Mohon tunggu...
Erka Ray
Erka Ray Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Mempunyai nama pena Erka Ray, kelahiran Januari 2003, di Kabupaten Sumenep Madura Jatim. Mempunyai cita-cita sebagai penulis semenjak kelas 4 SD. Mulai nekad mempublikasikan karyanya sejak 2019 lalu. Orangnya sering gabut. Kalau udah gabut, nulis. Kalau lagi sok sibuk, lupa nulis. Hasil gabutnya sudah ada 4 buku solo dan 7 buku antologi puisi yang gak pernah dia beli. Dan rencana gabutnya masih banyak lagi. Makanya beli bukunya Erka biar tau. 🥱😴

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Kali

28 Juli 2022   10:29 Diperbarui: 28 Juli 2022   13:05 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seikhlasnya saja, Nak," jawabnya. 

"Lah tidak bisa begitu, Pak. Saya kan jadi bingung harus bayar berapa ke bapak." 

Setelah sedikit percekcokan antara kami soal bayaran tambal ban, bapaknya tetap kekeh minta seikhlasnya. Katanya, jika kita ikhlas atas apapun yang kita kerjakan, tentu akan mendapatkan balasan yang tidak ternilai. Jika balasannya tidak datang sekarang dan bukan berbentuk uang, bisa jadi di lain waktu dan dalam bentuk yang tak terduga. 

Akhirnya aku memutuskan memberinya tiga puluh ribu. Entah terlalu sedikit atau kebanyakan. Bapaknya tersenyum ramah saat aku berpamitan pergi. 

Tunggu, aku terlalu panjang bercerita rupanya soal masalah ban kempes tempo lalu. Nasib memang hari ini kempes lagi. Kubawa lagi ke tempat bapak itu.

"Kempes lagi, Pak." Bapaknya tersenyum saat aku datang. Langsung cetakan mengambil peralatan. 

"Tumben berangkat siang, Nak," tanya bapaknya. 

"Iya, Pak. Sedang tidak ada pekerjaan di pagi hari. Lagi pula kemarin saya lembur pak. Jadi paginya dapat kompensasi dari bos, boleh berangkat siang," ucapku nyengir. 

Cuma 15 menit bapaknya sudah selesai. Secepat itu memang. 

Malam harinya, benar-benar dingin. Siur angin yang pelan, menyelusup disela-sela kemeja kerja. Siluet malam memang tidak pernah gagal menjamu mata. Ditambah dengan bintang yang seakan-akan digantung di atas sana, semakin menambah keindahannya. Ini bukan lebay atau apa, coba tanya saja sama penyuka malam, pasti mereka setuju jika malam ini dikatakan indah. Apalagi kota ini, jika dipotret, maka akan menjadi bingkai yang indah. 

Sudut Mataku malah menangkap sosok bapak tua itu, di jalan yang selalu membuat banku kempes. Bapaknya membawa sapu seperti sedang memberikan sesuatu. Aku memelankan laju motor. Tidak mungkin kan ada yang yang suka rela menyapu jalanan di jam segini. Ini sudah jam sembilan malam. Aku mengamati bapak itu. Selang lima menit bapak itu selesai menyapu jalanan. Wah baik juga bapak itu nyapu jalanan tempat ban motorku sering kempes. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun