Pada Kamis (7/9), terjadi bentrokan di Rempang, Batam, melibatkan aparat gabungan dari TNI, Polri, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP. Bentrokan ini terjadi selama proses pengukuran untuk pengembangan kawasan yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.Â
Bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang adalah akibat dari konflik lahan yang dimulai ketika Badan Pengusahaan (BP) Batam mengumumkan rencana untuk merelokasi seluruh populasi Pulau Rempang, yang berjumlah sekitar 7.500 orang.Â
Rencana ini adalah bagian dari dukungan untuk pengembangan investasi di Pulau Rempang. Rencananya adalah mengembangkan kawasan industri, jasa, dan pariwisata di Pulau Rempang yang akan dikenal dengan nama Rempang Eco City. Proyek ini dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dan memiliki target menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Situasi semakin memanas, memaksa petugas untuk menggunakan gas air mata sebagai upaya meredakan kerusuhan. Gas air mata yang ditembakkan oleh aparat terbawa angin menuju ke sebuah sekolah di dekat lokasi kejadian, yaitu SDN 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang. Akibatnya, belasan murid pingsan dan dibawa ke rumah sakit karena paparan gas air mata tersebut.Â
Pers Komnas HAM
Berdasarkan Pers Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor: 55/HM.00/IX/2023. Komnas HAM RI telah melaksanakan pemeriksaan lokasi dan permintaan keterangan kepada Pihak Sekolah dan Siswa baik di SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang (sekolah terdampak pelemparan gas air mata) pada 16 September 2023.
Menurut Keterangan dari Pihak SMPN 22 Galang sebagai berikut :
a. Berdasarkan informasi dari Kepala Sekolah, gas air mata masuk ke lingkungan sekolah yang berasal dari hutan yang berada di depan SMPN 22 Galang yang berjarak sekitar 30 meter dari gedung sekolah;
b. Kepala SMPN 22 Galang menyatakan bahwa terdengar 3 kali dentuman dari hutan di depan SMPN 22 Galang dan menyebabkan gas air mata masuk ke lingkungan sekolah;
c. Berdasarkan informasi dari Kepala SMPN 22 terdapat 10 siswa dan 1 orang guru yang harus dilarikan ke faskes terdekat untuk mendapatkan pertolongan karena mengalami sesak nafas hebat, pusing dan mual;
d. Berdasarkan informasi dari Kepala SMPN 22, pasca peristiwa 7 September 2023, banyak siswa yang masih merasa takut untuk kembali ke sekolah sehingga kehadiran para siswa tidak pernah mencapai 100% di sekolah;
e. Peristiwa tersebut berdampak secara psikologis terhadap para siswa sehingga membutuhkan bantuan profesional secara berkelanjutan untuk memastikan pemulihan yang memadai terhadap para siswa.
Sementara itu, keterangan dari Pihak SDN 24 Galang adalah sebagai berikut :
a. Pihak sekolah merasa panik melihat kerusuhan yang terjadi di depan sekolah;
b. Terdengar dentuman keras di beberapa titik di lingkungan sekolah dan seketika lingkungan sekolah dipenuhi gas air mata;
c. Peristiwa 7 September 2023 menimbulkan dampak psikologis terhadap siswa sehingga kehadiran para siswa tidak pernah mencapai 100% pasca peristiwa tersebut;
d. Tim menemukan beberapa bukti temuan yang akan dikonfirmasi lebih lanjut termasuk dampak yang dirasakan oleh korban;
Pulau Rempang, yang sebelumnya terkenal sebagai destinasi wisata yang indah, tiba-tiba diterpa oleh insiden yang mengguncang. Insiden itu tidak hanya meninggalkan luka fisik dan kerusakan infrastruktur, tetapi juga membawa beban berat pada kesejahteraan psikologis anak-anak yang menjadi saksi dan korban dalam kejadian tersebut. Dalam artikel ini, akan digali dampak psikologis yang sering kali terabaikan pada anak-anak pasca insiden tersebut.
Pernyataan dari kedua pihak, SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang, menggambarkan dampak psikologis yang signifikan akibat peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 September 2023 di dekat sekolah-sekolah tersebut. Dalam menganalisis dampak psikologis ini, dapat dirujuk kepada teori yang relevan, yaitu Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan Generalized Anxiety Disorder (GAD).
Post Traumatic Stress Disorder
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kejiwaan yang dapat berkembang setelah seseorang mengalami atau disaksikan peristiwa traumatis yang menyakitkan dan mengancam kehidupan. PTSD terjadi ketika seseorang tidak mampu mengatasi atau mendapatkan rasa aman setelah mengalami peristiwa traumatis. Gangguan ini memengaruhi kesejahteraan psikologis individu dan dapat menghasilkan berbagai gejala yang mencakup ketegangan, kecemasan, mimpi buruk, dan respons emosional yang kuat saat terkena peristiwa yang mengingatkan pada trauma.
Dalam konteks PTSD, pernyataan yang mencatat bahwa banyak siswa mengalami sesak nafas hebat, pusing, dan mual setelah peristiwa tersebut sesuai dengan gejala yang sering terkait dengan PTSD. Gejala-gejala ini mencerminkan respon fisik dan psikologis yang umumnya terjadi setelah pengalaman traumatis. Dengan adanya dentuman keras dan gas air mata yang memasuki lingkungan sekolah, siswa-siswa tersebut mungkin mengalami rasa takut dan panik yang mendalam selama peristiwa tersebut. Hal ini dapat memicu respons psikologis yang traumatis, seperti mimpi buruk, penghindaran tempat-tempat yang terkait dengan peristiwa traumatis, dan reaksi emosional yang kuat terhadap peristiwa tersebut.
Selain itu, pernyataan bahwa kehadiran siswa tidak pernah mencapai 100% setelah peristiwa tersebut menunjukkan adanya dampak yang berkelanjutan terhadap kehadiran dan keterlibatan siswa di sekolah. Hal ini konsisten dengan konsep PTSD yang menunjukkan bahwa pengalaman traumatis dapat memengaruhi fungsi sosial dan kehidupan sehari-hari individu.
Generalized Anxiety Disorder
GAD, atau Generalized Anxiety Disorder, adalah gangguan kecemasan umum yang ditandai oleh kecemasan yang berlebihan dan kronis terhadap berbagai situasi atau peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang mengalami GAD cenderung merasa sangat cemas atau khawatir tentang berbagai hal, seperti pekerjaan, kesehatan, keuangan, dan hubungan sosial, bahkan jika tidak ada ancaman nyata yang memicu kecemasan tersebut.
Dalam hal Generalized Anxiety Disorder (GAD), pernyataan yang mengindikasikan bahwa siswa-siswa masih merasa takut untuk kembali ke sekolah menggambarkan adanya kecemasan yang umum dan berkelanjutan. GAD adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh kecemasan yang berlebihan dan kronis terhadap berbagai situasi dan peristiwa. Dalam hal ini, peristiwa traumatis telah menciptakan ketidakpastian dan rasa takut yang berkelanjutan di antara siswa, yang dapat mengarah pada gejala GAD seperti ketegangan, perasaan cemas, dan sulit berkonsentrasi.
Dengan menggali dampak peristiwa tersebut melalui lensa teori GAD, pentingnya intervensi kesehatan mental menjadi semakin jelas. Evaluasi oleh profesional kesehatan mental dan perawatan yang sesuai dengan GAD dapat membantu siswa mengatasi kecemasan yang berkelanjutan, memulihkan fungsi sosial dan partisipasi di sekolah, serta menghindari dampak jangka panjang dari gangguan ini. Dengan demikian, peran profesional dalam membantu siswa yang terpengaruh oleh peristiwa traumatis ini menjadi sangat krusial.
Menghadapi Dampak Psikologis
Dalam melihat dampak psikologis dari peristiwa yang terjadi pada 7 September 2023, dapat disimpulkan bahwa peristiwa tersebut telah berdampak serius pada siswa dan staf sekolah dari SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan teori PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) dan GAD (Generalized Anxiety Disorder) dimungkinkan untuk memahami bahwa individu yang terlibat dalam peristiwa ini telah mengalami gejala yang sesuai dengan kedua gangguan ini. Hal ini mencakup gejala fisik, reaksi emosional, ketidakpastian, dan penurunan fungsi global.
Dalam menghadapi dampak psikologis yang serius ini, sangat penting untuk memahami pentingnya intervensi profesional. Evaluasi dan perawatan oleh ahli kesehatan mental adalah langkah kunci dalam membantu siswa dan staf sekolah untuk mengatasi gejala PTSD dan GAD, serta untuk mengelola ketidakpastian yang berlanjut. Dalam menghadapi perasaan takut, kecemasan, dan kesulitan psikologis lainnya, bantuan profesional dapat membantu individu dalam proses pemulihan dan kembali berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Selain itu, lingkungan sekolah dan pihak berwenang harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk menciptakan rasa aman yang lebih besar dan memberikan dukungan psikologis yang diperlukan bagi siswa dan staf sekolah. Hal ini dapat mencakup penyediaan layanan kesehatan mental di sekolah dan program-program yang membantu individu dalam mengatasi dampak psikologis dari peristiwa traumatis ini.
Dengan bantuan profesional, dukungan dari lingkungan sekolah, dan kesadaran akan kondisi psikologis yang mungkin terjadi, dapat diharapkan bahwa siswa dan staf sekolah akan dapat pulih secara efektif dari dampak traumatis yang mereka alami dan menghadapi masa depan dengan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H