Upaya mediasi kita lakukan untuk membangun tatanan sosial yang hidup dan saling merawat perbedaan maupun kehidupan yang selaras.
Kata-kata terselipkan dalam tatanan kelamin dan bisa jadi pria dengan videonya menandakan tingkat kesejahteraannya.
Selama seseorang dan kelompok individu berada dalam tanda kesejahteraan yang memadai dengan ketenangan yang teruji, maka pertentangan antar-relasi sosial bisa kita hindari dari sejak permulaan interaksi kehidupan bersama.
Satu sisi, peristiwa kespontanan dari pergerakan kaum perempuan melalui penolakan relasi hierarki ujaran bernafsu tetapi melecehkan membuat mereka tidak menerima perlakuan tidak adil. Hal ini menunjukan gambaran titik jenuh atas keadaan yang belum jelas kapan berakhirnya.
Padahal, tanda kespontanan pergerakan kaum perempuan sama sekali tidak terilhami atau terpantulkan oleh pergerakan feminisme Barat di abad ke-18, 19, 20 hingga gelombang keempat.
Pada sisi lain, diskursus tentang seksualitas mencoba berlindung di belakang manusia bebas. Suara emansipasi kehidupan bersama memasuki hierarki ujaran di balik aura kekerasan atas kaum perempuan.
Dalam suara serak tertahan di tenggorokan berbeda dengan suara yang datang dari ‘ruang batin’ menentang arogansi kelamin pria (de-phallucentric). Pembicaraan atau gambaran yang menghina organ seks berarti penghinaan diri secara otomatis dalam kehidupan.
Selama sekian lama perjuangan simbolik dari kaum perempuan untuk menentang sistem kuasa patriarki. “Kelaminku, kehormatanku!” Katakanlah pada semua orang. Pentingkah ruang bebas, ekspresi bebas, atau masyarakat bebas?
Tahun 1994, pemikiran Barat telah mencapai titik klimaks tentang perempuan, seksualitas, dan tuntutan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Di tahun tersebut, pementasan The Vagina Monologues tergelar di bawah besutan Eve Ensler, penulis dan aktivis sosial.
Sebelum memasuki abad ke-21, tema pembicaraan masih mengarah pada cara eksistensi perempuan dan perubahan stigma perempuan sebagai subordinasi laki-laki.
Kelahiran feminisme Barat telah ditandai dengan teater kekerasan perempuan, gadis remaja, dan planet harus diakhiri. Jejak-jejak pergerakan eko-femenisme memungkinkan bisa terlacak dalam kurun waktu yang berlalu. Suatu masa, mekanisme perlawanan terhadap kekerasan perempuan tampil melalui karya seni pementasan. (vday.org, 2020/07/14)