"Dalang" utama penyebaran gambar secara luas tentang nasib tragis di Rafah, di Palestina itu lewat unggahan klip Richard Peeperkom. Dia seorang petugas di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).Â
Saat dia berbicara, Palestina merupakan wilayah pendudukan Israel. "Semua Mata Tertuju ke Rafah" bergema kemana-mana. Kepada wartawan, dia memperingati pasukan Israel. Karena dasar budek, seruan bro Peeperkom tidak digubris oleh Israel.
Hal itu soal lain. Berikutnya, efek dari viral di medsos, sehingga slogan tersebut viral dengan lebih dari 47 juta share berdasarkan perhitungan Instagram.Â
Singkat kata, "Semua Mata Tertuju ke Rafah" jadi viral di medsos yang ditampilkan oleh Artificial Intelligence. Tidak ada satu pun orang membantah fakta tersebut.
Begitulah slogan "Semua Mata Tertuju ke Rafah" hingga gambar video yang viral dan terdaur ulang di era Artificial Intelligence. Slogan dan gambar permukaan yang berubah dan padat. Di bawah permukaan, di kedalaman selera yang kosong.
Lantas, apakah para fotografer, tukang foto akan keok menghadapi tantangan AI. Kalau memang zaman yang berubah, apa mau dikata.Â
Lebih khusus, kita berharap AI tidak turun gunung lagi untuk menjepret korban genosida dan pembersihan etnis Palestina. Harap menjadi tukang foto profesional saja. Usahakan fotografer hindari lawan tanding AI. Karena itu, AI hadir bukan untuk menghasilkan berapa banyak kengerian dan maut di Palestina. Kita berharap sebuah kehidupan baru. Di sana, bro!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H