Mohon tunggu...
Erka Ray
Erka Ray Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Mempunyai nama pena Erka Ray, kelahiran Januari 2003, di Kabupaten Sumenep Madura Jatim. Mempunyai cita-cita sebagai penulis semenjak kelas 4 SD. Mulai nekad mempublikasikan karyanya sejak 2019 lalu. Orangnya sering gabut. Kalau udah gabut, nulis. Kalau lagi sok sibuk, lupa nulis. Hasil gabutnya sudah ada 4 buku solo dan 7 buku antologi puisi yang gak pernah dia beli. Dan rencana gabutnya masih banyak lagi. Makanya beli bukunya Erka biar tau. 🥱😴

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Tidak Sama Rata"

6 Agustus 2022   16:31 Diperbarui: 7 Agustus 2022   23:55 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mau pinjam ke tetangga yang mana lagi, Bang. Hutang kami sudah numpuk. Tetangga mana yang mau meminjamkan jika hutang yang lalu belum dibayar." Tampak sekali kesedihan di wajah anak ini. 

"Maaf ya, Bang, uang satu juta di dompet Abang aku ambil untuk bayar rumah sakit. Tapi kartu-kartu di dalamnya lengkap, Bang," anak itu me jelaskan. "Dan berkat uang Abang juga Ibu segera ditangani Dokter. Terima kasih, Bang," lanjutnya.

"Iya sama-sama. Memang keluarga kamu tidak dapat bantuan apa gitu, kan banyak tuh sekarang bantuan ini itu dari pemerintah bagi orang yang tidak mampu."

"Jangan pernah tanya bantuan apapun pada keluarga kami, Bang. Kami tidak mengenal segala jenis bantuan itu. Kami tidak hidup dengan uang dari pemerintah." 

Benar kata Ibu kemaren, banyak orang-orang yang seharusnya mendapatkan bantuan malah tidak dapat bantuan apapun. Negeri ini lelucon sekali rupanya. Entah kemana hati para aparat Desanya. Yang seperti ini seharusnya layak mendapatkan segala jenis bantuan itu. 

Kami masih berbincang Lima belas menit lagi. Anak ini berulang kali meminta maaf udah mengambil dompetku. Aku sudah benar-benar ikhlas soal uang itu sekarang, karena anak ini memang sedang butuh, ya meskipun cara dia mengambil salah. 

Sebelum kami berpisah, aku memberikan sedikit uang padanya. Tentunya hasil mengamennya tadi tidak akan seberapa kan. Riki juga ikut memberi. 

Anak ini berulang kali meminta maaf dan berterima kasih, karena aku tidak memperpanjang perkara pencopetan ini. Kami berpisah di depan toko dekat lampu merah itu. Dia menyebrang jalan sambil menenteng ukulele-nya. 

"Oh ya, sekarang jam berapa?" aku bertanya pada Riki. 

"Jam sembilan kurang lima belas menit, kenapa?" Dengan bodohnya dia bilang kenapa? Kantor telah menunggu, bodoh. Mari bergegas. Saat teringat, Riki langsung tancap gas menuju kantor. 

Diselesaikan Di Sumenep, 06 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun