judi online. Berarti, saya "keseleo" ya? Saya kira, soal judi online sudah keok dan menggelepar-gelepar tanpa ampun.Â
Ketika ada hari santai, ada pula ruang publik kembali dihebohkan oleh permainan instan yang memikat sekaligus menjerumuskan. Kali ini, kita diriuhkan olehJudi online justeru makin merajalela. Ia makin kacau.
Omaigad! Ini rupanya salah satu pemicu. Betapa tidak, telah dikabarkan bahwa lebih seribu anggota DPRD dan DPR terhormat terpapar judi online.
Kita jadi tercengang dan tercenung. Sekadar info. Saya sudah mencatat soal judi online, di tahun lalu. Judulnya: "Judi Online, Si Instan dan Mengapa Sulit Dibasmi?" Dari sini, fenomena raksasa judi online ini membuat kita nyicil tulisan. Bisa jadi, besok atau lusa muncul lagi dalam judul yang mirip-mirip. Peristiwanya yang sebelas-dua belas.
Mengapa judi online sebagai fenomena alias penggiringan raksasa?Â
Coba lihatlah beritanya! Gila, Indonesia nomor wahid judi online, di dunia.
Fenomena judi online juga menggila lantaran jutaan pelakunya. Tercatat sekitar 2,37 juta pemain judi online. Dari keseluruhan jumlah tersebut, terdapat dua persen "terjangkit" wabah judi online di kalangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun. Sempurnalah sudah penderitaan bangsa!
Sudah anggota dewan, tertimpa pula anak-anak. Coba kita tatap masa depan. Nah, sepuluh, duapuluh hingga limapuluh tahu ke depan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.
Dari beritanya saja kita bisa terhentakkan. Begitulah adanya. Perilaku judi online begitu parah.Â
Jika wakil rakyatnya main judi online, terus kita sebagai rakyat yang diwakili ikutan pahala atau dosa apa enggak? Bagi pemain judi online pun komat-kamit! Dosa, dosa, dan dosa! Apa itu dosa? Kurang apa lagi bagi mereka?
Selama nafsu yang menggoda, maka gaji dan fasilitas bagi mereka tidak pernah terpuaskan. Kita jadi ingat sebuah kutipan dari Voltaire. "Apabila kita bicara soal uang, maka semua orang sama agamanya." O iya! Uang berubah tuhan. Ia menjadi tuhan-tuhan kecil. Zaman ini sudah terlalu dahsyat.Â
Terlepas dari "menguap" atau tidak, uang dari hasil judi online bisa mengubah orang. Ia mengubah si jahat dan si saleh menjadi apa saja. Yang berubah akibat judi online bisa hidup, setengah mati, dan mati asli.
Lebih dari seribu anggota itu sebagian dan keseluruhannya 2,37 juta pemain online. Tenang saja pak, itu hanya oknum saja. Apa tidak kurang? Gumanku membatin.
Anggota DPRD dan DPR adalah wakil rakyat. Berarti logikanya bagaimana? Wakil rakyat main judi online. Rakyat ikut main judi online.
Jika demikian, sudah bisa dipastikan, ahli logika nyatakan salah menarik kesimpulan. Yang benar saja. Yang lebih seribu anggota Dewan terendus main judi online. Sementara, jumlah penduduk Indonesia lebih 281 juta (Juni 2024).
Di samping itu, PPATK (Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menemukan transaksi sebesar 63.000 yang dilakonkan oleh anggota legislatif. Ditambahkan, mereka menyetor uang deposit dari ratusan juta hingga 25 milyar rupiah per anggota legislatif. Nikmat spektakuler betul!
PPATK juga mencatat transaksi sebesar 101 triliun rupiah lebih, yang dimainkan oleh anggota legislatif untuk judi online hingga kuartal pertama, tahun 2024. Sangat jelas, ia bukan jumlah main-main.
Pantasan judi online (judol) masih nongol. Ya, anggota DPRD dan DPR juga pada jadi tertantang. Kelewat cerdik jika anggota legislatif ada yang judol.
Judi online yang dijalankan oleh pemain dan bandar memang tidak berdiri sendiri. Permainan judi online ditengarai telah dibeking oleh oknum aparat. Ini lagu lama. Judi online ditengarai ada beking-bekingan.Â
Blokir situs-situs judi online tidak efektif. Pelakunya tidak kapok. Diblokir di situs yang satu, muncul di situs lainnya. Ia ibarat lingkaran setan.
***
Ketika saya telah nonton dua video seputar judi online, saya percaya dengan  pengakuan dari pihak diwawancarai. Kesimpulannya kurang lebih begini. Yang menang itu bandar. Kendati pemain yang menang, semuanya diatur oleh bandar. Pemain judi online enggak jago main, kecuali dimainkan alias disetir oleh bandar.
Yang ada adalah permainan tanpa aturan. Tahu enggak, pemain itu loser, pecundang? Begitu pengakuannya.Â
Menang dan kalah judi online sekadar akal-akalan dari bandar. Ditanyakan lagi. Apakah penjudi online busa kaya raya? Tidak atau bahkan jarang terjadi.
Andaikata ada teman saya terlibat main judi online, apa yang saya lakukan? Saya akan nasehati. Saya sudah nasehati dari segala penjuru mata angin, ternyata tetap dia saja tidak mendengarkan apa yang saya katakan. Saya sadar, jika sudah kecanduan berat judi online, susah sembuhnya.
Dia susah berhenti judi online karena tertanam kecabulan ekonomi uang dalam dirinya. Apa jawabannya? Diantaranya, dia menjawab sudah terlanjur "basah" bermain judi online.
Dia sudah tanggung ludes banyak, sehingga tidak bisa berhenti judi online, setidaknya sebelum modal kembali semua. Karena instan, judi online sudah sumber mata pencaharian.
Demi kecabulan ekonomu uang, dari tukang gosip yang langganan di pasar saja kepincut main judi online. Padahal uang tidak cukup untuk main.
Kita mengapresiasi Satgas Pemberantasan Judi Online. Tetapi, Satgas tersebut masih sebatas "retorika." Buktinya apa? Yang dikedepankan berantas penjudi online sampai upaya pencegahaannya. Terus, kapan berantas bandarnya dan sindikat judi online?
Lagi pula, untuk memberantasnya tidak perlu ilmu eksakta melulu. Ada satu pertanyaan di balik merajalelanya judi online. Mengapa ada orang percaya untuk memberi uang ke pihak yang gaib, yang tidak terlihat dengan mata telanjang?
Taruhlah contohnya. Jika ada main judi offline di depan banyak orangnya, maka kita bisa melihat secara langsung. Kurangnya, jika ada yang tipu-tipu atau curang itu bisa ditangani saat itu juga.
Selama ini, entah itu offline apalagi online di luar nalar. Ia tidak bisa diterima oleh pikiran logis. Dulu, tiba-tiba ada orang dapat uang kelas jumbo. Bagaimana caranya?Â
Hal yang sama dengan judi online. Bedanya, ada perusahaan yang membawahinya dan bahkan pengawas keuangannya.
Ciri khas di balik permainan judi online diantaranya melibatkan pengharapan, iming-iming reward yang besar, butuh uang cepat, dan kecanduan. Semuanya itu menjurus ke matinya nalar logis. Ia runtuh terutama logika formal: dua kali dua, luas lingkaran, dan sebagainya.Â
Setelah logika, Anda perlu logika yang lain. Mulai logika hasrat hingga logika pasar judi online.
Ketika kita tidak percaya dunia nyata di balik judi online, dari titik tolak itulah Anda akan percaya ada sesuatu di luar logika linear. Katakanlah, logika spiral. Sebut saja judi online itu menantang menjadi kecanduan. Hasrat untuk dapat uang secara instan dan cepat lewat judi online.Â
Tubuh virtual di balik mesin judi online merupakan sesuatu yang menantang. Dari menantang karena 'kecabulan ekonomi uang yang diseksualkan' menjadi kecanduan judi online.
Kita tidak percaya pada pihak tidak terlihat untuk apa uang diberikan padanya justru makin nyata. Ingin uang ‘virtual’ yang dipindahkan dari e-wallet non tunai sebenarnya ada dan nyata, yang bergerak dari satu uang ke uang dan ruang lainnya.Jadi, uang virtual lewat judi online itu nyata dan menubuh.
Jika soal orang tidak percaya terhadap pihak tidak terlihat, kecuali nyata berupa fisik yang bisa dibayar. Yang lainnya, cuma gambar atau pixel yang tidak bisa dinalar. Logikanya berubah, dari satu logika ke logika lainnya. Ia bukan soal menang dan kalah.
Di sana, ada hasrat dan kesenangan bermain. Permainan bebas judi online ke permainan nyata lainnya. Berharap atau menyangka menang, ternyata kalah.
Singkat kata, judi online bermain dari relasi bolak-balik antara nyata dan ilusi. Dari nyata ke ilusi, sebaliknya, ilusi menjadi nyata. Judi online berubah ilusi karena kecanduan yang nyata untuk bermai dan bermain. Itulah kenapa biar kalah gaskan untuk bermain judi online. Ia adalah sesuatu yang kasat mata di balik uang yang tidak terlihat.
Orang yang kecanduan, bahwa hal yang tidak terlihat bukan dibangun dibangun oleh kalah dan menang judi online. Kecanduan atau kegemaran judi online dibentuk oleh permainan bebas tanda.
Hasrat sebagai tanda. Ada harapan, kecanduan hingga hancur dari judi online juga sebagai tanda. Karena itu, mesin judi online yang memikat datang dari "mesin ketidaksadaran," yaitu hasrat dan kesenangan.
Maka, kedalaman selera yang kosong (juga tidak peduli moral) dibungkam oleh mesin ketidaksadaran di balik judi online. Tidak heran, jika ada pecandu judi online dinasehati agar terbebas dari kerusakan diri, dia tetap bermain. Itulah tanda kecabulan yang menggoda dan menantang.
Dari sini, kecabulan ekonomi yang dibentuk oleh hasrat yang terkontrol atau tidak atas judi online yang terseksualkan menjelma kecanduan parah itulah tidak kenal kalah dan menang. Ia tidak ditentukan oleh berapa besar dan kecil uang yang dimainkan dan ditransaksikan.Â
Ia juga tidak bergantung, Anda jual, saya beli. Sehingga, ia terus tidak mengenal jatuh dan bangkit dari judi online akibat mengalami kecabulan ekonomi yang menantang sekaligus menggelincirkan.
Sesungguhnya, pemain atau pecandu tidak perlu menyalahkan pada sesama pemain dan bandar atau pengaruh lingkungan. Yang membuatnya tergiring dalam permainan bebas, yaitu cabulnya kepala mereka yang diciptakan oleh mesin judi online.
Dalam pengertian yang lebih luas, ia tidak lebih dari tubuh yang merangsang hasrat berahi. Semaya-mayanya uang, Â judi online tejatuh dalam kecabulan ekonomi yang berbeda.Â
Oke deh. Akhirnya, setiap orang digoda oleh kecabulan ekonomi. Bagaimana? Judi online itu hasrat seksual dan erotis kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H