Yang ada adalah permainan tanpa aturan. Tahu enggak, pemain itu loser, pecundang? Begitu pengakuannya.Â
Menang dan kalah judi online sekadar akal-akalan dari bandar. Ditanyakan lagi. Apakah penjudi online busa kaya raya? Tidak atau bahkan jarang terjadi.
Andaikata ada teman saya terlibat main judi online, apa yang saya lakukan? Saya akan nasehati. Saya sudah nasehati dari segala penjuru mata angin, ternyata tetap dia saja tidak mendengarkan apa yang saya katakan. Saya sadar, jika sudah kecanduan berat judi online, susah sembuhnya.
Dia susah berhenti judi online karena tertanam kecabulan ekonomi uang dalam dirinya. Apa jawabannya? Diantaranya, dia menjawab sudah terlanjur "basah" bermain judi online.
Dia sudah tanggung ludes banyak, sehingga tidak bisa berhenti judi online, setidaknya sebelum modal kembali semua. Karena instan, judi online sudah sumber mata pencaharian.
Demi kecabulan ekonomu uang, dari tukang gosip yang langganan di pasar saja kepincut main judi online. Padahal uang tidak cukup untuk main.
Kita mengapresiasi Satgas Pemberantasan Judi Online. Tetapi, Satgas tersebut masih sebatas "retorika." Buktinya apa? Yang dikedepankan berantas penjudi online sampai upaya pencegahaannya. Terus, kapan berantas bandarnya dan sindikat judi online?
Lagi pula, untuk memberantasnya tidak perlu ilmu eksakta melulu. Ada satu pertanyaan di balik merajalelanya judi online. Mengapa ada orang percaya untuk memberi uang ke pihak yang gaib, yang tidak terlihat dengan mata telanjang?
Taruhlah contohnya. Jika ada main judi offline di depan banyak orangnya, maka kita bisa melihat secara langsung. Kurangnya, jika ada yang tipu-tipu atau curang itu bisa ditangani saat itu juga.
Selama ini, entah itu offline apalagi online di luar nalar. Ia tidak bisa diterima oleh pikiran logis. Dulu, tiba-tiba ada orang dapat uang kelas jumbo. Bagaimana caranya?Â
Hal yang sama dengan judi online. Bedanya, ada perusahaan yang membawahinya dan bahkan pengawas keuangannya.