Safari atau pertemuan politik memungkinkan setiap orang yang terjun ke dunia politik untuk melakukan pembicaraan dua arah atau lebih. Untuk mencuri hati rakyat atau dukungan lebih luas, maka satu cara, diantaranya politik persahabatan.
Katakanlah, penyeru politik persahabatan berasal dari orang yang ingin capres sedang atau berbicara dengan orang dari parpol yang berbeda.
Selera persahabatan  menghadirkan suasana yang cair. Bahasa politik yang terucap adalah bahasa yang tidak lazim digunakan dalam bahasa anak gaul, yang berbeda dengan bahasa di tempat belanja emak-emak. Bahasa politik menjadi bahasa persaudaraan tanpa jarak antara kita dan mereka atau aku dan Anda. Lebih besar peluang bagi keakraban jika tanggungjawab akan kehidupan bersama tanpa sekat-sekat antara orang luar dan orang dalam.
Karena itu, ketika orang manggil Anda untuk bergabung dengan organisasi politik, sebelum dan langkah menuju pembicaraan berikutnya menandakan persahabatan terasa tidak sulit terjalin.
Sebaliknya, jika Anda membuang muka saat diajak bicara oleh orang disampingnya di ruang pertemuan politik akan menimbulkan prasangka lain. "Aku berbicara pada Anda," "Mohon, berbicaralah padaku!" Jadi, menimpali pembicaraan orang di samping Anda menandakan sebagai kebajikan tersendiri.
Memikirkan persahabatan dengan suasana keterbukaan atau dalam suasana hati yang plong, maka orang yang sebelumnya akan melawan atau menyindir kita bisa seketika buyar dengan sendirinya.
Suatu ketika orang akan tahu, betapa pentingnya membangunan persahabatan dalam keakraban, dalam keterbukaan. Mungkin hari tidak, mungkin lusa terjadi persahabatan dalam keakraban. Persahabatan atas dasar kasih sayang atau cinta menjadikan sesuatu yang gaduh dan cekcok tidak berarti apa-apa.
Mungkin persahabatan dalam keakraban sebagai nilai kebajikan dicemooh oleh pihak lain. Orang yang tadinya punya itikad buruk pada Anda, sempat berpikir ulang ketika politik kembali dalam pengertian yang berbeda dan mendasar antara 'cinta kebijaksanaan' dengan kata policy, yang secara harfiah berarti kebijakan.
Perpecahan dan perseteruan bersifat non dialektika, yang diantaranya ditandai dengan dimana ada gontok-gontokan, berseru hingga saling menyerang, maka di situ ada akur, damai, dan bersatu kembali. Politik persahabatan bukanlah demikian gambarannya.
Sebagai tanda kemungkinan, politik persahabatan tidak bergantung pada seberapa cepat perubahan terjadi dalam politik praktis. Pergerakan melingkar, zigzag atau spiral bergantung gaya permainan poliik.
Terlepas apakah persahabatan untuk dirinya sendiri, setiap permainan kata diupayakan mengalir keluar. "Mereka sahabat, ah, bukan sahabat." "Anda bukan sahabat, nah, dia sahabatku." Â Coba kita bandingkan dengan kata-kata seperti 'seseorang mencintai lawan politiknya' atau 'seseorang membenci permusuhan politik', Â Di sini perlu dibalik, 'musuhku adalah sahabatku'.