Mohon tunggu...
M. ERIK IBRAHIM
M. ERIK IBRAHIM Mohon Tunggu... Freelancer - 🐇🦢🌱Berakit Rakit Ke hulu, Berenang renang ketepian, aku bersungguh sungguh untuk kamu, TAPI, kamu malah demikian🌴🌿
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

🐇🦢 Terbentur----TeRBENTUR----TerbENTUR----TERBENTUK🐇🦢

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Persaingan Sengit 2 Kembang Desa Berujung Bencana

26 Juni 2022   11:00 Diperbarui: 27 Juni 2022   22:00 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa yang membuat kedua hamba sahaya ini berseteru dan bergaduh perihal pria yang ia idam idamkan sepanjang detik waktu berjalan.

Sekartaji dan Roro Ayu---dua perempuan yang sama sama disebut kembang desa di negeri alam buana sana. 

Dewi... Ialah sebutan kedua perempuan yang disematkan dengan penuh kehati hatian dan bukan sembarang orang. 

Seperti hari ini. Kedua kembang desa berparas cantik jelita tertarik pada pria gagah perkasa dengan tampang rupawan penuh kesederhanaan. 

Iri dengki...! Rupanya semakin matahari menyongsong sampai ke ubun ubun Dewi Sekartaji, begitu pula ia iri dengan Dewi Roro Ayu. 

Berbagai cara---penuh kenekatan dan mengalihkan pertimbangan. Berbagai cara lakukan. 

Mata elang pria muda itu terpana melihat ketulusan hati ayu dan ia mencoba meminangnya. 

"Bagaimana cara aku menyingkirkan Roro Ayu agar leluasa kudapati pria pujaan ku itu?..."

Ujarnya Dewi Sekartaji yang penuh ke dendaman dan kalang kabut. Dan rupanya penuh kegigihan dan ulet merencanakan sesuatu. 

Tampaknya ia buta dan enggan bersyukur apa yang dimiliki sekarang. 

Pelet...! Bertandang lah ia ke rumah orang pintar harap harap memberi petuah dan Ramuan ramuan. 

Komat... Kamit... Mantra... Mulut membaca mantra. Jompa jampi, mata terpejam dan dihayati dengan kalbu senantiasa sakral terkabul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun