Mohon tunggu...
Titin Eriyan
Titin Eriyan Mohon Tunggu... -

dekik manis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

cinta kita antara Hongkong dan Kediri

7 Agustus 2011   12:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:01 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Aku seorang perempuan.

Pengagung cinta.

Maafkan aku.

Karena mencintaimu,

Perempuanku.”

Mataku tinggal berupa

garis lurus tertutup

kelopak yang

menggelembung.

Kelopak itu telah letih

melelehkan air.

Butirannya telah

berubah warna.

Pandanganku

mengabur. Jiwaku

melayang gelisah. Aku

enggan beranjak dari

tempat tidur. Kubiarkan

kertas itu tergeletak di

dada. Embun pagi masih

tersisa ketika dia pergi,

membiarkanku

tenggelam dalam

keresahanku sendiri.

Berlusin purnama tidak

lagi mampu menahan

gejolak rasa yang

terpendam.

Memuntahkan hasrat

yang mendesak ingin

keluar. Menghancurkan

benteng keangkuhan.

Memusnahkan remah-

remah

ketidakpercayaan akan

rasa yang tercecap.

Aku dan kau. Aku

menginginkannya. kau

menginginkanku. Kami

memulainya. Kami

menuntaskannya.

Kutatap cincin yang

diselipkannya di jari

manisku dulu.

Haruskah aku?

Haruskah dia? Di mana

kami berdiri? Tiada

jawaban. Hilang.

Terbang terbawa angin

musim kering yang

menyelinap liar.

Ah, kau datang lagi.

Ketakutan itu.

Kembali mengusik

hidupku, merusak

kebahagiaan yang

kulewati bersamanya.

Mendesakku ke

tembok, membuatku

sulit bernapas dan

memaksaku untuk

berkata, “Ya! Aku akan

mengakhirinya!”

Kulepaskan cincin itu.

Aku menemuinya.

Aku mengembalikannya.

Mata itu menatapku.

Terluka. Merengkuhku

dalam pelukan.

Mengalirkan

kehangatan.

Menumpahkan seluruh

sesak di dada. Hening.

Hanya isak tangis.

Terdengar embusan

napas. Berat. kau

melepaskan pelukan,

mengangkat daguku,

menatap lembut ke

hitam bola mataku,

“Ketakutan dalam

dirimu membuatmu

menderita, sayangku.

Izinkan aku

menggenggam

jemarimu, bersama kita

menghadapinya.”

Tangan itu kembali

merengkuhku.

Menyisipkan serpihan

cinta di setiap aliran

darahku.

Aku merindukanmu ada seperti dulu......sebelum jarak memisahkan kita....

Kediri,August 7 ' 2011

7:46 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun