Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Demam Utopia

22 Desember 2022   21:15 Diperbarui: 18 Januari 2025   06:06 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendadak saya memicingkan mata.

Lalu, sebuah permainan fantasi ideologi di ruang publik merosot seiring masa permainan ‘kenikmatan puncak’ dari "sang Ayah" (rezim otoriter) menjadi akhir pemujaan diri dari "Anaknya" akibat mimpi masa depan tidak lagi penting diperjuangkan (Indonesia 2085). Kita tidak lagi menanggapi peristiwa lunak sebagai revolusi yang menyimpan bom waktu akibat bukan lagi dari ruang yang sumpek dan berdesak-desakan. 

Tetapi, akibat tidak tersalurkannya kenikmatan atau hasrat pada sesuatu yang kasat mata, maka yang mencuat adalah mengubur utopia. "Eh, rupanya saya terjaga, bukan tertidur."

"Oh, utopia!" Saya demam pada dunia teka-teki dan  pada alam pikiran saya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun