Saya belum beranjak dari kursi, tiba-tiba muncul berita, yang saya anggap sudah kadaluwarsa dan basi. Beritanya kadung tidak mengenakkan tentang skandal korupsi BTS 4G.Â
Ah, skandal korupsi itu sebangsa "nomadik." Maksudnya, usai satu orang tersangka atau terduga korupsi, maka berpindah lagi ke yang lainnya. Bau XXXtutnya khas. Ia tak terlihat, kecuali tercium aromanya.
Saya percaya, baunya kerap kalah saing dengan bau menusuk di tempat yang berbeda. Aromanya menyesuaikan dan melebur bersama aroma tidak sedap lainnya. Ini persis korupsi. Jadi, korupsi laksana tidak menempati satu lahan. Ia berpindah dari satu lahan ke lahan lainnya. Si pelahan berpindah-pindah tentu terlibat kedua kakinya.
Sepasang kaki yang digunakan si pelahan berpindah-pindah, akhirnya terperangkap dalam fantasi duit. Ia sang nyata.Â
Lahan korupsi itu yang berskandal besar. Tetapi, di sini bukan cuap-cuap soal kedua kaki si pelahan. Seputar ayunan langkah kaki yang bukan kaki si pelahanlah menjadi obrolan. Cuma itu.
Katakanlah, saat si pelahan berpindah-pindah sebagai terduga korupsi, di situ pula terjadi proses pembusukan. Olalaa, si nomadik alias si pelahan berpindah-pindak yang malang! Langkah kaki si nomadik menjadi jejak-jejak aroma busuk! Kaki si pelahan di suatu lahan. Wes, lahan empuk lagi, bro!
Andai aroma tidak sedap begitu mengganggu penciuman kita, maka parfum berkelas dunia, buatan Perancis atau buatan dari manapun tak mampu mengharumkan ruangan. Wong, aromanya sudah meliuk-liuk keluar dari asal kemunculannya.Â
Pintu masuk adalah sama dengan pintu keluar aroma busuk. Di situlah juga kaki kita akan bergantian melangkah.
Menariknya, kaki kanan dan kaki kiri tidak saling mengusik. Kaki kiri tidak menendang kaki kanan. Begitu pun sebaliknya. Keduanya jauh dari obrolan begini. "Hei, kaki kiri, ngapain lo yang duluan masuk pintu. Saya kaki kanan kan yang tokcer. Kaki kiri lo duluan nggak apa-apa. Besok, giliranku kaki kanan."
Baiklah. Kaki kiri lebih duluan numpang lewat, kaki kanan nganggur saat nyelonong masuk lewat pintu di tempat tertentu. Sebaliknya, kaki kanan pertama kali nongol saat keluar lewat pintu yang sama.Â
Saya nggak bakalan ragu, kaki kita tidak barengan melangkah. Saya kira, ayunan langkah kaki kanan kiri kita betul-betul plong untuk dimainkan.
Kita mau ngomong apalagi. Paling tidak, ruangan bisa dinetralkan dari aroma busuk lewat pengharum yang juga tajam aromanya. Inilah proses pembusukan tanpa kata benda, melainkan kata sifat.
Yah, bisalah. Jika beraroma busuk, nama tempat BAB atau buang air (maaf norak) apa yang cocok disematkan padanya? Lalu, apakah kaki kanan atau kiri yang duluan masuk ke tempat yang menusuk hidung? Hidungku, hidung antum. Ayo tebak gambar!
Lah, padahal kita tahu, dugaan korupsi BTS 4G sudah mencuat sekitar jelang pertengahan tahun 2023.Â
Mengapa nyenggol kemana-mana? Ada "U" di balik "B" nih? Bisa jadi dugaan itu nggak kepeleset bro.
Aneh bin ajaib. Saya pikir, ketika terjadi proses pembusukan di balik skandal korupsi justeru yang berada di luar lingkaran tidak rame-rame menutup hidung. Ia beraroma menyengat tanpa indera penciuman. Ruang yang mengalami proses pembusukan hampir dipastikan ada sesuatu. Skandal korupsi bukan hanya "betah" pada satu oknum malah sangkut-menyangkut dengan pihak lainnya.
Dari pihak lainnya terduga memang sudah diwanti-wanti sebelumnya. Langkah kaki mereka setapak demi setapak akan berubah dari kaki mana yang duluan masuk pintu. Jika bukan kaki yang terduga korupsi, saya dan sodara yang memulai dengan kaki apa. Kaki mereka tersandung kasus heboh dan langkah kaki mereka dimulai dari sesuatu yang tidak lazim.
Langkah kaki mereka nampak tidak terseok-seok. Cukup kuat dan lincah kedua kaki saat melintas sebuah jalan yang ramai. Sorot mata yang tajam seiring gercep langkah kaki mereka. Di seberang jalan, gedung parlemen berdiri kokoh.Â
Setelah gagasan, konsep hingga interupsi sebagaimana orang-orang terhormat dengan langkah kakinya sebagai langkah kaki wakil rakyat. Gagasan yang membumi dibarengi langkah kaki yang mantap.
Kaki kanan sekuat kaki kiri. Lantai gedung itu rela jadi injakan kaki-kaki yang anti mager. Lantai yang mengkilap terbuat dari marmer, misalnya tidak membuat kaki mereka tersandung. Langkah kaki dengan bunyi sepatu mereka membungkam bunyi lainnya. Kaki kanan dan kiri menyelusup ke dalam sepatu. Bunyi itu terdengar karena kelembaban terperangkap dalam sepatu. Bunyi sepatu adalah tempat kaki bertengger tidak membuat kesel dan gelabah para wakil rakyat. Kita tidak tahu, berapa banyak wakil rakyat mengawali kaki kanan atau kaki kiri mereka saat memasuki pintu gedung parlemen.
Ada pula gedung yang disegani oleh para pejabat pemerintahan. Suatu kantor sebagai auditor forensik keuangan yang diperiksa dari cantolan kegiatan tertentu.Â
Para pemeriksa, ya  boleh dibilang orang-orang beken dan teruji di bidangnya. Belakangan, mereka jadi salfok dan lelet dalam urusan kedalam terkait dengan godaan dari pihak luar. Kita pantas heran bahkan jengah dengan ulah wakil rakyat dan pihak pemeriksa keuangan.
Apa jadinya nihilisme birokrasi? Wakil rakyat dan pihak pemeriksa kadangkala lebih nihilis dari sosok nihilis.Â
"Hei, si kaki kiri, pingin otewe ke mana lo? Luar biasa lo. Sudah kidal, lambung kiri melulu. Maka, tikus berdasi berjamaah di kantor itu bukan dongeng, bung!"Â
Dahulukan "kaki kiri" sebelum mejeng di depan pintu kantor betul-betul menantang.
***
Siapakah pihak lain yang kecipratan skandal korupsi proyek BTS 4G? Tempat apakah yang mendahulukan kaki kiri?
Marilah kita menengok sekilas jalan kisah Jhonny Gerart Plate selaku pentolan Partai Nasdem dan mantan Menteri Kominfo. Jhonny Plate adalah "aksioma" atas skandal BTS 4G. Dia adalah dalil logis, yang tidak perlu kita ngotot untuk membuktikan kebenarannya. Proses pembuktian kebenaran skandal korupsi saat 'naik ke meja hijau'. Kita tidak perlu banyak bacot atas Jhonny Plet sebagai yang tergoda oleh uang triliunan.
Pasalnya, dia nilep anggaran proyek BTS 4G sebesar lebih dari 20 triliun rupiah. Orang harus memiliki muka tebal untuk menggaet uang tersebut saat masih berada di Komisi I DPR.
Sebagai syarat penyelesaian proyek, anggaran triliunan uang tersebut digunakan untuk apa mesti disetujui melalui rapat Komisi I. Orang-orang yang terlibat dalam proyek BTS 4G harus mengenalnya, mengincarnya, dan memilikinya. Mereka harus memilikinya saat usai rapat sebagai satu-satunya cara menggelapkan anggaran proyek. Nah, secara bertahap, anggaran bisa dicairkan lebih dari 20 triliun rupiah. Separuh dari anggaran tersebut sebesar 10 triliun rupiah baru bisa dicairkan. Jhonny Plate, "pentolan yang Terasuki" oleh sang penggoda nyata yang bernama duit triliunan rupiah.
Bukankah awalnya Jhonny Plate mengurai jalinan-jalinan kusut akar skandal korupsi BTS 4G?
Kita melihat simpul-simpul keterlibatan pihak lain tidak tanggung dan bukan perkara tipis-tipis karena mereka menjadi sasaran empuk untuk mengamankan proyek tersebut.
Nyatanya, Jhonny Plate kerap dibaca dalam berita sebagai biang kerok, si otak skandal. Saya kira, si otak skandal tidak sendirian. Satu per satu, simpul-simpul keterlibatan pihak lain perlahan terkuak dalam pusaran skandal korupsi yang menyentakkan.Â
"Yang Tergoda" sekaligus "yang Terasuki," Jhonny Plate bersama pihak lain hanyalah efek-efek yang memalukan dari kehadiran skandal korupsi BTS. Jhonny Plate tidak ingin menanggung malu (jika dia punya rasa malu) apalagi jadi solo karir "bunuh diri" terkait skandal korupsi berjamaah.
Sebelum menjadi pertanyaan dan pertanyaan itu merupakan dalih survive. Pertanyaan mengenai hidup dan mati dengan perlawanan yang absurd dari pejabat-pejabat dan konconya. Jhonny Plate dan BTS 4G mengungkapkan kemalangan sesudah cair anggaran Proyek BTS 4G sebesar 10 triliun rupiah. Fantastis! Kelas jumbo banget, bukan?
Waktu itu, Jhonny Plate didapuk sebagai Sekjen Partai Nasdem plus Menteri Kominfo berhasrat untuk melaksanakan pembangunan di seluruh tanah air. Terdengar berita, lokasi pembangunan berada di pelosok desa dan daerah perbatasan dengan negara lain agar terakses jaringan komunikasi lewat telepon dan internet ternyata hanya lebih dari 70 tiang towernya.
Singkat cerita. Hanya saja pembangunannya tidak sesuai dengan ketentuan dan sempat mangkrak alias belum selesai.Â
Tetapi, Â sudah dibayar penuh dan ditengarai masih ada tidak sesuai dengan blablabla. Hal tersebut terkait dengan bestek yang tidak diindahkan dalam proses pembangunan proyek tower.
Apa yang bisa kita bayangkan? Akibat tergoda berat, Jhonny Plate terperosok dalam korupsi proyek BTS 4G, 8 triliun rupiah. Dwitunggal korupsi proyek melibatkan antara dirinya dan beberapa perusahaan termasuk Iwan Hermawan yang ikut dalam pengadaan alat komunikasi tersebut. Mereka dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung. Aliran uang korupsi ke Komisi I DPR yang menerima uang sebesar 70 miliar rupiah dengan uang hasil korupsi sebesar 8 triliun rupiah diberikan kepada anggota DPR.Â
Lalu, hasil korupsi tersebut diduga untuk mempermulus pencairan dana dari 10 triliun rupiah oleh Komisi Anggaran DPR. Ganjilnya, anggota DPR yang "menyedot" uang 70 miliar rupiah tidak dijadikan tersangka. Ia malah menjadi sekadar sebagai saksi tok.
Sesuai aliran uang hasil korupsi sebesar 8 triliun rupiah diberikan kepada anggota DPR sekitar 70 milyar rupiah.Â
Namun demikian, mereka juga belum diproses hukum sebagai tersangka. Ini gila. Gila dan gila!
Sudah lama dikenal ngetop institusi DPR merupakan sarang korupsi. Tak hayal, DPR dijuluki sebagai lembaga terkorupsi. Setali tiga uang dalam skandal korupsi BTS, antara Jhonny Plate, pengusaha, anggota DPR, dan oknum BPK. Semuanya tergoda dan terasuki uang.
Baik DPR dan BPK seakan tidak takut dengan skandal korupsi. Wajarlah jika kita memulai ayunan kaki kiri untuk melangkah ke pintu gedung DPR-BPK RI. Saya lihat, korupsi bersepupu sekali dengan rent seeking. Ini penyakit lama, yang setiap saat bisa kambuh lagi.
Tercatat, Sadikin sebagai perwakilan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI mengakui menerima uang senilai 40 milyar rupiah lewat proyek BTS 4G. Muncul pertanyaan hakim. "Rp 40 miliar diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar AS, dolar Singapura, atau euro?" "Uang asing, Pak. Saya lupa detailnya, mungkin gabungan dolar AS dan Singapura." Begitu pengakuan Windi, salah seorang yang dijadikan saksi.
Saya kira cukup sampai di sini. Sebelum kalimat bontot, sebetulnya masih ada satu pertanyaan.
Apa bedanya DPR-BPK dengan kamar mandi atau toilet? Bagi yang tahu adab, kaki kiri didahulukan saat masuk ke WC atau kamar mandi, he he.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI