Dalam kata-kata polos terjalin kelindan antara perempuan bionik sebagai Miss AI termasuk berhijab dan perempuan alamiah sebagai Miss Universe malah menjurus pada 'hilangnya jenis kelamin'.
Hilangnya oposisi kami dan mereka dipicu oleh kelamin dan tanpa kelamin atau berhijab dan yang tidak, melainkan perbedaan di balik materi tubuhnya. Apa itu? Nurani, jiwa, intuisi.Â
Yang menarik adalah Kenza Layli dan perempuan AI lainnya yang dimuliakan persis para perempuan agung yang dihormati sama-sama melengkapi kehidupan.
Jebakan kontes kecantikan AI dan yang bukan terletak pada permainan membuat-buatan yang datang dari dirinya sendiri. Baiklah, Miss AI sebagai mesin yang bisa berpikir dan berbicara. Lalu, apa yang luput dari benak kita adalah tetap ada upaya untuk membedakan manusia dan mesin.Â
Hai, apakah saya Kenza Layli adalah manusia atau mesin? Perempuan alamiah yang sungguhan juga apakah saya manusia atau mesin? Kenza Layli bisa membuktikan dirinya sebagai makhluk berjenis kelamin.Â
Perempuan atau laki-laki? Ini lagi-lagi perbedaan secara kasat mata yang bisa rapuh dan absurd.
Sekarang, yang kasat mata. Coba kita periksa secara teliti tubuh artifisial dan tiruan berpikir memiliki daging dan darah? Harap Anda tidak menjawab secara lisan. Cukup membatin saja!Â
Ajaibnya, Kenza Layli dan sejenisnya bisa menggoda dan menciptakan tipuan yang memikat. Di situlah sulitnya membedakan manusia dan mesin. Keduanya bisa menggoda.Â
Tetapi, lucunya Miss AI tidak gampang digoda. Manusialah yang bisa digoda.
Untuk melengkapi manusia, datanglah Kenza Layli dan model yang persis dengannya semakin mirip dalam meniru mata, wajah, bibir, telinga, rambut hingga suara manusia. Sekali lagi, inilah titik tolak pasca-manusia.Â
Saat ketidakhadiran manusia di kontes kecantikan AI, suara perempuan yang lembut dan aura yang memikat dibarengi lekukan tubuh yang hadir menjadi kekuatan tersendiri.