Kita sadar, apa yang terlibat adalah sebuah pesta pora realisme metafisika berupa lebih seks dari yang seksual. Sebuah pesta pora produksi.
Apanya yang kita ragukan kawan? Wacana blokir konten pornografi atau protes atas blokir X? Film-film biru tertentu tidak lebih dari efek-efek gambar-suara yang berpengaruh mendalam dari close up persetubuhan.
Coba kita abaikan dulu cerita blokir. Saya tidak perlu tarik nafas dalam-dalam. Anda juga tidak perlu merem melek.
Perhatikan dulu kalimat ini. Dalam jagat maya, pornografi menampilkan "adik kecil kita." Dia tahu bagaimana melakukan sesuatu tanpa perintah dari salah satu lawan jenis. Dia bereaksi tanpa aba-aba sang aktor untuk mencapai kenikmatan seksual puncak.
Agar tidak repot menelan beberapa kalimat sakti, mungkin sedikit agak berat mencerna apa maksud dari wejangan dari Mbah "jelmaan" langit. Nyatanya, pornografi tidak menopeng dan menyelubung apa pun. Pornografi adalah nyata. Hasrat seksual dalam pornografi tidak untuk dikekang, melainkan disalurkan secara sah.Â
Paham atau belum sampai di sini?
Kemudian, agar saya tidak solo karir orgasme kalimat demi kalimat. Saya tambahkan lagi kalimat yang lain. Begini kalimatnya "Apa yang Anda inginkan bos? Anda ingin memblokirku? Jika demikian, ubahlah diri Anda lebih dahulu!" "Katakanlah, ya aku bos ingin memblokirmu. Sekarang, blokir dan sensorlah diri Anda sendiri."
Dari aturan bos, "bawalah aku dari bebas korupsi. Bagaimana setuju?Â
Selanjutnya, bawalah aku ke mimpi yang indah dan tidur nyenyak."
Jadi, sekilas ada benang merah, di sini. Misalkan, gemerlap birahi dalam pornografi. Ia bangkit bukan pertama kali dari tubuh sintal nan seksi. Ia muncul dari otak mesum atau kepala wig-wig dan fantasi birahi. Ah, bisa saja!
Alhasil. Saya mengintip kembali ke X. Hore! Medsos batal diblokir oleh Kemkominfo.Â