Melalui pergerakan nafsu, maka berbagai penampilan tubuh ditutupi oleh seberapa banyak hukum akal diseimbangkan dengan nafsu. Tetapi, nafsu dengan seluruh hukum yang diketahui manusia; dan ia melupakannya saat tatanan nalar menjadi tidak berkutik kembali.
Nafsu adalah intelek yang diwaspadai. Belajar mencintai kehidupan dengan nafsu berarti untuk menghindari ruang kosong, yaitu kemalasan.
Kegelapan siang muncul karena godaan merenggut dalam cahaya malam. Pada ujung ruang kosong sebuah mimpi ilusif mulai ditangkap dan dilepaskan melebihi persepsi inderawi.
Betapa titik awal yang memunculkan gambaran nafsu, yang kekuatannya disterilkan dari ruang kosong.
Setelah nafsu, maka tubuh tidak saja membutuhkan makan, minum, istirahat, dan hal-hal yang dihidupkan melalui pergulatan sensasi; tetapi juga tubuh terjalin kelindan dengan hasrat. Relasi kuasa datang dari aliran hasrat. Karena itu, hasrat sebagai asal-usul keberanian untuk mengetahui di mana celah-celah hasrat itu sendiri. Di atas permukaan tubuh, pergolakan hasrat sejauh apa yang dapat dicairkan dan dipadatkan kembali melalui permukaan tubuh, yang diukur dengan tinggi, datar, dan rendahnya pertarungan kehidupan.
Dilihat dari luar, akhirnya seperti sebuah bidang datar, menurunnya secara grafikal, rendah dari ketakutan. Khususnya ketakutan adalah bentuk dasar dari pengasingan yang menyebabkan kemandekan pikiran.
Tubuh dengan seluruh pergerakan yang diminati manusia. Pada semua daya tarik, tubuh menggulati kemesan cita rasa; tubuh terkurung dalam desakan-desakan yang berlawanan dengan cakrawala paling luas.
Di luar diri, mereka hanya dirasuki pikiran lemah, kekerdilan, dendam kesumat, angkuh, dan tanpa disalurkan keluar. Sebaliknya, bias dari hasrat dan nafsu, berarti menjumlahkan “tubuh” dengan persepsi inderawi.
Membayangkan nikmatnya halusinasi cahaya di sudut ruang samar-samar. Berhitung cepat di setiap momentum kenikmatan yang tidak berasal dari pergumulan akut inderawi. Bisikan hanya menyamar dalam waktu lengang.
Sebagai syarat pembuka dan penutup kehidupan, nafsu dengan cara membalikkan hasrat untuk kuasa, dari taraf berahi menjadi taraf hasrat untuk pengetahuan. Hasrat keluar dari dirinya yang tidak terkontrol dan bergerak di balik obyek-obyek alamiah dan artifisial.
Sebaliknya, kebenaran dalam kaitannya dengan persepsi inderawi, yang dikacaukan oleh dunia ide, dimana ilusi perseptual berkembang dan menyebar setelah kelahiran nafsu. Tidak mungkin suatu ide, pikiran, dan nafsu memulai dan mengakhiri peristiwa saling serentak dan menghentakkan. Ide, pikiran, dan nafsu muncul saling menyilang.