Coba kita lihat! Dunia luar dalam kesembronoan, keterisolasian, dan kepatuhan. Sehingga, ia akan mengalami kelumpuhan elemen ganda gairah-tubuh dan bentuk turunan.Â
Metamorfosis dari daya tertinggi, dimana setiap gerakan instingtual melebihi suatu tatapan atau kecermatan spesies. Seperti mata seekor elang menutup arus-arus pergerakan citra dari tiruannya yang terbang.
Tolong, jangan merem bro! Selera kita ditukarkan dengan selera iklan paling nyata. Tetapi, bertentangan dengan kemurnian seleranya, ia hanyalah sekian obyek yang dicemoohi. Â
Sejauh ini, kerawanan selera hanya menegaskan kembali kemurnian, kecermatan, dan kebutuhan akan takhyul dan horor menggumuli tubuhnya.
Sebagaimana spesies terkuat, satu sisi selera memiliki titik celah di bagian dalam dirinya. Pikiran dan khayalan terungkap melalui rangsangan dari tubuh, dari iklan.
Iklan adalah pengertian penuh dari kerahasiaan bertubi-tubi dalam pilihan bebas. Iklan menengahi pertentangan tanda dan penciuman tajam untuk menegaskan kembali selera, yang dilipatgandakan dengan kesenangan dan godaan melalui gambar, warna, dan rangsangan kata-kata dari iklan Bimoli.
Repotnya di sini. Minyak goreng Bimoli tanpa kombinasi kata kerja dan kata sifat dengan maksud untuk menumbuhkan jurang selera karena orang miskin susah menjangkau harganya.Â
Apa tanggungjawab sosial Bimoli terhadap si miskin? Lantas, iklan hanya menggiring mereka dalam mimpi. Daripada pepesan kosong, mending mimpi. Lebih mantul lagi, uluran tangan perusahaan Bimoli ke si miskin. Memang beban hidupnya bisa berkurang.
Parahnya, bantuan sosial dipercaya sebagai "kue lapis" yang dibagi-bagi ke si miskin. Sebenarnya, "kue lapis" itu kecil. Ia sangat terbatas.Â
Nyatanya, Bansos juga menjurus konfliktual. Yang satu dapat, yang lainnya cemburu karena tidak dapat Bansos. Ngakunya, mereka penuhi kriteria miskin, cuma tidak terdata.
Lanjut lagi. Mulanya kalem, justeru membuat si miskin silau hingga bergantung pada bansos. Bisa jadi, bansos berupa Bimoli.