Kita tidak takut akan malapetaka yang diciptakan waktu dan bukan waktu yang menundanya.Â
Tetapi, satu penanda malapetakalah yang menghancurkan keadaan takut. Sejarah belum berakhir, seperti dalam film 2012 dengan tema hari kiamat akan datang. Ia terbalik menjadi hari demi hari, "akhir dari akhir" sekuat apa yang tidak dapat ditunda di luar lintasan waktu.
Begitulah tanda kegagalan ramalan tentang hari kiamat yang berlindung dibalik fiksi ilmiah malapetaka kosmik.Â
Aliran tanda malapetaka terjadi dalam diri kita, berupa kanker ganas menyerang kehidupan, yaitu jenis kehidupan menyerang mikrokosmik hasrat.
Jaringan sel sebuah tanda global terganggu dan kejang-kejang. Ia tidak lagi memperlihatkan kekuatan positif.Â
Suatu kekuatan bisikan lubang tidak bernoktah dari jagat permainan malapetaka bumi. Ia melepaskan kekosongan gaya berat atau gravitasi. Dalam kaitaannya dengan hal itu, maka sebagian besar pemimpin dan kaum intelektual dari negara-negara pinggiran ingin keluar dari "pusat gravitasi" yang dibentuk oleh negara-negara industri maju.
Kejutan dan gangguan menandai massa yang mengambang, layaknya uang mengambang bebas di pasar global. Satu tanda dibalas dengan tanda yang lain.Â
Titik akhir dibalas dengan titik akhir. Sebagaimana bayangan diri, malapetaka tidak mengejar kita karena ia terkepung dari setiap penjuru.
Jika direnungkan secara geopolitik. Bisa jadi, di belahan dunia Utara, teror membuat terapi anti bodi dan membangun tatanan anti teroris untuk melupakan wabah virus di balik simbol suci muncul di ruang hampa.Â
Penderitaan fisik dan psikis melalui titik akhir dari produksi menuju titik balik kehampaan makna. Maksudnya? Obyek-obyek yang dikonsumsi secara rakus dan serakah pada saat massa menelan ampasnya sendiri dan mereka tidak ditemukan lagi dimana kuburan massanya.
Teror menjadi semacam "mesin ejakulator" malapetaka (agak 'ngeres' yang dingeri-ngerikan istilahnya) di tengah kelenyapan makna. Teror semacam itu akhirnya tidak menyisakan sedikitpun bukti kehancuran diri.