Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudahkah Guru Merdeka di Tengah Kurikulum Merdeka?

30 Oktober 2024   06:59 Diperbarui: 30 Oktober 2024   07:02 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya, kasus seorang guru di Sumatera Barat yang pada 2019 dijebloskan ke penjara karena menegur murid yang mengganggu proses belajar mengajar. Guru ini dilaporkan oleh orang tua murid tersebut, yang menganggap tindakan guru itu melampaui batas. 

Kasus serupa juga terjadi di Jawa Barat pada 2020, di mana seorang guru yang mendisiplinkan muridnya justru harus berhadapan dengan ancaman pidana. 

Kejadian-kejadian seperti ini menimbulkan kekhawatiran dan dilema di kalangan para guru. Akibatnya, mereka sering kali merasa harus “berhati-hati” dalam mendidik, karena takut akan konsekuensi hukum yang mungkin timbul. Bukankah situasi ini bertolak belakang dengan semangat Kurikulum Merdeka yang seharusnya memberikan kebebasan lebih bagi guru untuk mengajar?

Kurikulum Merdeka memang memberikan ruang kebebasan dalam menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, tetapi kebebasan ini terasa hambar ketika realita tidak mendukung. 

Kebijakan ini mungkin akan efektif jika para guru didukung dengan jaminan kesejahteraan yang memadai dan perlindungan hukum yang kuat. 

Namun, kenyataannya, banyak guru justru masih dihadapkan pada kondisi finansial yang memprihatinkan serta situasi di mana mereka bisa saja terancam pidana saat menjalankan tugas. Situasi ini jelas kontraproduktif dengan tujuan utama dari Kurikulum Merdeka.

Masalah kesejahteraan guru, khususnya guru honorer, juga menimbulkan kekhawatiran jangka panjang bagi profesi ini. Jika kesejahteraan guru tidak menjadi prioritas, maka bukan tidak mungkin suatu saat profesi guru akan menjadi profesi yang dihindari oleh generasi muda. 

Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah lulusan pendidikan yang memilih profesi guru semakin menurun. 

Berdasarkan data BPS tahun 2022, jumlah mahasiswa lulusan keguruan yang langsung bekerja sebagai guru menurun sekitar 10% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dipahami mengingat minimnya insentif yang mereka dapatkan dibandingkan dengan profesi lain.

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia akan menghadapi krisis tenaga pengajar di masa mendatang. Profesi guru bukan lagi profesi yang dianggap menarik, terutama bagi generasi muda yang ingin memiliki kesejahteraan dan stabilitas karir. Ini tentu menjadi masalah serius bagi keberlanjutan pendidikan di Indonesia.

Selain itu, minimnya perlindungan hukum bagi guru juga menjadi tantangan besar. Banyak guru yang merasa cemas dengan ancaman pidana yang dapat muncul kapan saja. Padahal, seharusnya profesi guru diberikan perlindungan hukum agar mereka dapat mendidik siswa dengan tegas dan disiplin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun