Setiap jargon dan pekik sebagai ‘kata kerja’ di bulan kemerdekaan. Mungkin kita sementara tidur pulas, berbelanja, menonton, bercerita, bersolek, bekerja, atau merenung akan pelintasan batas-batas dan pengulangan peristiwa.
Di tempat lain, orang-orang melibatkan dirinya untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, di setiap 17 Agustus. Saya melihat dari jauh tentang anak-anak dengan riangnya bermain. Mereka bahagia tanpa kepo apa makna dari kemerdekaan. Seru, gebyar bulan kemerdekaan. Saya seakan melihat para peziarah tanda kemerdekaan “tanpa perkabungan” berdatangan dari berbagai penjuru.
Sepanjang jalan yang saya lalui di kampung, 9 Agustus 2023 nampak sudah banyak bendera berkibar di depan halaman rumah dan kantor-kantor. Bendera merah putih, umbul-umbul, dan sejenisnya berkibar.
Benda-benda tersebut seakan “lebih” hidup dari orang-orang yang dilanda rasa ‘pesimis’, ‘murung’, dan ‘melankolis’. Anak-anak sekolah di zaman sekarang sudah jarang berbaris di pinggir jalan sembari memegang bendera kecil. Mereka seakan lupa sejenak ingar bingar di sekitarnya. Orang-orang dewasa begitu “khusyu” menikmati kehidupan modern atau terlalu modern di tengah keriuhan, keseruan, dan deruh mesin politik. Kemana wajah-wajah ceria kita yang dulu?
Sabam hari angka statistik menyatakan sekian persen kemiskinan. Itu masih angka tinggi. Anak-anak yang semestinya mengecap pendidikan hingga di tingkat perguruan tinggi ternyata tersandung dengan masalah anak tidak sekolah.
Berapa banyak anak-anak Balita yang terkena prevalensi gizi buruk? Berapa banyak anak-anak yang mengalami stunting? Berapa banyak orang yang mengalami prevalensi pemyakit kejadian luar biasa (KLB)?
Sumpah! Dari ujung kaki hingga ujung batok kepala. Kita tidak bisa ngakak di semalam suntuk. Jika kita ketawa terbahak-bahak hanya menertawakan diri sendiri. Lelucon yang tidak lucu.
Terang terus, saya agak kesulitan ‘mencomot’ data tentang prevalensi gizi buruk. Data yang terupdate maksudku. Saya coba nge-Googling. Dapat ikannya! Data kurang gizi Asia Tenggara.
Wow! Indonesia diurutan nomor ‘wahid’. Sebanyak 17,7 juta jiwa kurang gizi, 2019-2021. Ini versi data The State of Food Security and Nutrition in the World terbaru yang dirilis Food and Agriculture Organization (FAO). Pengaruh gizi buruk atau kurang gizi, yaitu stunting. Diakui, datanya tergerus. Angka prevalensi stunting Indonesia mengalami penurunan, dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. Di luar itu, data penduduk miskin.
Tercatat 25,9 juta jiwa atau 9,36 persen, Maret 2023. Angka tersebut menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022. Apa hubungannya dengan wajah-wajah pucat?
Sepintas dianggap tidak berhubungan antara data tersebut dan wajah-wajah pucat. Bukankah anak-anak penderita gizi buruk dan stunting akan tersenggol anemia. Ia terjadi ketika jumlah sel darah merah dalam tubuh lebih rendah dari jumlah normal.