Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran dan Subyektifitas

31 Januari 2023   11:33 Diperbarui: 24 Februari 2023   19:31 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan benar dan salah menjadi keharusan untuk mendefinisikan kembali dusta yang datang dari kebenaran. Mungkin, diskursus tentang kebenaran, berarti diskursus atas kebenaran. Dusta dibalik kebenaran yang bertopeng memberi asal-usul keadaan di balik kesalahan.
 
Sejak diskursus tentang pendidikan, pengadilan dan pemerintahan memulai menyusun pemikiran khas bagaimana pentingnya kesenangan akan pengetahuan diselingi kemampuan berbicara berterus terang. Seseorang menganggap muslihat lawannya adalah kegelapan jiwa, tetapi pada saat yang sama ia berbicara kebenaran.

Di balik lembaga bergensi seperti institusi pengadilan atau pemerintahan terdapat kemungkinan dibangun suatu paradoks kebenaran yang bergantung pada subyek kuasa yang mengendalikan dirinya. Tetapi, pengetahuan memberi penjelasan bagaimana 'paradoks kebenaran sebagai banalitas yang memalukan'.

Di tengah orang-orang yang berbicara blak-blakan mengenai kebenaran dan keadilan. Dusta yang bertopeng kebenaran bukan hanya permasalahan kehidupan filosofis, tetapi juga dari kebenaran itu sendiri. Meskipun menjadi obyek pengetahuan, paradoks kebenaran dari kebenaran hanya memperolok-olok dirinya sendiri.

Dalam paradoks inilah, kita mendengarkan dan bahkan terlibat dalam pemikiran, bahwa kata-kata atau pidato yang mengandung pujian tentang muslihat bermanfaat untuk mengingatkan kita pada kebenaran. Berbicara berterus terang tidak menyoroti dan memperjuangkan kebenaran dalam wilayah yang sama. Apa yang dianggap jelas dan pasti tidak lebih dari keraguan atas kebenaran yang berbalik arah menuju lingkaran himne yang ironis.

Kita masih terjatuh dalam lubang yang sama dengan cara berpikir berada dalam himne yang ironis terhadap kehormatan, kudus, dan tentu saja asal-usul kebenaran. Paradoks kebenaran dibalik kebenaran berkali-kali diajukan pada wilayah pemikiran diskursif. Ia yang menunjukkan pada subyek yang percaya dengan subyek yang berbicara berterus terang.

Kebenaran seperti Kencan Buta

Lawanku bukan lagi kebenaran dan paradoks-paradoksnya, Kemampuan seseorang "bersilat lidah" untuk menunjukkan pihak mana berada dalam pernyataan benar atau salah mesti dinilai dan dianalis dari sudut pandang yang berbeda. Yang berbeda atau perbedaan itulah akan memicu sudut pandang yang berbeda pula. Suara-suara kebenaran pada saat tertentu menjadi lawan dari subyek yang berlindung dibalik kebenaran yang berbeda.

Suara kebenaran seakan-akan terjanggal dalam kerongkongan. Ia tersendat oleh air liur setelah bersilat lidah dalam forum ilmiah atau sidang pengadilan dan di ruang kebebasan berbicara dan menulis lainnya. Artikulasi kebenaran dipolesi oleh kepandaian berbicara yang terdengar masuk akal atau logis. Ia sesungguhnya tidak termasuk mimpi tentang kedalaman selera yang kosong.

Berbeda dengan kebenaran yang dimulai berbicara penuh gerakan tangan dan mimik yang serius, padahal tidak demikian adanya. 

Seseorang tidak lagi berada dalam mimpi dan seluruh bentuk kesalahan sejauh kegilaan menemuinya.

Kata lain, kegilaan telah terlepas dari mimpi dan ilusi. Analisis memberi ruang untuk diartikulasikan dengan relasi kegilaan terhadap diskursus. Mimpi dan ilusi tidak lagi bertugas untuk mengatasi struktur kebenaran dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun