Keduanya sama-sama memerlukan research dan persiapan materi yang baik. Tapi peralatan yang digunakan untuk memproduksi video pembelajaran yang baik, jelas berkali-kali lipat lebih mahal.
Konsumen pun sebenarnya juga mengalami dampak negatif. Banyak orang menganggap bahwa video membuat kita belajar lebih efektif. Tapi sepertinya anggapan itu belum tentu tepat.
Di Juli 2018 MIT Integrated Learning Initiative mempublikasikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa belajar dengan metode melihat video tidak terbukti menghasilkan nilai ujian yang lebih baik dibandingkan dengan metode membaca. Penelitian itu justru membuktikan bahwa membaca justru menghasilkan nilai yang sama atau bahkan cenderung lebih baik.
Di tahun 2009 departemen pendidikan di Amerika Serikat juga menyatakan bahwa berbagai "variasi" metode belajar itu tidak menghasilkan "significant learning outcomes", kecuali materi yang sedang dipelajari memang bersifat teknikal seperti teknik diagnosis pasien dengan penyakit tertentu atau bagaimana mengoperasikan program tertentu.
Sebagai seorang praktisi yang memproduksi materi belajar berbasis video pun, saya merasa bisa menyampaikan informasi dengan lebih efisien (durasi lebih singkat) dan detail ketika menulis daripada berbicara.
Kesimpulan sederhananya:
Kecuali dalam topik-topik yang bersifat teknikal, belajar dengan hanya menggunakan video justru mempunyai resiko:
- Resource cost produksi lebih mahal.
- Durasi belajar lebih lama dibandingkan membaca.
- Kualitas yang disampaikan tidak sedetail materi tertulis.
Lalu kenapa banyak orang merasa bahwa belajar menggunakan video lebih menyenangkan dan lebih efektif?
Nah, disinilah dilemanya.
Karakter ingin di-entertained
Dari pengalaman saya dalam melakukan coaching dalam topik learning & development baik secara personal dan korporat, ada satu alasan yang paling sering muncul ketika orang menolak untuk belajar.
"Terasa sulit!"
Menanggapi alasan ini, saya pernah melakukan percobaan kecil.