Apa yang dikatakan oleh kedua calon wakil presiden tersebut? Inilah komentar dari keduanya. Dari Muhaimin: "Kalau tidak cuti, repot. Akhirnya terjadi ketidakseimbangan." Sementara dari Mahfud MD: "Ya nggak papa kalau presiden mengatakan begitu, silahkan saja. Mau ikut atau enggak, itu, kan, terserah."Â
Yang saya baca arah dari tanggapan Muhaimin lebih cenderung menegaskan agar Jokowi mesti cuti dalam berkampanye. Dia harus memiliki kata pasti ya atau tidak. Cuti selama masa kampanye lebih elok secara hukum.
Bagi Mahfud nampaknya lebih memberi hak pilih bebas, cuti atau tidak, ikut kampanye atau jangan. Pilihan bebas ingin kampanye atau cuti dari Jokowi itulah yang dinantikan.
Untuk aparatur sipil negara (ASN), silahkan cuti tahunan. Bagi pria, tolong hindari cuti hamil (jangan ngakak, ya masse!). Di antara warga yang peduli nasib bangsa, anggaplah sentilan, kritik, umpatan hingga caci maki sebagai bunga-bunga kehidupan politik.
Memangnya medsos sebagai ruang win-win solution? Selama ini, ia hanya ruang hitam putih, berdandan, curhatan, dan berdebat kusir! Amat langkah untuk ruang damai di medsos. Di luar panas, kita juga di dalam ikut panas. Padahal mereka tertawa perlu dibalas oleh warganet dengan tidur, enak tenang.
***
Seandainya Prabowo Subianto dan Mahfud MD sebagai Menteri tidak cuti. Ini bisa menjadi blunder. Para tetangga dan sohib pada omong soal kenapa menteri-menteri yang nyapres tidak dari awal cuti?
Kita tidak tahu persis apa isi kepala mereka. Karena seturut prasangka, kita bisa saja berkomentar soal belum cutinya pejabat negara yang ikut kontestasi pilpres mungkin jaim. Atau mereka menunggu protes besar-besaran? Entahlah!
Semestinya Jokowi sebagai presiden yang duluan cuti, baru setelah itu menteri yang ikut kontestasi Pilpres "mengekor" ke presiden. Nggak pura-pura orgastik, tetapi agak kocak, bro! Lah, kocaknya dimana? Ah, masak iya, Presiden Jokowi "dilambung kiri" oleh Mahfud MD untuk cuti, misalnya. Selayaknya presiden memberi contoh lebih dahulu, baru kemudian menteri atau pejabat negara ikut di belakangnya. Kalau ini terjadi malah lebih asyik. Saya kira, sebagian besar orang akan simpati atas cutinya presiden, menteri, dan pejabat negara lainnya lantaran cuti saat kampanye. Ini baru jempol!
Tetapi, seperdelapan parahnya lagi, kalau pejabat negara termasuk Presiden dan Menteri tidak cuti, maka mereka tidak dikenakan sanksi hukum. Ya, ampun! Anggaplah Presiden Jokowi sebagai pejabat negara sekaligus pejabat politik disorot oleh pihak lain ternyata "salah tafsir bersin baginda." Apa iya sejauh itu perkaranya? Iya, mustahil tiba-tiba muncul pernyataan yang bikin heboh jagat politik tanah air.
Dari pihak istana juga sudah angkat bicara soal pernyataan Presiden Jokowi. Salah satu alasannya, Jokowi punya referensi dan konteks yang tidak melanggar aturan main, yang menabrak rambu-rambu aturan main.Â