Hasil survei pun menunjukkan betapa tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Faktor kepercayaan publik atas Jokowi yang memegang kuasa negara menjadi modal bagi Kaesang, Gibran, dan Bobby untuk merebut kuasa.
Wilayah kuasa yang bakal direbut naik kelas. Walikota Gibran dan Bobby menuju Gubernur. Kecuali, Kaesang Pangarep pasang kuda-kuda untuk maju ke kontestasi Pilkada Depok. Dari sekian bakal calon, tentu anak-anak Jokowi masih sangat berpengaruh.
Warganet dan publik wajar risau akibat demokrasi terganggu dengan politik dinasti. Orang-orang bisa sewot sebagaimana elite politik cawe-cawe dalam Pilpres dan Pilkada.Â
Kenapa sodara jadi sewot? Tanggapan balik seseorang yang dicap sebagai politik dinasti.
Sedikitnya ada komentar ringan atau bernada santai saja dari anak-anak di bawah lingkaran kuasa jika disoroti oleh warganet dan publik. Persis juga saat disentuh cawe-cawe. Ada urusan apa dengan Anda? Makin jauh dari demokrasi, makin aneh tanggapan atau ekspresi orang yang berada dalam lingkaran kuasa.
Politik dinasti agak kebal bahkan cenderung anti kritik. Bukankah iklim demokrasi butuh kritik berbasis data dan bukti? Kita ingin kontrol atas kuasa negara. Tidak mungkin yang dikritik anak usia balita atau wong cilik lagi tidur beralaskan tanah.
Jika orang ditanya soal efek Jokowi. Sebetulnya Presiden Jokowi baik. Dia ingin Indonesia maju sejajar dengan negara-negara industri maju lainnya. Kata kawan di daerah Jokowi adalah presiden rakyat. Presiden pilihan rakyat. Cuma Jokowi perlu "ngerem" dan "kaca spion" sedikit dalam kaitannya dengan anak-anaknya yang terjun dalam politik pilkada sebagai hasrat untuk berkuasa. Merebut makin hari makin kencang.
Maju berarti tidak mengulang kembali praktik politik dinasti. Sayangnya, oleh seorang politisi dari koalisi, politik dinasti diartikan dengan sebatas KK. KK antara Jokowi sebagai orang tua sudah terpisah dengan KK anak-anak. Padahal inti dari politik dinasti yaitu pengaruh kuasa negara. Level presiden sebagai jabatan politik tertinggi di suatu negara. Itu bukan hal biasa-biasa.
Sedangkan level atas, semisal politik kuasa negara yang sama dengan presiden menggunakan pengaruhnya, apalagi level bawah seperti pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dan pilcaleg (pemilihan legislatif). Sudah ke sekian kalinya terjadi pilkada langsung tetap saja sanak keluarga terlibat tentang enaknya berkuasa secara politik.Â
Politik pilkada pula disertai dengan kasus korupsi dalam perjalanan pemerintahan daerah. Dari pusat sampai desa dirasakan dan dialami bagaimana nikmatnya kuasa.
Prabowo Subianto, Ganjar Parnowo, dan Anies Baswedan tidak sepi dari hasrat sebagai kuasa, kuasa sebagai hasrat. Yang menarik juga, survei elektabilitas ketiga bakal capres begitu dinamis.Â