Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kuasa sebagai Hasrat, Hasrat sebagai Kuasa

11 Juli 2023   13:57 Diperbarui: 13 Juli 2023   20:46 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal wacana yang menciptakan realitas. Ada yang menentang dan lebih sedikit mendukung pemilu ditunda atau masa jabatan presiden diperpanjang sampai tiga periode.

Walaupun sudah ketahuan kemana bola ide dan wacana menggelinding atau publik sudah tahu jalan cerita sandiwara itu malah dimunculkan kembali. Karena Jokowi berulang kali menyampaikan tidak ingin tiga periode masa jabatan presiden tetap saja dinilai sebagai penjajakan adanya kemungkinan politik. Presiden Jokowi hanya menanggapi isu dan wacana pemilu ditunda dan masa jabatan presiden diperpanjang sebagai bagian dari demokrasi. 

Tetapi, semuanya tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa. Di situ terjadi tarikan kepentingan politik datang dari hasrat untuk berkuasa. Jika kebutuhan atau tuntutan zaman, apa lagi? Hasrat untuk berkuasa. Jika tidak terkesan vulgar kata "serakah" dan "haus kuasa," mungkin lebih dekat dengan hasrat untuk berkuasa. Bisa jadi, kuasa sebagai hasrat atau hasrat sebagai kuasa berlindung di belakang tema masa depan bangsa.

Satu sisi, atas nama songsong Indonesia Emas 2045 lebih menarik daripada asumsi dan prasangka. Sisi lain, kuasa sebagai hasrat, hasrat sebagai kuasa melampaui asumsi, prasangka hingga wujud fisik negeri kita. Toh, esensi kuasa berarti itu juga hasrat.

***

Apa alasan jika anak presiden ingin menjadi kepala daerah. Itu sah-sah saja secara hukum. Anak atau keluarga kepincut untuk mencalonkan menjadi kepala daerah itu hak pribadi. Berminat mencalonkan kepala daerah memang tidak dikutuk di alam demokrasi. 

Kita tidak tahu apakah Kaesang Pangarep yang ramai dibicarakan lagi "tutup telinga" lantaran sorotan publik ditujukan padanya. Pro kontra diarahkan pada Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka dipersiapkan untuk maju di Pilkada Depok dan DKI Jakarta mendatang.

Budaya patron klien menguatkan restu Jokowi pada anak-anaknya untuk maju ke Pilkada. Restu Jokowi menjadi struktur bahasa kuasa yang senyap. Ia tidak bisa secara terbuka dan langsung diungkap apa maksud dari restu tersebut. Restu Jokowi ditafsirkan dan dijabarkan secara berbeda. 

Tetapi, supaya tidak klise, restu berarti ada perintah untuk menindaklanjuti apa "titah" nomor satu RI. Restu tersebut terutama kesiapan dukungan birokrasi pemerintahan. Apa boleh buat, politisasi birokrasi sebagai andalan dukungan dalam lingkaran (politik) kuasa.

Konsolidasi demokrasi ditantang oleh sejenis konsolidasi politik dinasti. Diakui atau tidak, politik dinasti masih kuat karena sekian abad lamanya sudah mengakar dalam sejarah kuasa. Patron klien diketahui menggunakan pengaruh Jokowi sebagai presiden untuk menopang anak-anaknya maju di kontestasi pilkada.

Terikut pula sokongan fasilitas dan dukungan finansial saat anak-anak atau keluargaisme ikut Pilkada. Hasrat Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution untuk gubernur lewat pilkada mendatang seakan bukan rahasia umum. Naiknya Gibran ditampuk Walikota Solo dan Bobby sebagai Walikota Medan secara tidak langsung ada "efek" kuasa negara, Presiden Jokowi. Sulit memang dipisahkan antara urusan pribadi, keluarga, dan pemerintahan. Dua periode Jokowi terpilih sebagai Presiden begitu berpengaruh dari level atas hingga level bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun