Senang rasanya mereka bisa bersua dengan teman-teman sebayanya tatkala bisa melihat apa gerangan di mal.
Khusus boneka pajangan yang berkelamin bukanlah sebagai objek tontonan, melainkan eksistensi kolektif dari mal atau pusat perbelanjaan.
Boleh kita kata, hampir tidak jenuh para penge-mal hadir setiap saat di mal hanya untuk menikmati waktu senggang atau hari libur. Tentu saja, tidak semua ramai mengunjungi ruang belanja atau etalase yang dilengkapi boneka pajangan berkelamin.
Berbeda dengan kasus di salah satu daerah. Gegara menghina alat kelamin perempuan oleh seorang pria, akhirnya emak-emak melakukan protes hingga turun unjuk rasa di jalan.
Peristiwa itu masih jarang terjadi untuk ukuran daerah. Berbicaralah emak-emak tentang pergerakan politik seks! Bersuaralah emak-emak, “Kelaminku, kehormatanku!”
Dugaan penghinaan alat alat kelamin yang memicu perlawanan sosial kaum emak-emak begitu sensitif berawal dari pria berinisial EC ketika satu rekaman video menampakkan jualan gorengan pisang di depan sejumlah pria.
Tidak lama berselang, tiba-tiba arah pembicaraan antara EC dengan kaum pria lain yang berada di lokasi jualan pisang menyinggung alat kelamin tertentu dengan nada yang membuat tersinggung kaum emak-emak.
Kekesalan melimpah-ruah dari kaum emak-emak lantaran hinaan tersebut.
Berdasarkan hasil konfirmasi dari pihak berwewenang, Kasat Reskrim Polres Bulukumba, Iptu Muhammad Yusuf, mengatakan: “Iya masalah itu, masalah perasaan perempuan kan, kesal, tidak enak.”
Perasaan perempuan siapa yang tidak tersinggung dan kesal jika terjadi kata-kata vulgar yang menghina? Kasus tersebut memerlukan penjelasan secara terbuka pada publik.
Ruang komunikasi tetap kita harapkan bisa berlangsung untuk menengahi kesenjangan atau ketidaksetaraan gender, termasuk ‘bentuk ujaran-citra’ yang pantas demi martabat kemanusiaan. (detik.com, 17/12/2021)