Kerugian yang diderita korban tindak pidana dapat dimintakan ganti rugi sebagai salah satu hak korban tindak pidana. United nations Declaration on The Prosecution and Assistance of Crime Victims pada butir 4 part I-General principles telah menegaskan kewajiban tiap-tiap negara dalam pemenuhan hak-hak korban tindak pidana. Dalam Declarasi ini juga dikedepankan Reparasi oleh pelaku kepada korban merupakan tujuan dari proses keadilan. Reparasi tersebut dapat mencakup:
1. Pengembalian harta curian,
2. Pembayaran uang untuk kerugian, kerusakan cedera pribadi dan trauma psikologis,
3. Pembayaran untuk penderitaan, dan
4. Pelayanan kepada korban yang secara menyeluruh perbaikannya harus didorong juga oleh proses pemasyarakatan.
Di Indonesia, Pengaturan mengenai upaya ganti kerugian korban tindak pidana telah diterapkan. Berikut peraturan terkait:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Â tentang perubahan atas Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ("UU LPSK");
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban ("PP 7/2018");
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana ("PERMA 1/2022");
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/SEOJK.04/2021 tentang Pengembalian Keuntungan Tidak Sah dan Dana Kompensasi Kerugian Investor di Bidang Pasar Modal ("SEOJK 17/2021").
Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Oleh Korban Tindak Pidana Untuk Mendapatkan Pemulihan Kerugian. Â Â Â Â