Menurut Foucault, kuasa berarti menumbuhkan normalisasi dan desiminasi atas jejak-jejak yang ditinggalkannya. Tujuan memahami bentuk-bentuk aktual perjuangan melawan rezim kuasa bukanlah untuk menyerang institusi kuasa, tetapi membuka kedok teknik tertentu dari rezim kuasa yang cerdik mengelompokkan orang kedalam kategori-kategori dan mengaitkannya dengan identitas. Kemudian kuasa dipaksakan norma kebenaran tertentu yang harus diakui dan diterima.
Dalam ritualisasi kuasa, konstelasi daging sama dengan konstelasi darah kita, karena makanan direproduksi secara biologis dalam tubuh, terukur bebannya oleh darah. Kuasa pertama-tama bukan represi atau pertarungan kekuatan dan bukan juga fungsi dominasi suatu kelas didasarkan pada penguasaan atas ekonomi, atau dari manipulasi ideologi melalui aparat kuasa.
Mengapa saya melihat dalam dagingku sendiri, seperti tubuhku melayang di kehampaan, tanpa atmosfir atau ia sama sekali tanpa gravitasi?
Dalam pandangan Foucault sebaliknya, tubuh sosial ternominaliskan, diskursus tentang kuasa bukanlah sebuah infrastruktur, bukan barisan dan kerumunan, bukan kekuatan tertentu yang diberkahi. Dalam pandanga Foucault tentang adalah jenis nama yang seseorang mengatributkan pada situasi strategis di luar diri kita (1990: 93).
Foucault sang pemabuk fantastis di siang hari, dia sungguh-sungguh menyilaukan mata kuasa. Kita perlu menanamkan tanda kuasa, yaitu pertama-tama, kita melihat “beragamnya relasi-relasi kuasa melekat pada bidang relasi-relasi tersebut dan organisasinya. Permainannya akan mengubah, memperkuat, dan membalikkan relasi itu melalui perjuangan dan pertarungan terus-menerus.”
Menurut Foucaut, bahwa kuasa lebih berbentuk sebagai sesuatu yang produktif pada saat setiap orang turut mengambil bagian yang menghasilkan realitas. Haus, tarian, negara, dan akibat-akibat kuasa tidak perlu digambarkan secara picik atau prasangka buta menjadi figur mistis yang menafikan, menindas, menolak, menyensor, menutupi, dan menyembunyikan sesuatu.
Ternyata, suatu rezim kuasa yang ditandai menghasilkan sesuatu yang begitu nyata, bidang-bidang objek dan ritus-ritus kebenaran. Individu dan pengetahuan melanjutkan produksi itu. Jika dahulu, rantai kuasa dilaksanakan melalui perang, perjuangan, larangan atau melawan larangan, dewasa ini, kuasa terlaksana dalam bentuk manajemen energi, yakni kemampuan dan kehidupan masyarakat (deteritorialisasi) tidak mungkin mengabaikan pengetahuan.
Rangkaian teknik pengujian, wawancara, jajak pendapat, dan konsultasi merupakan “ritus-ritus kebenaran” diproduksi oleh kuasa. Kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai kriteria keilmiahan menjadi ukuran kebenaran. Dengan demikian, kuasa tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan.
Kita melihat suatu teknik tertentu untuk membentuk individu melalui pengetahuan. Individu memang hasil representasi ideologis masyarakat, namun individu juga merupakan realitas yang diciptakan oleh teknologi kuasa atau disiplin.
Mengenai masyarakat modern, Foucault melihat setiap tempat berlangsungnya rezim kuasa juga menjadi arena atau tempat pembentukan pengetahuan tentang kegilaan tanpa penyakit syaraf atau gangguan mental (lihat Foucault, Michel, Power/Knowledge, Pantheon Books, New York, 1980, hlm. 117).
Paradoks kuasa berlangsung jika memiliki keterkaitan dengan fenomena kegilaan (pertarungan habisan-habisan dalam Pemilu) adalah jenis ‘kegilaan kecil’ tanpa penyakit syarat atau gangguan mental.