Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

A Priori dan Sintesis dalam Pandangan Kant

15 Januari 2023   16:33 Diperbarui: 9 Desember 2023   20:13 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi pribadi, A Priori dan Sintesis dalam Pandangan Kant

Apa yang dimaksud dengan a priori? Sosok Kantian mendefinisikan a priori sebagai wujud yang bebas dari pengalaman. Ia justeru karena pengalaman tidak pernah memberikan kita apapun yang bersifat universal dan niscaya.

Keniscayaan dan keuniversalan adalah kriteria a priori. 

Misalnya, setiap titik didih air ada pada 100 derajat selsius. Mulai mendidih itulah yang niscaya.

A priori tidak berkaitan dengan pengalaman, seperti "Anda melihat matahari terbit hari ini." Mendahului matahari terbit dan tenggelam berarti a priori. Satu peristiwa yang sudah sepatutnya terjadi tanpa pengalaman.

Pertanyaan pertama-tama dari Immanuel Kant. Apa fakta pengetahuan (Quid facti)? 

Fakta pengetahuan adalah bahwa kita memiliki representasi a priori (yang memungkinkan kita untuk menilai).

Kant dalam Critique of Pure Reason (1998 : A100), mengatakan: 

"Sintesis pemahaman juga harus dilakukan secara a priori, sehubungan dengan representasi yang tidak empiris. Karena tanpanya kita tidak bisa memiliki ruang atau waktu secara a priori, karena ini hanya bisa dihasilkan melalui sintesis berbagai jenis yang disediakan oleh sensibilitas dalam penerimaan aslinya. Karena itu, kita punya sintesis murni dari pemahaman."

Sintesis pemahaman terkadang menjadi 'presentasi' sederhana, seperti ruang dan waktu, bentuk a priori dari intuisi. 

Intuisi juga merupakan a priori. Ia berbeda dari presentasi empiris atau dari isi posteriori (misalnya, warna merah).

Ruang 'representasi' tidak bisa dipisahkan dengan substansi, sebab, dan sebagainya. Sekali lagi, konsep a priori berbeda dari konsep empiris (misalnya, konsep kuda). 

Fakta bahwa ruang dan waktu adalah presentasi dari intuisi a priori melekat pada subjek, yang disebut Kant sebagai 'eksposisi metafisik' ruang dan waktu.

Sementara, representasi tidak berasal dari pengalaman yang disebut 'representasi a priori'. Prinsip berdasarkan pengalaman yang harus tunduk pada representasi a priori. Kita sebut prinsip 'transendental'. 

Itulah sebabnya mengapa eksposisi metafisik ruang dan waktu diikuti dengan eksposisi transendental dan deduksi metafisik dari kategori-kategori, oleh deduksi transendental.

Saya teringat dengan film Transcendence (2014). 'Transendental' memenuhi syarat prinsip penundukan yang diperlukan, dari apa yang diberikan dalam pengalaman untuk representasi a priori. Secara korelatif, prinsip penerapan diperlukan dari representasi a priori adalah untuk mengalami sesuatu.

Kant mengajarkan bahwa ada jenis putusan lain yang disebut putusan sintetis a priori. Bagi Kant, jenis putusan ini akan mengarah pada pengetahuan ilmiah yang benar.

Jenis putusan ini disebut sintetis lantaran memiliki karakter keuniversalan. Ia juga memenuhi kriteria keniscayaan (necessity) tanpa menjadi tautologis (tujuan dari pengetahuan).

Selain itu, jenis putusan ini pun memiliki putusan a posteriori tanpa dibatasi pada pengada tertentu yang ada di dunia empiris. Syarat pembentukan setiap putusan sintetis a priori adalah perlunya putusan memiliki bentuk (form) dan materi (matter). 

Pertama, bentuk diberikan oleh intelek, bebas dari pengalaman. A priori menandakan fungsi, cara, dan hukum mengetahui dan bertindak yang eksistensinya mendahului seluruh pengalaman. Kedua, materi tidak lain adalah sensasi subjektif yang kita terima dari dunia luar.

Bentuk mewakili unsur universal dan niscaya. Sedangkan materi mewakili data empiris. Putusan yang dihasilkan (sintetis a priori) adalah universal dan niscaya karena forma dan absah bagi dunia empiris karena materi.

Perlu dicatat, bahwa kedua elemen ini harus ada dalam setiap pembentukan putusan sintetis a priori. 

Bentuk tanpa materi adalah hampa; materi tanpa bentuk adalah buta.

***

Sintesis memiliki dua aspek. Pertama, pemahaman. Dengannya kita menempatkan berjenis-jenis sebagai menempati ruang tertentu dan waktu tertentu. Pemahaman mengantarkan kita pada sesuatu yang 'menghasilkan' bagian-bagian yang berbeda dalam ruang dan waktu yang pasti. Kedua, reproduksi. Kita mereproduksi bagian-bagian sebelumnya ketika kita sampai pada titik berikutnya. (Critique of Pure Reason, A100-101)

Sintesis yang didefinisikan dengan cara ini tidak hanya bergantung pada keanekaragaman seperti yang muncul dalam ruang dan waktu. 

Tetapi juga pada keragaman ruang dan waktu itu sendiri. Memang, tanpa itu, ruang dan waktu tidak akan 'direprensentasi'.

Sintesis ini, baik sebagai penangkapan maupun reproduksi selalu didefinisikan oleh Kant sebagai tindakan imajinasi (act of the imagination). Pertanyaannya, bisakah kita mengatakan dengan penuh akurasi, seperti yang kita lakukan di atas, bahwa sintesis cukup untuk membentuk pengetahuan?

Kenyataannya, pengetahuan menyiratkan dua hal. Yang satu melampaui sintesis itu sendiri. Ia menyiratkan kesadaran, atau lebih tepatnya kepemilikan representasi pada kesadaran tunggal, di mana mereka harus dihubungkannya. Sekarang, sintesis imajinasi diambil dengan sendirinya, sama sekali tidak sadar diri. (Critique of Pure Reason, A78/ B103)

Di sisi lain, pengetahuan menyiratkan relasi yang diperlukan dengan suatu objek. Apa yang merupakan pengetahuan bukan hanya tindakan dimana beragam disintesis, tetapi tindakan yang berjenis-jenis diwakilkan yang berkaitan dengan suatu objek ("ini adalah sebuah meja, ini adalah sebuah apel, ini adalah sebuah benda ini dan itu").

Sebagai representasi, "meja adalah milikku selama ia berkaitan dengan kesatuan kesadaran." Caranya, 'Aku berpikir' bersama dengannya.

Secara umum, meja itu sebagai obyek yang berhubungan 'Aku berpikir' alias kesatuan kesadaran. Ungkapannya datang dari cogito (pikiran). Ia punya tujuan formalnya.

Karena itu, sintesis (nyata) adalah rumusan dari cogito. Aku berpikir diriku sendiri dan dalam pikiran diriku sendiri.

Aku berpikir berarti Aku berhubungan dengan keanekaragaman obyek yang direpresentasi. "Kesatuan 'Aku berpikir' adalah pemahaman itu sendiri." (Critique of Pure Reason, B134fn)

Mengapa pemahaman (bukan imajinasi) yang mengatur? Mengapa ia membuat peraturan alias legaslasi dalam fakultas pengetahuan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mungkin cukup dengan mengomentari istilah-istilah yang diajukan. Jelas kita tidak bisa bertanya. Mengapa fenomena tunduk pada ruang dan waktu? Fenomena adalah apa yang kelihatan dan kelihatan adalah harus segera berada dalam ruang dan waktu.

"Karena hanya menjadi sarana dari bentuk sensibilitas murni, seperti itu maka sebuah objek bisa muncul di hadapan kita. Dan karenanya menjadi objek intuisi empiris, ruang dan waktu adalah intuisi murni yang mengandung a priori yang mensyaratkan kemungkinan objek sebagai kenampakan." (Critique of Pure Reason, A89/ B121)

Sintesis yang menghubungkan fenomena dengan fakultas aktif yang mampu melegislasi. Karena itu, imajinasi itu sendiri bukanlah fakultas legislatif. 

Imajinasi mewujudkan mediasi. Ia membawa sintesis yang menghubungkan fenomena dengan pemahaman sebagai satu-satunya fakultas yang membuat peraturan untuk kepentingan pengetahuan.

Kant menulis: "Akal budi murni meninggalkan segalanya pada pemahaman-pemahaman itu sendiri langsung diterapkan pada obyek intuisi, atau lebih tepatnya pada sintesisnya dalam imajinasi." (Critique of Pure Reason, A326/ B383-4)

Lantaran fenomena tidak tunduk pada sintesis imajinasi, maka ia mengalami sintesis dengan pemahaman legislatif (legislative undestanding). Ia tidak seperti ruang dan waktu. Kategori-kategori sebagai konsep-konsep pemahaman.

Dengan demikian, ia dijadikan objek deduksi transcendental. Ia menangani permasalahan-permasalahan khusus dari penundukan fenomena.

Secara garis besar, permasalahan itu, sebagai berikut: (a) semua fenomena ada di ruang dan waktu; (b) sintesis a priori imajinasi menghasilkan a priori pada ruang dan waktu itu sendiri; (c) fenomena, karenanya harus tunduk pada kesatuan transendental dari sintesis dan kategori yang mewakilinya a priori.

Menurut Kant, pengetahuan harus bersifat 'sintetis'. Maksudnya adalah jenis pengetahuan yang predikatnya memperluas pengetahuan kita mengenai subjek. 

Empirisme tentu bukanlah jenis putusan 'sintetis'. Tetapi, ia lebih merupakan putusan a posteriori, dimana predikatnya tidak lebih dari fakta pengalaman.

Tentu saja, ia mengakibatkan putusan kehilangan unsur universalitas dan keniscayaannya. Jenis putusan apapun yang tidak memiliki unsur universalitas dan keniscayaan. Ia tentu bukanlah jenis pengetahuan filosofis yang cukup meyakinkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun