

Hai, apakah saya Kenza Layli adalah manusia atau mesin? Perempuan alamiah yang sungguhan juga apakah saya manusia atau mesin? Kenza Layli bisa membuktikan dirinya sebagai makhluk berjenis kelamin. 

Perempuan atau laki-laki? Ini lagi-lagi perbedaan secara kasat mata yang bisa rapuh dan absurd.

Sekarang, yang kasat mata. Coba kita periksa secara teliti tubuh artifisial dan tiruan berpikir memiliki daging dan darah? Harap Anda tidak menjawab secara lisan. Cukup membatin saja! 

Ajaibnya, Kenza Layli dan sejenisnya bisa menggoda dan menciptakan tipuan yang memikat. Di situlah sulitnya membedakan manusia dan mesin. Keduanya bisa menggoda. 

Tetapi, lucunya Miss AI tidak gampang digoda. Manusialah yang bisa digoda.

Untuk melengkapi manusia, datanglah Kenza Layli dan model yang persis dengannya semakin mirip dalam meniru mata, wajah, bibir, telinga, rambut hingga suara manusia. Sekali lagi, inilah titik tolak pasca-manusia. 

Saat ketidakhadiran manusia di kontes kecantikan AI, suara perempuan yang lembut dan aura yang memikat dibarengi lekukan tubuh yang hadir menjadi kekuatan tersendiri.

Suara yang hidup seiring penampilan tubuh yang menawan bukanlah keberadaan yang langsung hidup dalam silih berganti antara kecantikan dan kejelekan, kesenangan dan penderitaan. 

Kenza Layli dan sejenisnya yang kita lihat tidak lebih dari reproduksi yang bergerak secara mekanis. Mereka terlepas dari sesuatu yang hidup secara psikis.

Itulah mengapa Kenza Layli mengaku tidak punya emosi. Satu hal lagi, bahwa Kenza Layli sebagai Miss AI terbebas dari anasir 99 persen genom simpanse.

Konyolnya, manusia sebagai makhluk yang paling keren lahir dan batin dalam temuan ilmiah sebagian besar berbanding lurus dengan simpanse. Wah, saya agak merinding dibuatnya. 

Bukan apa-apa. Kita bisa lebih rendah dari simpanse dan Kenza Layli lebih mantap betul daripada manusia. Tidak ada yang tidak mustahil dalam kasus tertentu.

Masa depan Miss AI akan melacak jejak-jejak Kenza Layli. Setiap kontes kecantikan AI seantero jagat akan melahirkan Layli-Layli lainnya; Miss AI dalam versi yang berbeda-beda. Nanti dulu, Anda yang jauh mendekat, yang dekat lebih mendekat. Usahakan Anda ya jauhi merem melek gara-gara Miss AI, kini atau esok. 

Lebih dari itu, kita bisa mengarungi dunia nyata dengan mimpi-mimpi. Sepakat atau?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun