Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kegembiraan Juga Punya Air Mata di Balik BLT BBM

7 September 2022   18:33 Diperbarui: 27 Februari 2024   06:42 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : detik.com, 13/09/2022

Berbeda sekali dengan sentilan pengamat dan pihak lain terhadap "air mata buaya." Bukan pula buruh 'tagih' air mata atas nasib rakyat kecil di masa pemerintahan sebelumnya.

Mereka yang diingatkan soal air mata atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di masa lalu bukanlah dari ratapan si miskin alias orang yang memegang perutnya karena lapar.

Pihak yang menyentil dan yang disentil soal air mata atau tangisan dari petinggi sama-sama berekspresi untuk menolak kenaikan harga BBM.

Hanya ruang dan waktu yang berbeda menyangkut air mata. Tetapi, sasaran sindiran dan sentilan pada orang yang sama.

Lain halnya, saat aksi unjuk rasa penolakan mahasiswa atas kenaikan harga BBM ditembakkan gas air mata oleh aparat kepolisian. 

Air mata dalam kehidupan adalah teater kebenaran.

Linangan air mata atau tangisan dan sedih merupakan hal yang nyata dalam kehidupan.

Air mata itu manusiawi sebagaimana kegembiraan. Haru itu nyata sebagaimana bercampur gembira juga ada dalam diri seseorang.

Petuah bijak orang tua dulu mengatakan: "Kehidupan seperti ombak di laut. Ada saatnya pasang, ada kalanya ombak surut di pantai. Kehidupan seperti kopi. Pahit dan manis melebur dalam kehangatan." Bukan namanya hidup dan kehidupan, jika tidak ada air mata dan gembira, susah dan senang. Tawa dan tangis silih berganti dalam kehidupan.

Hiruk-pikuk kehidupan bangsa ditandai peristiwa sosial, ekonomi hingga politik, diantaranya pro dan kontra atas kenaikan harga BBM.

Yang pro jelas dari pihak pemerintah lewat kebijakan. Yang kontra juga sudah terang, yaitu mahasiswa, buruh, tokoh kritis, dan pihak lain yang menolak kenaikan harga BBM. 

Mahasiswa, buruh, sopir angkot, ojek online, nelayan hingga orang miskin sebagai taraf tanda atau simbol sosial-ekonomi. Elite politik atau politisi sebagai simbol politik. 

Sebelum catatan ini berlanjut, ada semacam cuilan selingan jokes tentang harga BBM naik masih atau telah berselancar di video yang diunggah lewat media sosial Instagram.

Terdengar kabar dari negeri 'antah-berantah' kalau jokes aki-aki bakal menyaingi lawakan ala Stand Up Comedy. Berikut sepenggal jokes.

"Alhamdulillah BBM naik 10 ribu kecil bagi wong Cirebon sih," ucap bapak berjenggot.

"Mantap," sahut dua bapak di belakangnya.

"Kalau bisa ya pak, kalau bisa naik 25 ribu tenang, wong Cirebon bakal kelaparan."

Lelucon tidak jarang membonceng sarkasme. Sebuah sindiran halus yang lucu dialamatkan pada kenaikan harga BBM.

Akhirnya, orang akan menunda bertepuk tangan tatkala seseorang menerima bantuan langsung tunai bahan bakar minyak (BLT BBM), kecuali orasi yang memukau dari pendemo. Oh nestapa! Oh balada! Penerima manfaat BLT BBM sebagai bantuan sosial (bansos) tidak peduli apa kata di luar sana.

Di hadapan orang yang menolak kebijakan tersebut, yang membuat rakyat makin terpuruk itulah tertanggulangi dengan kehadiran BLT BBM. Bantuan tersebut bikin orang miskin kembali tersenyum di tengah penderitaan.

Mereka tidak terampil bahkan tidak bisa menyusun untaian pidato mengenai kenaikan harga BBM. Mereka tidak keliru jika dikatakan terpaksa menerima kondisi yang kurang menyenangkan.

Keluarga penerima BLT BBM juga tidak memilih bungkam, diam seribu bahasa. Negaralah yang menetapkan mereka sebagai pemanfaat sebesar 300 rupiah dalam dua tahapan, sehingga totalnya 600 ribu rupiah selama empat bulan.

Mereka tidak pernah memilih hidup dalam kondisi serba ketidakkecukupan. Dalam taraf hidup yang rendah, mereka secara tidak langsung memperlihatkan gambaran permasalahan kemiskinan yang belum tertuntaskan.

Orang juga tahu, bahwa pengambil kebijakan tidak hanya mengundang kontroversi atas kenaikan harga BBM, tetapi juga pemerintah mengalihkan subsidi ke BLT BBM. Dari kebijakan tersebut, tidak ada sensor tentang berapa jumlah pengalihan subsidi yang layak diterima manfaatnya oleh rumah tangga miskin. Paling tidak, berkurang beban hidup, tanpa keluar uang mereka untuk membeli beberapa liter beras.

Mengulang lagi ungkapan sebelumnya. Apa yang menggembirakan itu nyata dan apa yang nyata itu pilu bersama air mata.

Ada dan nyata dari rasa gembira bercampur dengan air mata berlinang tidak serta merta bisa "diskakmat" oleh hal-hal yang manusiawi.

Khusus peristiwa ini, dimana ada harga BBM naik, di situ ada BLT. Yang kurang tepat digembar-gemborkan adalah pernyataan mengenai si anu yang untung, si wong cilik yang buntung.

Sudah bukan rahasia umum, jika harga BBM naik yang non subsidi bakal perusahaan akan mengurangi biaya produksi.

Setelah itu, pada gilirannya, karyawan pabrik terancam akan diPHK. Karyawan punya isteri dan anak, yang perlu ditanggungi nafkahnya sehari-hari.

Demikian halnya dengan pemerintah. Berapa besar defisit anggaran negara? Berapa persen tingkat inflasi? Yang jika diperpanjang pertanyaan kita, ujung-ujungnya akan mengarah pada pertanyaan mengenai berapa besar peningkatan kemiskinan dan pengangguran.

Semuanya itu juga secara berlipat ganda membebani negara, terutama dalam upaya untuk memulihkan kondisi sosial ekonomi di negeri kita.

Pada suatu hari sopir angkutan kota (angkot) dari salah satu trayek tertentu belum diadukan pada pihak berwewenang siapa yang membuat pendapatannya anjlok.

Sopir angkot itu mengakui jika ada dampak dari kenaikan harga BBM. "Dampaknya tentu luar biasa sekali bagi para sopir angkot seperti kami ini," ujarnya di suatu terminal. "Penurunan uang saya alami sekitar 25 persen dari biasanya, ini sangat memberatkan kami," tuturnya. Satu ungkapan senada juga dialami oleh sopir angkot yang lain. "Penumpang menurun, pendapatan juga menurun. Sedangkan pengeluaran untuk BBM meningkat," pungkasnya.

Seperti yang pernah mereka dilakukan, seperti yang biasa dilakukan oleh sopir angkot lain di daerah, di sekelilingnya mereka membandingkan penumpang lebih sering memilih ojek online ketimbang angkot. Ternyata, mereka belum berbicara tentang perubahan zaman dan persaingan pasar.

Mereka akan terlihat nongkrong di ruang terbuka. Duduk dan bercengkerama sesama sopir di emperan jalan atau pos jaga lagi kosong yang disediakan oleh masyarakat.

Sebagian mereka masih jongkok-jongkok. Entah apa dilakukan di selokan pinggir jalan. Satu sisi, mereka akan dilaporkan kemana saat orang-orang sedang atau sudah selesai antrian untuk menerima BLT BBM di suatu tempat tertentu.

Persyaratan bagi calon penerima manfaat BLT BBM nampaknya tidak ruwet. Kita perlu mendampingi orang tidak mampu hingga tahapan penerimaan BLT BBM, yang cair sejak 1 September 2022, di kantor PT Pos Indonesia.

Pada sisi lain, kekeluh-kesahan dari sopir angkot tidak hanya memingggirkan dirinya secara sosial, tetapi juga menandakan wajah-wajah pucat menatap masa depan dirinya akan terjadi permainan tanda ekspresi antara rasa gembira dan air mata dalam kehidupan.

Terdapat satu harapan, dimana sopir angkot mungkin akan bergembira kembali selepas air mata berlinang.

Hal itu akan tercapai manakala kita membicarakan seseorang atau kelompok masyarakat yang berhak menerima BLT BBM. Misalnya, terkendala dalam proses pemutakhiran data.

Kemungkinan besar itulah salah satu kondisi yang perlu kita ciptakan secara bersama-sama. Bukan karena seperti "hari kiamat," tetapi sedapat mungkin kita bisa saling menolong.

Cara yang bisa kita lakukan, diantaranya bukan saling melemparkan kesalahan antara satu dengan yang lain, tetapi bagaimana menyibak dan menyingkirkan bayangan kisah pilunya.

Apa jadinya ketika seseorang merasa kecele lantaran uang yang dibawanya tidak cukup untuk membeli tiga liter bensin.

Terpaksa seseorang mengurungkan "maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai." Apa yang dilakukan setelah seorang warga mengurungkan niatnya untuk membeli bensin.

Masih lanjut secuil kisah wong cilik. "Pas saya isi BBM tiga liter, terpaksa harus mengurangi jumlahnya jadi dua liter karena duit saya tidak cukup," kata seorang warga saat ditemui oleh awak media di salah satu SPBU.

Rupanya tidak sampai di situ gerutunya. Dia mengeluhkan stok BBM jenis Pertalite non subsidi terbukti sudah ludes. "Yang ada hanya Pertamax. Udah harganya makin mahal, mau nggak mau harus dibeli." Apakah warga itu tidak termasuk keluarga penerima manfaat (KPM) BLT BBM? Gumanku dalam hati.

Baik para sopir angkot dan warga pembeli BBM merupakan sederet kisah piluh atau sekurangnya kisah memperihatinkan dari sekian kisah lain yang belum terungkap. Boleh jadi mereka belum terdaftar dan teridentifikasi sebagai warga dengan kriteria tidak mampu dari 20,65 juta KPM, sehingga mereka terkendala dalam  penerimaan alokasi dana program BLT BBM sebesar 12,4 trilyun rupiah. Ini jumlah dana yang tidak sedikit digelontorkan oleh pemerintah.

Mereka mungkin menunggu verifikasi data baru supaya tercatat sebagai KPM. Tinggal mereka menunggu kesempatan lain.

Teringat ungkapan seorang teman. Jika mudah urusannya mengapa dipersulit, jika sulit mengapa dipermudah.

Ungkapan tersebut agak klise dalam kaitannya dengan hak-hak warga yang tidak mampu.

Orang mampu dan tidak mampu mustahil juga gegabah atau terjatuh dalam sesat pikir untuk mengutuk masa kini dan menyanjung masa lalu hanya gegara harga BBM melonjak.

Sebaliknya, betapa gembiranya mereka yang miskin atau tidak mampu. Tidak tertahankan, air mata berlinang bercampur senyum riang saat menerima manfaat BLT BBM. Air mata sukacita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun