Gara-gara film bokep. Akibat anjlok peminat genre komedi dan horor di pasaran, maka perusahaan kepincut bikin film porno.
kurang laris di industri perfilman, sebuah rumah produksi membuatJika butuh hiburan, nonton film komedi. Daripada piknik jauh-jauh, mending nonton film komedi bikin ngakak hingga lupa cicilan. Mangga Muda (2020), Yes Day (2021), misalnya. Udah nonton filmnya? Belum. Sama.Â
Film horor bikin menegangkan alias bisa bulu kuduk merinding. Hereditary (2018), satu dari sekian banyak film horor yang direkomendasikan.
Lelaki mana yang tidak normal, bro? Gejalanya juga menunjukkan demikian.Â
Dulu, saya sempat semobil dengan ulama. Telingaku kan "mengudara" bebas. Saya dapat bonus nguping. Lah, ngobrolnya nyerempret soal poligami. Yes, yes! Jika ngobrolnya poligami, mau tidak mau larinya ke pemuasan seksual. Betul, betul, ini cerita benaran. Jelas dong, halal! Bukan halal, tetapi amat sangat halal (hi hi hi, ketawa sendiri). Semuanya normal. Maka, lepaskanlah! Hiet, het, heit!
Syahdan, ihwal revolusi seksual dimulai dari seks pra nikah, monogami, public nudity (telanjang di depan umum), homoseksualitas, aborsi hingga pil kontrasepsi. Pokoknya bapak ibu, mulanya dari kebebasan seks. Ehemm.Â
Tunggu dulu, yah! Rumah produksi diam-diam bikin pornografi dengan konten film porno, "biru" rupanya bergerak "di bawah tanah." Lalu, film biru dari Jakarta Selatan ke pelanggan.
Sejak tahun 2022, ada 120 film sudah dibikin oleh rumah produksi. Sekitar 10.000 pengguna sekaligus pelanggan.Â
Wow! Sekadar informasi, tarif berlangganan mulai dari 50 ribu rupiah per hari hingga 500 ribu per tahun. Lima orang pelaku meraup laba sebesar 500 juta rupiah. Bisa jadi kaya mendadak nih! Saya kira tidak cukup dari latar tersebut.Â
Revolusi seksual datang dari film porno atau film biru. Terlepas setuju atau tidak, sah-sah saja kita berbeda pendapat.
Ayo, siapa yang terang terus! Film porno bikin merem melek ke organ yang mengundang birahi (maaf, vulgar).Â